05. Crystal Snow
Hai... Ada yang menunggu cerita ini? Ehehe
Btw, suka banget sama penampilang bangtan tadi.. huhu, gemas sekali pokoknyaa....
Apalagi waktu encore, mereka bener² gemesin... Huhu... Sampe bikin gabisa bobo :(
Menurut kalian gimana?
Btw, selamat membacaa....
Rumah besar berlantai dua dengan taman yang luas itu masih terlihat ramai di Minggu pagi. Jika dulu Kakek Kim bisa melihat cucu-cucunya bermain di taman ataupun kolam ikan dari balkonnya, sekarang ia melihat cucu-cucunya yang sudah beranjak dewasa tengah bercengkrama bersama di bawah pohon, beralaskan tikar dan dan ditemani petikan gitar dari cucu tertuanya, mereka terlihat begitu santai.
Kim Hyunjeong sengaja mengadakan acara keluarga seperti ini setiap tahunnya. Selain upacara peringatan kematian mendiang istrinya, pria yang sudah menginjak kepala delapan ini juga ingin memberikan istirahat bagi keluarganya. Ia menyadari, semakin bertumbuhnya anak-anak itu, mereka akan semakin sibuk dengan pekerjaan masing-masing, dan Kakek Kim tidak mau jika mereka terlupa akan keluarga karena kesibukan mereka.
"Harabeoji!"
Seorang wanita muda dengan rok putih sepanjang lutut dan kemeja hijau tua berjalan mendekat. Menyimpulkan sebuah senyum penuh arti saat mendudukkan dirinya di sebelah Kakek Kim.
"Kau akan pergi sekarang, Nona Kim?" Kakek Kim meletakkan cangkir tehnya di atas meja, dan si wanita muda segera menuangkan isi teko ke dalam cangkir Kakek Kim, "aku bahkan belum melihatmu berkumpul bersama mereka, Nona Kim."
"Semalam aku sudah mengobrol dengan Namjoon oppa dan Seokjin oppa, harabeoji." Nona Kim memandang empat orang pria dewasa yang kini tengah bercanda bersama di bawah sebuah pohon, "dan aku tidak mau membuat Taehyung merasa tidak nyaman dengan kehadiranku."
"Apa yang kau bicarakan, Kim Hanbyul? Seharunya kalian sudah terbiasa dengan kehadiran masing-masing bukan? Apa kalian belum berbaikan?"
Gadis itu mengangguk pelan.
"Sekarang sudah berbeda, harabeoji." Nona Kim, atau Kim Hanbyul menatap sosok Kim Taehyung dari jauh. Terlihat begitu ceria saat berkumpul bersama tiga cucu Kakek Kim yang lain, meski tak dipungkiri jika pria itu juga menunjukkan kesenduannya. "Terimakasih sudah menjaga Taehyung untukku, harabeoji."
"Tentu saja, Nona Kim. Kau tahu aku selalu menepati ucapanku, bukan?"
"Eung. Aku selalu percaya padamu, harabeoji." Hanbyul menghela napasnya, "dan karena aku sudah benar-benar kembali, kuharap harabeoji menepati janji lainnya padaku."
"Kau tahu jika aku tidak akan pernah bisa mengecewakanmu, Nona Kim. Aku sudah mengatur semuanya. Kau tenang saja, nikmati semuanya sesuai apa yang kau inginkan."
"Terimakasih, harabeoji."
"Eoh, aku punya sesuatu untukmu," Kakek Kim meraih sesuatu dari dalam saku jasnya. Sebuah kalung. Kristal biru dan berlian tersemat sebagai penghias liontinnya yang berbentuk salju, Crystal Snow Necklace. "Hanya diberikan kepada wanita-wanita yang pantas memakainya, dan kurasa kau memang pantas memakai ini, Nona Kim."
"Harabeoji, tapi ak- " Kakek Kim menggeleng. Ditariknya sebelah tangan Hanbyul dan meletakkan kalung itu di dalamnya.
"Kau pantas memakai ini, Nona Kim."
