Bab 35

Halo semuanya. Senangnya bisa menyapa kalian di sini lagi hari ini.

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Helena dan Trey bisa dikenal lebih banyak orang💛💛💛

A/n: Aku ada cerita baru nih, sudah ada dua bab awal di sana yang bisa kamu bacaa. Aku kasih blurbnya di sini yaaa;

Untuk ceritanya sendiri kamu bisa temukan di profil aku work kedua! Jangan lupa buat dibaca dan beri dukungan sebanyak mungkin😍😍🙏

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

*****

JASON SUDAH keluar dari kamarnya—dan perhatian Helena kembali pada kotak pemberian Trey. Dia lantas mengambilnya dari meja belajar, meletakkan di atas ranjang, lalu membukanya. "Ini ... boneka?" Helena mengambil boneka berbentuk beruang itu dan menemukan secarik kertas di dalam kotaknya. "Tarik bagian kepalanya ke belakang dan dengarkan suaranya."

Setelah membacanya, Helena mengikuti instruksi di sana. Dia mulai menarik kepala boneka itu ke belakang sampai menyembul sebuah kotak kecil. Ada bulatan besar di bagian tengah, yang Helena tebak sebagai tombol mengaktifkan suaranya. Dan, benar saja, ketika Helena menekannya terdengar sebuah dehaman Trey.

"Hai, ketika kamu mendengar suara ini, artinya si Teddy sudah menjalankan tugasnya dengan sempurna. Aku tidak akan memaksa kamu untuk menyimpan boneka ini, tapi tolong dengarkan ucapan aku sampai selesai, ya? Janji, tidak akan lama." Tawa kecil Trey menjadi suara terakhir sebelum hening berada di sana. Namun, tidak lama, Trey melanjutkan, "Helena, how have you been? Kamu baik-baik saja atau ada hal yang mengganggu kamu belakangan ini? Kalau kamu sedang tidak baik-baik saja, aku harap bukan karena aku, ya. But, let me apologize if it was. Sorry.... Sorry...."

Belakangan ini sebenarnya tidak ada yang mengganggu pikiran Helena. Dia masih bisa beraktivitas seperti biasanya tanpa kepikiran satu atau dua hal. Dan masalah Helena masih menjaga jarak dari Trey bukan karena kesalahan lelaki itu sulit dimaafkan, tetapi Helena hanya butuh ruang lebih untuk dirinya sendiri—yang entah sampai kapan.

"Dan, Helena, sudah berapa lama, ya, kita seperti ini? Tujuh hari? Delapan? Sembilan? Atau ... hari ini sudah terhitung dua minggu? Jujur, aku kangen kamu dan pengin banget datangin kamu semau aku seperti dulu. Tapi, aku tahu aku tidak bisa karena kamu tidak menginginkannya," ungkap Trey. "Helena, apa ini sudah cukup? Atau kamu masih butuh waktu lebih lama lagi? Tidak apa-apa, take your time. Aku bakal menerima semua keputusan kamu meski sejujurnya sulit buat aku. Lagian, dunia itu bukan cuma tentang aku. Jadi, aku tidak bisa mementingkan diri sendiri sampai melupakan keinginan orang lain. Dan mungkin saja ini yang terbaik untuk kita saat ini."

Ya, ini juga yang selalu dipikirkan Helena. Sekarang yang mereka butuhkan hanyalah jarak dan waktu.

Kali ini bukan tawa yang Helena dengar dari Trey, melainkan sebuah tarikan napas berat. "Harapan aku masih sama, tolong maafin aku. Beri aku satu kesempatan lagi buat memperbaiki semua ini."

Lalu, hening menguasai keadaan lagi. Helena mendadak bungkam, tangannya berubah gemetar yang membuat boneka itu terlepas dari genggamannya. Dan seketika rasa sesak menghuni dada Helena, membuatnya tidak kuasa menahan isak tangis.

Entah untuk apa....

***

Helena merasa kesialan datang hari ini. Pagi tadi, dia memutuskan untuk tidak bawa mobil karena malas menyetir. Lalu, memutuskan untuk pulang agak telat karena mau baca-baca sebentar di perpustakaan sampai menolak ajakan Megan buat pulang bareng. Namun, saat ingin menuju halte, Helena tiba-tiba saja diserang guyuran hujan deras yang membuatnya basah.

