-16-

Holla~

Please listen to this while reading this story for better experience~


Musim dingin mulai menunjukkan eksistensinya bersama semilir angin yang terasa menampar kulit di pertengahan November. Orang-orang mulai mengenakan mantel tebal yang memberikan kehangatan lebih pada tubuh mereka.

Namun berbeda dengan kondisi di Kimsan Medical Center. Penghangat ruangan sepertinya bekerja dengan baik sehingga orang-orang di dalamnya tak perlu mengenakan mantel tebal.

Dan Park Jimin kini tengah menikmati kehangatan dari salah satu alat itu di dalam ruangannya bersama sahabat tercintanya, Kim Taehyung. Menikmati segelas kopi panas dan susu cokelat-untuk Taehyung. Membicarakan hal-hal jenaka yang pernah terjadi diantara keduanya selama mereka mengenal. Dan tentu saja tentang pemikiran konyol Jimin yang menganggap bahwa wanita yang akan dijodohkan dengan Taehyung adalah Hanbyul.

"Kau tidak pernah menceritakannya padaku. Wajar saja jika aku berpikir seperti itu." Protes Jimin dengan wajah memerah. Taehyung masih gemar meledeknya dengan jokes yang sama selama seminggu penuh.

"Hahaha! Baiklah, baiklah. Sekarang semuanya sudah jelas bukan? Kau tidak akan kesal dan menjauhiku lagi, 'kan?"

"Yaish! Kim Taehyung, jangan memulainya lagi! Aku sudah minta maaf padamu dan Hanbyul."

Taehyung masih terkekeh, ia tidak tahan melihat wajah Jimin yang memerah kesal. Sepeti tomat.

"Geundae," Taehyung membenarkan posisi duduknya, kemudian menatap Jimin dengan serius, "Aku tidak tahu bagaimana Jeon Jungkook ini. Bisakah kau menceritakan sedikit tentangnya?"

"Mwo?" Jimin terdiam sesaat, otaknya bekerja cepat untuk memilah informasi tentang Jeon Jungkook yang boleh dikatakan dan yang tidak berhak dikatakan. "Jungkook adalah pria baik dan pekerja keras, Tae. Dia sangat menyayangi Nenek dan Kakeknya. Selama aku mengenalnya, Jungkook tidak pernah berbuat macam-macam."

"Itu saja?" Taehyung mengeryit, informasi yang diberikan Jimin sama sekai tidak memuaskan rasa penasarannya. Hanya informasi umum yang bisa ditemukan siapa saja yang baru pertama melihat Jeon Jungkook.

"Kau bisa mengenalnya sendiri, Tae!" Jimin mendengus, kemudian menyeruput kopi hangatnya. "Lagi pula apa lagi yang kau butuhkan? Makanan favoritnya? Hobinya? Ada-ada saja."

"Mantan pacarnya? Apakah Jungkook masih berhubungan dengan gadis itu?" Taehyung menarik napas, kemudian menggesekkan jemari pada dagunya. "Kau tahu, aku tidak bisa membiarkan Hanbyul terluka karena hal semacam itu."

"Masalah itu, tenang saja," Jimin menghirup oksigen dalam-dalam, "Aku bisa menjamin kekhawatiranmu tidak akan menjadi nyata."

Taehyung kembali ke ruangannya setelah Jimin memasuki ruang operasi bersama Namjoon. Atensinya beralih ke pintu kantor milik Kakeknya. Seorang wanita muda baru saja melewati pintu itu.

Tapi siapa?

Jarang sekali Kakeknya menerima tamu seperti itu. Biasanya hanya pria-pria berdasi. Kalaupun seorang wanita muda, pasti merupakan sekertaris dari pria-pria berdasi itu.

Dan wanita itu bukan Hanbyul yang bisa kapan saja melewati pintu itu sesuka hatinya.

Rasa penasaran membuat Taehyung membuntuti wanita itu untuk mengamatinya dari jarak aman. Dimana wanita itu memasuki salah satu ruangan dokter yang dulu menjadi kantor Ayahnya-sebelum dipindahkan ke Jepang-yang sekarang digunakan oleh Seokjin.

Harus diakui, wanita itu cukup mencolok dan menarik perhatian. Bukan hanya Taehyung. Hampir seluruh orang di tempat ini tersenyum ramah pada si wanita tadi.

Dari kaca kecil di pintu ruangan Seokjin, Taehyung dapat melihat bagaimana wanita itu tengah berbicara dengan kakaknya. Terlihat cukup kasual. Seolah mereka sudah saling mengenal satu sama lain.