"Aku benar-benar berterimakasih padamu, harabeoji." Hanbyul menarik tangannya kembali, kemudian menatap benda berkilauan itu dengan mata berbinar. Hanya ada beberapa buah saja di dunia ini. Dan Hanbyul benar-benat beruntung bisa memilikinya.
Benar-benar cantik!
"Kau akan kembali?" tanya Kakek Kim setelah Hanbyul memasukkan kalung itu ke dalam tasnya.
"Ne. Ada hal yang harus kulakukan hari ini."
"Kau akan tetap mencari wanita itu?"
"Tentu saja, aku tidak akan pernah tenang sebelum bisa menemukannya, harabeoji."
Setelah berpamitan dengan Kakek Kim, Hanbyul segera turun menuju garasi. Menyiapkan mobilnya untuk pergi ke suatu tempat sebelum ia kembali ke Seoul. Setidaknya Hanbyul ingin kepulangannya kali ini membuahkan hasil. Ia tidak mau kecewa seperti dua tahun sebelumnya.
Hanbyul terkejut saat mendapati seseorang mengetuk kaca mobilnya dari luar. Kim Taehyung, dengan wajah tergesa-gesa dan panik.
"Ada apa, Tae?"
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Taehyung dengan suara husky-nya.
Hanbyul menatap jam yang melilit tangan kirinya sebelum kembali menghadap Taehyung. "Tidak sekarang, aku sedang terburu-buru."
"Kalau begitu, bisakah aku ikut kembali ke Seoul bersamamu?" tanya Taehyung sambil memalingkan wajahnya. Entah mengapa, ia masih belum bisa memandang Hanbyul seperti dulu.
"Aku tidak langsung ke Seoul, Tae. Dan kau akan kembali ke Seoul dalam tiga jam lagi."
"Tapi- "
"Maafkan aku, Tae. Aku harus segera pergi sekarang." Hanbyul tersenyum sebelum meninggalkan Taehyung sendirian.
Ya, selalu seperti ini. Taehyung tidak akan pernah menang dari Hanbyul. Jika dibandingkan wanita itu, Taehyung merasa dirinya terlalu kecil. Dia tak pernah punya kekuatan untuk memenangkan sesuatu di atas Hanbyul.
*****
Malam ini Park Jimin baru saja menyelesaikan jadwal piketnya. Setumpuk laporan sudah siap diserahkan pada Namjoon di atas meja kerjanya. Beberapa orang staff rumah sakit mengatakan jika Namjoon sudah tiba di rumah sakit beberapa jam lalu, itu artinya Jimin bisa menyerahkan laporan pekerjaanya tiga hari ini.
"Permisi, sunbaenim, aku ingin menyerahk- heol!" Jimin masuk ke dalm ruangan Namjoon, tanpa mengetahui apa yang sedang Namjoon lakukan di dalam bersama dengan seorang wanita.
"Eoh, Jim." Namjoon segera menghampiri Jimin yang terpaku di ambang pintu, "kebetulan sekali kau datang. Aku membutuhkan bantuanmu."
Namjoon segera menarik Jimin, membawanya pada wanita yang kini tengah duduk memunggunginya di atas ranjang. Selimut tipis menutup sebagian atas tubuhnya.
"Aku tidak berani menjahit lukanya, Jim. Kulitnya sangat berharga, bisa kau menjahitkan lukanya untukku?"
"N-ne, sunbae," dengan cekatan, Jimin segera mensterilkan kedua tangannya sebelum memasang sarung tangan lateks. Ketrampilan Jimin dalam menjahit luka memang diakui menjadi yang paling rapi. Tidak salah jika Namjoon memintanya menjadi rekan satu tim di ruang bedah. Jimin selalu melakukan pekerjaannya dengan baik.
"Aku akan membersihkan lukamu terlebih dahulu. Tolong tahan sebentar jika terasa sakit," ujar Jimin. Si wanita mengangguk tanpa membuka matanya, sepertinya menahan perih yang mulai menjalar pada luka melintang di lengan kirinya.
"Tenanglah, Oppa akan menemanimu disini." ujar Namjoon menenangkan.
