-14-

Hallo~ it's been a long time yaah~

Sorry for late update, tapi beneran, real life tidak memviarkan saia beristirahat belakangan ini huhu

Jadi, sowrry banget yaa buat yang nungguin,

Hope this chapter worth~

Jangan lupa votement yaa, makin rame makin semangat akunya entar, makin cepet update deh.... Hihihi

Hanbyul melangkah tergesa kala taksi yang mengantarnya tiba di depan Paradise Club. Perasaannya tidak tenang setelah mendapat pesan dari Hoseok tadi. Taehyung berada di dalam club sendirian bukanlah hal yang baik. Dan Hanbyul harus segera mendatanginya sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

Kedua matanya menajam, menelisik setiap sudut di lantai pertama yang temaram dan dipenuhi lautan manusia. Tidak ada, Hanbyul bahkan mengelilingi setiap meja untuk mencari saudaranya itu.

Tidak menyerah, Hanbyul mencoba berlari ke lantai atas. Dimana bar lebih tenang dengan iringan musik yang tak menghentak.

Itu dia!

Akhirnya Hanbyul menemukan Taehyung. Duduk sendirian di sudut ruangan dengan beberapa gelas dan botol di atas mejanya. Berbicara sendiri sambil memandang jauh langit malam dengan kepala yang bersandar pada kedua tangannya. Taehyung sudah sangat teler.

"Hei!" sapaan lembut Hanbyul membuat Taehyung tersenyum sambil menatapnya dengan kedua mata menyipit.

"Eoh... aku baru saja akan memanggilmu dan kau sudah disini?" Taehyung bertepuk tangan. "Daebak! Apakah ini yang dinamakan telepati antara saudara kembar? Hik..."

"Kau sudah selesai? Aku akan mengantarmu pulang."

"Ddaeng!!" Taehyung menggeleng-gelengkan kepalanya, jari telunjuknya bergerak di depan wajah. "Duduklah, Byul.. hehehe."

Hanbyul menurut, ia tidak menolak ataupun melawan saat Taehyung menarik lengannya untuk duduk di sebelahnya.

"Aku akan menemanimu selama setengah jam, setelah itu akau akan mengantarmu pulang!"

"Pulang? Ehehehe..." Taehyung terkekeh, "pulang kemana? Tidak ada tempat di dunia ini yang.. Hik–bisa kusebut dengan rumah..."

"Wanita yang ingin kujadikan rumah telah pergi meninggalkanku saat rumah lamaku kembali. Dan Hik– bangunan yang kutempati selama ini rasanya tak pantas disebut rumah lagi... Hik– dulu saat kembarnaku pergi, aku benar-benar menderita. Merasakan sakit yang membuatku membencinya... Hik– tapi aku selalu merindukannya, aku selalu senang saat melihatnya kembali... Hik– meskipun aku tidak pandai mengungkapkan perasaanku padanya, tapiii.. Hik– aku yakin dia tahu jika aku sangat menyayanginya. Jangan katakan padanya, yaa... Hik–."

Tangan Hanbyul segera merebut gelas yang bergerak menuju mulut Taehyung, mencegah pria yang sudah terlalu mabuk ini untuk berhenti minum.

"Aah.. Waee?"

"Kau sudah terlalu mabuk, Tae."

"Siapa kau berani Hik– beraninya melarangku?" Taehyung berusaha merebut kembali gelasnya, namun gagal dan hampir terjatuh jika saja Hanbyul tidak segera menangkapnya.

"Naega Kim Hanbyul," ujar Hanbyul sambil membantu Taehyung kembali duduk. Pria itu tiba-tiba memasang wajah terkejutnya, menempatkan tangan kanan di depan mulutnya yang terbuka.

"Waaah! Byuull... Hik– baru saja aku membicarakanmu bersama orang lain. Bogoshipeo!!" Taehyung bergerak cepat untuk memeluk wanita di sebelahnya, menghirup aroma vanila dan cirus yang menguar, begitu menenangkan dan menyegarkan dalam waktu bersamaan. "Jangan pergi lagi ya... Hik– ak- aku.. aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain dirimu... hiks hiks..."

Hanbyul meletakkan gelas yang masih berada di tangannya, kemudian mendorong Taehyung yang masih memeluknya erat. "Lihat aku, Tae," ujar Hanbyul dengan jemari yang bergerak untuk menghapus air mata pria di sebelahnya. "Maaf jika pernah meninggalkanmu. Aku tidak bermaksud jahat," ditangkupnya wajah Taehyung yang masih terisak. "Semua ini kulakukan demi kebaikan kita."

"Kim Hanbyul?"