Dan rasa penasaran Taehyung yang tinggi segera mendorongnya untuk menjumpai sang kakak setelah wanita itu pergi.

"Hyung!" Taehyung menempatkan dirinya di depan meja sang kakak. "Siapa wanita yang baru saja datang ke sini? Aku melihatnya keluar dari ruangan Kakek tadi."

"Kenapa? Kau tertarik padanya? Tanyakan langsung padanya besok?"

"Yak! Hyung, aku tidak terta-Mworago? Besok?" Taehyung baru menyadari masud ucapan Seokjin. "Maksudmu besok dia akan kemari lagi?"

"Tentu saja. Mulai besok dia akan bekerja disini."

*****

Seminggu terasa begitu cepat bagi Hanbyul dan Jungkook. Keduanya berhasil menjalani 'kencan' mereka dengan baik. Bahkan Jungkook menemani Hanbyul kala calon tunangannya ini menjemput bosnya-Joshua Hong-yang baru tiba di Korea beberapa hari lalu.

Pekerjaan Hanbyul sekarang lebih ringan. Terlebih saat Joshua memberinya kelonggaran untuk mempersiapkan pesta pertunangannya yang tinggal seminggu lagi.

Semuanya sudah siap. Gedung, hidangan, undangan, pakaian, dekorasi, bahkan cincin pertunangannya sudah siap.

Dan sore ini, usai mengunjungi kantor Joshua untuk memberikan hasil kerjanya, Hanbyul segera mengemasi barangnya. Malam ini ia akan makan malam bersama Jungkook-lagi.

"Kau akan berkencan lagi, Nona Kim?" ujar Joshua yang ternyata menyusul sahabatnya.

"Mm hm," Hanbyul memasukkan beberapa berkas ke dalam mapnya. "Besok Kakek dan Neneknya tiba di Seoul. Jadi kurasa malam ini kami harus mengoptimalkan waktu untuk saling berkenalan."

"Apakah Nona Kim-ku ini sudah jatuh cinta padanya?"

Pertanyaan Joshua membuat Hanbyul menghentikan kegiatannya. Otak dan hatinya bekerja keras untuk menemukan jawaban dari pertanyaan itu.

Apakah Hanbyul sudah jatuh cinta pada pria Jeon itu?

Belum bisa dipastikan. Hanbyul mungkin merasa nyaman dengan Jungkook beserta sikap-sikap yang telah ditunjukkan padanya selama seminggu ini. Hanbyul tidak yakin dengan dirinya sendiri. Ada beragam bentuk cinta di dunia ini, dan Hanbyul tidak mau gegabah dalam menyimpulkan perasaannya. Ia masih membutuhan banyak waktu untuk itu.

"Byul?"

"Eoh..." Hanbyul kembali memasukkan dokumen-dokumen ke dalam map, berpikir kadang membuatnya melupakan dunia, "aku sedang berusaha, Josh."

"Aku tahu kau pasti bisa, Byul." Diusapnya punggung kecil Hanbyul, "Kau selalu bisa melakukan segalanya yang orang pikir kau tak akan pernah bisa. Kau selalu membuktikannya. Dan aku yakin kali ini kau bisa."

"Thank's Josh!"

Hanbyul tidak langsung pergi ke rumahnya setelah tiba di bangunan setinggi delapan lantai itu. Ia ingin melihat lantai ketujuh, dimana tempat kencannya malam ini bersama Jungkook akan dilaksanakan.

"Bagaimana, Nona Kim? Kau puas dengan semua ini?" Jiwoo menghampiri Hanbyul yang berdiri memandang dekorasi indoor area. Bantal-bantal raksasa itu disingkirkan, diletakkan ke outdoor area dan hanya menyisakan beberapa meja di setengah ruangan yang besar itu. Lampu dalam ruangan dibuat menyala hangat dengan warna keemasan. Jiwoo bahkan mengubah konsep lantai tujuh menjadi lebih kalem. Menutup dinding dengan kain warna peach dan putih.

Jujur saja, Hanbyul merasa ini sangat indah. Namun sedikit... berlebihan?

Hanbyul hanya meminta Jiwoo untuk menyiapkan sebuah meja karena dia akan makan malam bersama calon suami tidak. Ralat, calon tunangannya. Namun Jiwoo malah menutup seluruh akses ke lantai tujuh untuk makan malam Hanbyul dengan Jungkook.

"Eonnie... tidakkah ini sedikit berlebihan?" tanya Hanbyul. Sedikit ragu memandang Jiwoo. Kemudian beralih kembali pada pemandangan di hadapannya. Sebenarnya Hanbyul memilih cafe sebagai lokasi kencan agar terlihat lebih santai, namun Jiwoo justru membuat ruangan ini terkesan... romantis? Entahlah.