"Aku akan memulainya," ujar Jimin. Si wanita mengangguk, masih dengan mata terpejam dan wajah yang menghadap ke arah lain, kemudian menggigit bibir bawahnya kala jarum bius menembus kulitnya. Dan entah bagaimana Jimin melihatnya begitu seksi.
"Huuh!" Jimin menghela satu napas pendek sebelum memulai pekerjaannya. Ia harus berkonsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaannya kini, apalagi setelah Namjoon bilang jika kulit wanita dengan aroma segar dan menenangkan ini sangat berharga. Jimin tidak boleh melakukan kesalahan dan membuat kecacatan.
"Jadi, bagaimana kau bisa mengenal Hoseok, Jim?" pertanyaan yang sedikit mengejutkan Jimin. Beruntung Jimin sudah selesai menutup jahitannya. "Kau tahu, tidak sembarang orang bisa mengenal Hoseok. Dan mendengar Hoseok menelpon untukmu tempo hari, rasa-rasanya kalian cukup dekat. Tapi, aku tidak pernah tahu jika Hoseok - ada apa Byul? "
Namjoon menghentikan ucapannya saat Hanbyul tiba-tiba berbalik untuk memandang Jimin. Dokter muda itu juga terkejut dengan bagaimana Hanbyul menatapnya.
"Wah, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu secepat ini, dokter Park." Hanbyul tersenyum, sementara Jimin dan Namjoon masih terlihat kebingungan.
"K-kau mengenalku?"
"Tidak bisa dikatakan begitu, tapi kau bisa melihatnya nanti saat menemui Hoseok oppa."
Dan disinilah Jimin sekarang, sebuah pesta di ruang terbuka di gedung yang pernah ditinggalinya dulu selama semalam. Jimin dapat menemukan Hoseok juga di tempat ini. Dan di tempat inilah, Jimin mengetahui bagaimana Hanbyul menolongnya saat pingsan di jalan. Ya, cukup memalukan bagi Jimin kala menyadari bagaimana dirinya menabrakkan diri pada mobil Hanbyul.
"A-aku sangat berterimakasih padamu untuk malam itu, Hanbyul-ssi. Dan aku benar-benar minta maaf jika aku melakukan sesuatu yang kurang menyenangkan saat aku mabuk," ujar Jimin malu-malu.
"Eung. Aku juga mengharapkan permintaan maafmu itu, Jimin-ssi."
Kedua mata Jimin membola kala mendengar ucapan Hanbyul. Apakah ia sudah melakukan hal yang tidak-tidak waktu itu?
Astaga Park Jimin! Apa yang sudah kau lakukan?!
"Ahaha, kau terlihat lucu sekali saat panik." Hanbyul terkekeh pelan, membuat Jimin semakin kebingungan, "Santai saja, kau tidak melakukan hal-hal aneh saat mabuk. Dan aku juga berterimakasih karena kau telah menolongku, Jimin-ssi."
"Hei! Sekadar informasi saja, kalian seumuran." Namjoon menambahkan.
"Oh benarkah? Wah! Bolehkah aku memanggilmu Jimin saja? Kau bisa memanggilku Hanbyul. Atau Byul. Pasti menyenangkan memiliki teman sepertimu, Jim."
"Wah, yokshi! Amerika mengubah seorang Kim Hanbyul menjadi perayu ulung seperti ini." itu tadi Hoseok, menguping perbincangan antara Hanbyul dan Jimin lalu mendatangi mereka.
"Aku hanya mencari teman, oppa." Hanbyul memutar bola matanya, "Kau mau menjadi temanku, 'kan Jim?"
"Pasti menyenangkan bisa berteman denganmu," kata Jimin dengan mata yang melengkungkan senyum.
"Kalau begitu, kau juga menjadi teman kami, Jim!" Hoseok merangkulkan lengannya pada Namjoon, "mungkin kau bisa memanggil kami, hyung mulai hari ini. Benar 'kan Namjoon?"