*****

Jimin mengamati pesawat yang ditumpangi Eunsoo hingga pesawat itu berada jauh di atas langit, meninggalkannya yang masih terdiam di dalam mobil yang terparkir tak jauh dari bandara. Tadi sebenarnya Jimin berharap jika Taehyung akan datang. setidaknya mengucapkan salam perpisahan pada Eunsoo. Tapi nyatanya pria itu bahkan tidak mengangkat panggilan teleponnya.

Jimin merasa lebih kecewa padanya. Ya, Jimin pikir mungkin jika Taehyung datang, setidaknya kekesalan dan kekecewaannya sedikit berkurang.

"Brengsek!" Jimin tidak suka dengan perasaan seperti ini.

Drrt!

Drrt!

Drrt!

Ponsel yang bergetar dengan nama Jungkook yang muncul di permukaan layar, membuat Jimin segera mengangkat panggilan itu.

"Yoboseyo, Jung?"

"Hai. Kau ada waktu malam ini? Aku butuh seorang teman."

"Baiklah, sepertinya aku juga sedang membutuhkan seorang teman. Kita bertemu di Paradise setengah jam lagi."

Jalanan yang lancar membuat perjalanan Jimin dari bandara menuju Paradise Club tidak memakan banyak waktu. Ia sampai di sana lebih awal dari jam perkiraan. Lantai dua menjadi tujuan Jimin jika melihat bagaimana lantai pertama—dance floor—begitu riuh dan penuh dengan lautan manusia.

Kala menunggu minuman dan snacknya, kedua mata Jimin disuguhkan dengan pemandangan yang membuatnya muak. Sepasang wanita dan pria yang tengah berduaan di salah satu sudut ruangan ini membuat kekesalannya meningkat.

"Brengsek! Jadi ini alasanmu tidak mengangkat panggilanku, Kim?" gumam Jimin. Ia begitu kesal kala mendapati Taehyung yang tengah berduaan dengan wanita lain di bar. Pantas saja Taehyung tidak datang ke bandara meskipun Jimin sudah mengirimkan pesan padanya.

"Kenapa kau mengumpat, Jim?" pundak Jimin ditepuk. Seorang pria dengan jas hitam yang tersampir di pundanknya menduduki kursi di sebelah Jimin, menutup pandangannya dari sudut ruangan yang membuatnya kesal.

"Eoh, kau sudah datang rupanya." Jimin tersenyum pada teman dekatnya yang terlihat lesu ini. "Kau sendiri kenapa Jung?"

"Haah~" Jungkook menghela napasnya, "kencan pertamaku gagal, Jim."

"Mwo? B-bagaimana bisa begitu?"

"Yah, wanita yang dijodohkan denganku ini sepertinya sangat menyayangi saudara-saudaranya, Jim. Dia langsung pergi saat mendapat pesan jika saudaranya membutuhkannya." Jungkook menghela napasnya lagi, kemudian meneguk segelas bir milik Jimin. "Jujur saja, aku merasa kesal. Aku mencoba agar lebih dekat dengannya, mencoba agar kami bisa saling mengenal seperti apa yang diinginkannya. Tapi bagaimana bisa dia meninggalkanku seperti itu? Bahkan aku belum mengiris daging steak-ku!"

"Hei, Bung!" Jimin menepuk bahu Jungkook, untuk pertama kalinya Jimin melihat Jungkook sekesal ini setelah masalah dengan mantan kekasihnya dulu. "Wajar saja jika wanitamu itu mengutamakan saudara-saudaranya. Bukankah dia berada di posisi yang sama denganmu? Kalian sedang berada di tahap pendekatan, mungkin jika dia sudah benar-benar percaya padamu, kau akan berada di prioritas utamanya. Jangan lupa jika saat ini dia masih menjadi milik keluarganya."

"Tapi tetap saja aku merasa... iri? Entahlah! Mungkin karena aku tidak pernah memiliki seorang saudara atau apapun itu... aku tidak pernah merasakan kekhawatiran dan perasaan dibutuhkan sepertinya."

"Mungkin kau akan benar-benar merasakannya setelah kau jatuh hati padanya, Kook."

"Bisakah?" Jungkook menatap Jimin, mencari keyakinan disana. "Bisakah aku kembali membuka hati untuk wanita lain setelah semua yang terjadi padaku?"

"Tidak semua wanita sama, Kook," ujar Jimin. Ya, pria Park ini selalu menasihati Jungkook dengan kalimat yang sama. Mengingatkan pada pria—yang sepertinya memiliki trauma pada wanita—ini agar dia tidak menyamaratakan penilaiannya terhadap pada wanita.

Jungkook menggeleng sambil tersenyum, sudah tahu jika Jimin akan menasihatinya seperti ini. "Kau sendiri bagaimana, Jim? Sepertinya kau juga mendapat masalah?"