"Tidak juga. Aku hanya ingin menyiapkan yang terbaik untuk kalian." Jiwoo melangkah. Merapikan rangkaian Lily putih di dalam vas.

Jam menunjuk angka tujuh lebih tiga menit saat Jungkook tiba di cafe. Seorang pelayan bahkan menunggunya di depan lift basement. Kemudian mengantarnya ke lantai tujuh langsung, tanpa harus pergi ke lantai enam seperti pelanggan lain. Ya, lift memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak sembarang orang bisa mengakses tiap lantai.

Jungkook-dengan pakaian santai berupa turtle neck hitam berbalut mantel panjang dan celana jeans-sedikit terkejut dengan konsep malam ini. Hanbyul memintanya berpakaian santai, sementara dekorasi dari ruangan ini terlihat begitu formal. Rasanya seperti dikhianati. Padahal Jungkook jelas-jelas tidak mau penampilannya dianggap remeh.

Dan hey! Apakah Hanbyul mengeluarkan banyak uang untuk menyewa cafe ini dan mendekornya? Seingat Jungkook-saat ia kemari bersama Yoongi dan Hoseok beberapa waktu lalu-dekorasinya tidak seperti ini.

"Kau sudah datang?"

Jungkook terkesiap. Terkejut karena ternyata sosok yang akan makan malam dengannya sudah berada di balik piano di sudut ruangan mengenakan kaos lengan panjang berwarna hitam dan celana pendek berwarna putih dengan rambut yang diikat sebagian.

"Emm.. bisakah aku mendapat penjelasan tentang konsep malam ini?" kedua tangannya diangkat setinggi bahu dengan telapak tangan yang menghadap atas, "Seingatku kau mengatakan 'santai'."

"Eung." Hanbyul masih belum berdiri dari kursi pianonya, sedikit tersenyum melihat bagaimana Jungkook memprotesnya. Terlihat lucu dan menggemaskan. "Ada kesalahan teknis dari manajer tempat ini."

Jungkook berjalan mendekat dengan dahi yang berkerut. Ada beberapa pertanyaan yang ingin dilontarkannya. Kemudian menopang sikunya di atas piano. "Jadi, apakah kau menyewa lantai ini dan meminta manajer cafe untuk mendekor tempat ini?"

"Tidak dan tidak."

"Apa maksudmu?" Jungkook semakin heran. Hanbyul memang sulit ditebak.

"Aku meminta manajer cafe untuk menyiapkan satu meja untuk malam ini. Namun dia memberiku satu lantai ini dan mendekor tempat ini." Hanbyul mengendikkan bahunya. Jemarinya masih bermain-main di atas tuts tanpa menekannya, hanya sentuhan kecil.

"Kau pasti mengeluarkan banyak uang untuk semua ini. Biarkan aku membayar separuhnya."

"Tidak perlu."

"Apa?" Jungkook semakin tidak mengerti. "Ah, apa karena kau berada di gedung yang sama, maka manajer kafe ini memberikannya secara cuma-cuma? Kau tidak bisa seperti ini, Hanbyul-ah. Kau tidak bisa sepeti itu, Byul. Mereka-"

"Sajangnim," Jungkook terdiam, ucpannya diinterupsi oleh seorang pelayan yang baru saja mengintip dari celah pintu. "apakah makanannya sudah bisa diantar?"

"Apa kau sudah lapar, Kook?" Hanbyul mendongak, menatap pria bengong dengan mulut yang sedikit terbuka di hadapannya.

"Be-belum terlalu..."

"Baiklah, mungkin bawakan kami hidangan pembukanya saja. Aku akan memberitahumu jika ada hal lain yang kami butuhkan," ujar Hanbyul pada si pelayan.

"Ne, sajangnim. Aku akan mengantarnya sepuluh menit lagi." Ujar si pelayan sebelum membungkuk dan berpamitan. Sementara Jungkook masih terlihat kebingungan.

Siapa yang dipanngil sajangnim? Menyapu seluruh ruangan dengan kedua matanya, Jungkook tidak menemukan siapa-siapa lagi. Hanya ada dirinya dan Hanbyul disini.

Tunggu! Jungkook membutuhkan penjelasan dari wanita ini.

"Sajangnim?" tanya Jungkook sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya, mencoba memastikan apakah tebakannya benar atau salah. "Kau pemilik tempat ini? Hei! Kenapa aku masih belum mengetahui banyak hal tentangmu?" protes Jungkook.