"Jimin sudah memanggilku hyung saat berada di luar rumah sakit, Hoseok-ah," jawab Namjoon. Hoseok dan Hanbyul tidak tahu saja jika dirinya dan Jimin sudah dekat sejak awal Namjoon memberikan bimbingan pada Jimin.
"Ayo kita kembali berpesta!!!" ujar Hoseok yang disoraki orang-orang di sekitarnya. Pria bermarga Jung itu memang selalu pandai dalam membawa suasana. Terlebih pembawaan Hoseok yang ramah dan ceria, selalu mampu membuat siapa saja cepat akrab dengannya.
Setelah jam menunjuk angka sembilan, Hanbyul berpamitan pada semua orang di pesta. Ada hal mendadak yang harus dilakukan katanya. Sementara itu Jimin dan Namjoon masih bertahan di pesta karena besok mereka tidak memiliki jadwal pagi. Ya, mungkin satu atau dua jam lagi mereka kan pulang. Bagaimanapun juga Namjoon dan Jimin harus tetap menjaga tubuh mereka agar tetap prima.
Namun belum satetengah jam berlalu, Namjoon sudah harus pergi. Ada hal mendadak juga yang harus dilakukannya. Dan Jimin, ia memilih untuk bertahan sebentar lagi, ia ingin mengenal teman barunya lebih dalam.
"Aku memiliki teman yang dulu bekerja di tempat ini, hyung," ujar Jimin pada Hoseok. Ia baru menyadari jika cafe tempatnya berpesta malam ini adalah cafe yang sama dengan tempat kerja Eunsoo dulu.
"Jinjjayo?"
"Eung, tapi dia sudah bekerja di tempat lain. Mengejar cita-citanya, hyung." Jimin tersenyum bangga, mengingat bagaimana sahabatnya yang kini lebih dekat dengan mimpinya.
"Kau tahu, Jim, aku sempat mengira jika cafe ini memiliki kekuatan sihir," ucapHoseok yang membuat kening Jimin berkerut, "setiap pegawai yang keluar dari tempat ini, mereka selalu menemukan cita-cita mereka. Entah cafe ini atau Hanbyul yang membawa sihir, tapi aku merasa semua ini penuh keajaiban."
"Eoh, benarkah?"
"Ya. Percaya atau tidak, dulu aku hampir menyerah dengan musik. Dan beberapa bulan setelah aku bekerja di cafe Hanbyul, aku diterima di salah satu agensi ternama sebagai seorang produser. Bisa dikatakan jika aku juga mendapatkan sihir itu, Jim." Cerita Hoseok, mengenang masa lalunya dulu.
"Wah! Daebak! Aku jadi merasa jika Hanbyul bukanlah wanita biasa, hyung." Ujar Jimin terkagum.
"Ya, dia memang bukan wanita biasa Jim. Dia wanita sempurna yang sudah ditempa kerasnya hidup, wanita yang penuh keberuntungan dan tak pernah lupa akan rumahnya. Kau bisa menilainya sendiri saat kau mengenalnya nanti, Jim - Eoh Yoongi, hyung?"
Hoseok segera berdiri meninggalkan Jimin. Menghampiri seorang lelaki berkulit seputih susu dengan rambut keabu-abuan yang tingginya tak jauh berbeda dari Jimin. Pembawaannya tak begitu ramah, sangat berbeda dengan Hoseok. Tapi jika ditilik lebih jauh, sepertinya pria itu tidak begitu asing bagi Jimin.
Siapa tadi namanya? Yoongi?
Ya, jika tidak salah, maka pria yang tengah berbicara serius dengan Hoseok itu mungkin adalah sepupu jauh dari Jeon Jungkook. Jungkook pernah beberpa kali menceritakan tentang Yoongi padannya. Dan beberapa kali Jimin melihat pria itu berada di rumah sakit tempatnya bekerja. Menemui seorang dokter wanita yang mengawali kariernya di Kimsan bersamaan dengan dirinya dan Taehyung.
*****
Yoongi muncul niih,
Member BTS udah muncul semua yaa berarti...
Jangan lupa vote dan komen yaa
Kiss kiss,
~cill
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top