"Ya ampun...." Dengan segera Helena menaruh tasnya di kursi panjang halte lalu mengecek keadaan bukunya. "Ini kenapa baru keguyur sedikit, tapi bukunya langsung basah sih? Ini emang karena ujannya gede atau tasnya aku yang bahannya jelek? Kalau gini, kan, repot. Bukunya basah, mau nggak mau aku harus setrika!"

Helena mendesah jengkel, mengambil ponselnya untuk memesan taksi. Namun, petir yang tiba-tiba datang dengan suaranya yang keras sontak mengurungkan niat Helena. Dia lantas memasukkan lagi ponselnya karena ketakutan. Badannya menggigil kedinginan. Lihat? Kalau sudah begini Helena bisa apa selain menunggu? Coba saja dari awal dia tidak sok-sokan malas bawa mobil, mungkin sekarang dia sedang dalam perjalanan pulang dan siap leyeh-leyeh di ranjangnya yang empuk. Bukannya kursi halte!

Ketika Helena tengah merapalkan doa biar hujannya cepat reda, datanglah sebuah mobil. Sorotan lampunya buat Helena silau sehingga dia menutupi matanya dengan lengan. Tidak lama, mesin mobil itu mati dan Helena menyadari bahwa mobil itu milik Trey. Dan benar saja, lelaki itu tengah berlari—dengan jas menutupi kepala—ke arah Helena sembari berteriak, "Biar aku antarkan kamu pulang, ya? Hujannya masih deras dan belum ada kepastian kapan reda. Kamu bisa kelamaan menunggu di sini!"

Soal itu, Helena tidak membantahnya karena bisa saja hujan ini bakal berlanjut sampai malam. Masa iya dia menunggu di sini terus? Lalu, apa Helena harus menerima tawaran Trey?

Gelengan dari Helena buat Trey mendesah. "Helena, biarkan sekali ini saja aku bantu kamu. Ya?"

"Makasih buat tawarannya, tapi aku nggak bisa," tolak Helena. "Aku cuma perlu nunggu di sini bentar lagi."

"Kamu gila?" Mungkin karena frustrasi, Trey berteriak, "Gimana bisa kamu di sini sendiri sedangkan hujannya berpetir seperti ini?"

"Petir nggak buat aku gimana-gimana. Aku juga udah biasa gini, kok."

"Tolong, jangan buat aku semakin merasa bersalah karena tidak mengantar kamu pulang." Trey menarik napasnya dalam-dalam. "Oke, aku mengerti kalau kamu masih belum mau menemuiku. Dan satu bulan ini buat kamu masih belum cukup. Tapi, ayolah, terima tawaran aku pulang bersama. Aku begini juga semata-mata bantu kamu, bukan karena yang lain."

"Aku ... tetap nggak bisa."

"Helena...."

"Tinggalin aku."

Trey mengerang, merasa bingung harus bersikap bagaimana lagi. "Turunkan sedikit sifat keras kepala kamu, Helena. Plis."

Dari sekian banyak kalimat di Bumi, mengapa Trey memilih itu? Helena sudah cukup berkompromi dengan dirinya sendiri untuk bersabar menghadapi Trey begini dan bukannya kabur menghindar, tetapi mengapa laki-laki itu selalu menyulut emosinya meski tidak sadar? Helena mendengkus kesal. "Harusnya kamu introspeksi siapa yang keras kepala di sini?"

"Oke, got it! Aku yang super-duper keras kepala!" balas Trey mengalah. "Sekarang, ikut aku masuk mobil dan biarkan aku mengantar kamu pulang!"

***

"Helena, kalau sekiranya ini terkesan memaksa, maafin ya." Setelah menaruh jasnya yang basah ke jok belakang, Trey menepuk-nepuk celananya. "Aku tidak punya pilihan lain."

"Aku tahu."

"Helena...." Sahutan Trey tidak berbalas, Helena masih setia memandangi jalanan yang masih diguyur hujan melalui jendela. Perempuan itu nampak cantik, tetapi sendu. Terlihat dekat, tetapi rasanya jauh. Trey semakin menyalahi dirinya sendiri karena sudah buat Helena begini. "Kamu ... sudah makan? Kalau belum, mau makan dulu saja sebelum pulang? Aku bisa cari restoran terdekat. Kebetulan aku juga belum makan."

"Pulang."