"Eung, aku juga sedang kesal, Kook." Tangan Jimin terkepal, kekesalannya berlipat kala mengingat Taehyung. "Kau ingat tentang masalah Eunsoo bukan? Tadi aku baru saja mengantarnya ke bandara. Dia pergi ke Kanada. Aku mencoba untuk menghubungi kekasih—maksudku mantan kekasihnya, setidaknya mereka bisa berpisah dengan baik-baik dan meninggalkan kesan yang baik pula. Tapi si brengsek ini tidak bisa dihubungi sedari tadi. Dan saat aku tiba di sini, aku justru melihatnya bersama wanita lain."

"Di sini?" tanya Jungkook sambil melihat sekitarnya. "Dimana?"

"Di belakangmu," ucap Jimin. Jungkook bisa mendengar jelas kemarahan pria Park ini. Bagi Jungkook, Jimin sangatlah menyeramkan jika sedang marah. Pokoknya sangat berkebalikan dengan sifat Jimin yang biasanya.

"Dima—Eoh, Hanbyul? Taehyung?" Jungkook mengeryit, mendapati Hanbyul yang tengah bersama Taehyung di salah satu sudut ruangan.

"Kau mengenal mereka?" tanya Jimin heran.

"Tentu saja. Sebentar, Jim." Pria berotot dengan postur tegap itu meninggalkan Jimin di kursinya, berjalan menghampiri wanita yang meninggalkannya di restoran tadi. Kekesalannya menghilang, tergantikan dengan rasa khawatir saat melihat bagaimana keadaan Taehyung.

"Kim Hanbyul?"

Kehadiran Jungkook membuat Hanbyul sedikit terkejut. Ia tidak menyangka jika sekarang Jungkook berada di tempat yang sama dengannya.

"A-apa yang terjadi?" tanya Jungkook khawatir.

"Eoh... Taehyung mabuk, dan aku—"

"Nuguya?" Taehyung mendongak, mencoba melihat siapa yang datang dengan pandangannya yang kabur.

"Jeon Jungkook, Tae," ujar Hanbyul.

Pria mabuk itu tiba-tia tersenyum lebar dan bertepuk tangan. "Jungkook-ssi, apa kau akan mengajak Hanbyul berkencan? Waah! Aku akan memanggilnya sebentar. Hanbyul-ah.... Byul~ Jungkook-ssi dat– emmph..." Hanbyul segera menutup mulut Taehyung dengan tangannya. Pria ini benar-benar menarik perhatian pengunjung bar.

"Sepertinya aku harus benar-benar membawamu pulang, Tae."

"Ahh, waee? Shirreo!" Taehyung menolak, bibirnya mengerucut. Sebal. "Tidak ada siapa-siapa di sana, hanya ada Choi ahjumma... aku akan kesepian." Rengeknya, terdengar begitu menyedihkan. Namun apa yang dikatakan memang sepenuhnya benar. Tidak ada siapa-siapa di rumah. Dan taehyung tidak suka merasa kesepian.

"Kau sudah sangat mabuk, Tae. Aku akan menelpon taksi, tunggu sebentar."

"Bagaimana jika aku yang mengantar kalian?" tawar Jungkook saat Hanbyul mengambil ponselnya dari dalam tas. Ia bisa mendapati bagaimana ekspresi keterkejutan Hanbyul saat mendengar penawarannya.

"Ada masalah apa, Jung?" tanya Jimin. Pria itu tidak bisa menunggu terlalu lama, rasa penasaran yang tinggi membuatnya menghampiri Jungkook.

"Jimin?" Hanbyul mengeryit saat melihat Jimin menghampiri Jungkook. Tidak begitu terkejut karena ia bisa membaca situasi jika Jimin sudah mengenal Jungkook. dan pria Jeon itu sedikit kebingungan kala mengetahui jika Hanbyul mengenal sahabatnya.

"Jimin?" Taehyung mendongak kembali, mencari-cari si pemilik nama yang baru saja didengarnya. "Waah! Jimin-ah, kau juga disini? Aku benar-benar merindukanmu, ayo kita makan siang bersama!"

"Baiklah, sepertinya kita harus benar-benar membawa Taehyung pulang," ujar Jungkook. "Maaf, Jim. Aku harus mengantar mereka. Setelah itu aku akan menemanimu lag—"

"Bolehkah aku membantu? Dan sepertinya ada banyak hal yang harus kuketahui disini."

***

Waaa, ketemu Jimin manteman~ ihihi
Kira-kira gimana ya Jimin setelah tau semuanya?

Wait for the next chapter yaa~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top