"Duduklah! Aku tahu ada banyak pertanyaan di kepalamu," Hanbyul menggeser tubuhnya, menepuk sisa ruang di kursi agar pria Jeon itu duduk di sampingnya. "Aku akan menjawab semua pertanyaanmu itu."

Jungkook menurut. Mendudukkan dirinya di sebelah Hanbyul. Membuatnya bisa mendium aroma segar yang lembut dari tubuh gadis di sampingnya.

"Aku memang pemilik tempat ini," ujarnya dengan jemari yang mulai memainkan sebuah lagu. "Secara teknis cafe ini milikku. Namun seseorang bernama Jung Jiwoo lah yang sudah bersusah payah membesarkan tempat ini."

"Tunggu.. jadi.. ah, ya.. aku paham."

Hanbyul tersenyum. Ia tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh pada Jungkook karena pria ini sepertinya sudah paham maksud ucapannya.

"Hei, Kook." Jungkook menoleh, namun debar di dadanya kini semakin cepat saat Jungkook menyadari jika dia berada sedekat ini dengan Hanbyul. Terlebih saat wanita itu ikut memalingkan wajahnya menghadap Jungkook. menatap dalam tepat di kedua matanya. Mungkin wajahnya sudah benar-benar memerah kali ini. "Aku dengar dari Halmeoni kalau kau pandai bernyanyi."

"A-apa kau sedang memintaku menyanyi?" Hanbyul mengangguk, dan Jungkook entah mengapa terlihat semakin gugup. "T-tapi sudah lama aku tidak melakukannya."

"Tidak masalah. Aku hanya ingin mendengar sedikit saja. Itupun kalau kau tidak keberatan."

"B-baiklah." Jungkook menghirup napas dalam.

No limit in the sky
That I won't fly for ya
No amount of tears in my eyes
That I won't cry for ya, oh no
With every breath that I take
I want you to share that air with me
There's no promise that I won't keep
I'll climb a mountain, there's none too steep

Hanbyul mulai menggerakkan jemarinya, memainkan nada untuk mengiringi suara madu Jungkook yang-jujur saja mengejutkannya. Ia tak menyangka jika pria yang menyanyi sambil menutup mata di sampingnya ini memiliki suara yang begitu lembut dan merdu. Ia terlihat sangat menikmati lagu ini.

When it comes to you, there's no crime
Let's take both of our souls, and intertwine
When it comes to you, don't be blind
Watch me speak from my heart
When it comes to you, comes to you

Cupid ain't a lie
Arrow got your name on it, oh yeah
Don't miss out on a love
And regret yourself on it, oh
Open up your mind, clear your head
Ain't gotta wake up to an empty bed
Share my life, it's yours to keep
Now that I give to you all of me, oh
When it comes to you, there's no crime
Let's take both of our souls, and intertwine
When it comes to you, don't be blind
Watch me speak from my heart
When it comes to you, comes to you

It comes to you
It comes to you

"Wow!" Hanbyul menepuk tangannya. Terkesima dengan penampilan Jungkook barusan. "Kau tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi? Kau punya segalanya yang dibutuhkan. Suara emas, wajah yang tampan, tubuh yang proposional..."

"Apa aku baru saja mendengarmu memujiku, Byul?" tanya Jungkook. Menggoda Hanbyul dengan menggerak-gerakkan sebelah alisnya. Dan Jungkook masih bisa melihat rona kemerahan di pipi wanita yang baru saja melengos ini. "Hahaha. Menjadi seorang penyanyi adalah mimpiku, Byul. Setidaknya dulu." Jungkook memainkan tuts di hadapannya. Hanya sembarang dan acak.

"Lalu, kenapa kau tidak meraihnya?"

"Tidak ada yang akan melanjutkan bisnis Harabeoji jika aku meraih mimpiku." Jungkook tersenyum. Getir. Megingat cita-citanya yang tak akan pernah tersampaikan membuat dadanya sedikit sesak. "Kau tahu, menjadi satu-satunya penerus mengharuskanku melakukan banyak hal untuk mempertahankan bisnis keluarga."

Dan Hanbyul sedikit menyesal karena bertanya lebih jauh pada Jungkook. Karena Hanbyul tahu pasti bagaimana rasanya tidak bisa meraih mimpi demi menghidupkan mimpi orang lain. Hanbyul juga menjalani kehidupan seperti itu sekarang.

***
Halo, bagaimana dengan chapter ini?

Hanbyul dan Jungkook mulai deket nih, kira-kira siapa ya yang bakal jatuh cinta duluan?

Ada yang mau menebak jalan ceritanya?

Oiyaa... Jangan lupa vote dan komen yaa...
Sayang semuaa~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top