"Oh, oke." Trey merasa masih belum punya kesempatan. Dia mencengkeram kemudi mobilnya. "Dan, boleh aku tanya sesuatu ke kamu, Helena? Mungkin lebih dari satu pertanyaan, tapi tidak banyak."

Helena hanya memberi anggukan tipis sebagai respons. Dan itu sudah cukup buat Trey senang. "Sudah satu bulan sejak kita saling menjauh begini. Apa aku—"

"Ganti," potong Helena. "Ganti pertanyaannya."

"Helena...."

"Kali ini jangan maksa aku lagi, bisa?"

"Apa sesusah itu buat kamu memaafkanku?" Trey menarik napasnya. "Dan harus sampai kapan lagi kita tetap begini? Helena, kalau ada yang harus aku lakukan demi memperbaiki keadaan kita, bilang ke aku. Jangan begini terus."

"Kalau emang harus begini, mau gimana lagi?" Tidak sadar, Helena sudah tertawa. Bukan tawa untuk hal yang lucu, melainkan meratapi keadaan yang tengah dijalaninya sekarang. Kenapa semesta suka sekali menghadirkan kejadian di luar dugaan tanpa diberi peringatan di awal, sih? "Keadaan maksa kita buat saling menjaga jarak. Aku yang perlu menyayangi diri aku, dan kamu yang berusaha mengintrospeksi salah kamu di mana. Ngerti, kan?"

"Helena, aku tahu di mana kesalahan aku. Makanya, aku minta maaf ke kamu. Tapi, kenapa kamu tidak katakan saja apa yang harus aku lakukan biar tidak begini terus?"

Mungkin—dan bisa jadi ini satu-satunya cara. "Kamu berubah."

"Kalau begitu, temani aku melewati prosesnya. Biar kamu tahu sebagaimana aku berubah seperti yang kamu mau."

Kali ini, Helena menatap Trey. "Soal mengubah diri bukan untuk siapa dan mau gimana. Itu buat diri kamu sendiri."

"Ya, tapi apa harus dengan cara menjauhiku terus, Helena? Mengapa tidak yang lain? Mengapa harus ini—yang rasanya sangat sulit?" Menyadari akan ada balasan dari Helena, Trey lebih dulu mengangkat sebelah tangan untuk menyuruhnya diam. Dia belum selesai bicara. "Bohong banget kalau selama ini aku cuma diam dan tidak peduli. Setiap malam aku selalu teringat kamu. Aku selalu kepikiran buat ke rumah kamu atau lebih nekatnya memanjat lalu masuk diam-diam ke kamar kamu. Tapi, aku selalu menahan diri buat menghargai keputusan kamu. Kamu perlu waktu buat sendiri. Kamu tidak mau bertemu aku. Itu bukan yang maksud kamu perubahan? Kalau iya, aku jelas melakukannya demi kamu."

Helena masih diam.

"Kenapa kamu selalu menganggap aku jahat?" tanya Trey. "Kenapa kamu selalu menilai aku masih menjadi monster dengan temperamental buruk—yang memungkinkan melukai kamu kapan saja? Kamu minta aku introspeksi diri dan berubah, tapi kamu juga tidak mengizinkan aku buat menunjukkan perubahan itu ke kamu."

Dan Helena masih tidak mengizinkan dirinya sendiri untuk bicara. Untuk sekarang, cukup dengarkan.

"Oke, konteksnya di sini aku yang bersalah. Kamu udah melakukan apa pun demi minta maaf ke aku, tapi aku yang selalu menolak kamu. Aku selalu minta kamu pergi. Aku selalu nyakitin kamu dengan tuduhan dan sindiran tidak berdasar." Trey masih mendominasi pembicaraan. "Tapi, kamu tahu gimana yang aku rasakan sebenarnya? Tiap kali aku melakukannya, aku selalu merasa sedih. Aku suka kepikiran apa tindakanku berlebihan buat kamu atau tidak? Kenapa aku harus melakukan ini ke kamu? Kenapa aku begini? Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku harus sekecewa ini ketika kamu tidak bisa bertemu aku waktu itu? Aku seperti menyesali perbuatan diri aku sendiri, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa."

Helena siap membalas, tetapi tindakan Trey selanjutnya buat dia terbelalak. Trey membenturkan kepalanya beberapa kali ke kemudi. "Oh, God! Why do you have to be the one that I have feelings for? Why?" Lalu, dengan napas terengah dia melanjutkan, "I was imprisoned because of you. I love you, Helena."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top