Bab 3

Jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini, yaaa💛💛💛

Selamat baca!

*****

"JANGAN BIKIN telur mata sapinya melayang, Bang!" Sayangnya teriakan Helena itu terkabul dan berakhirlah telur itu terkapar di lantai. Helena melotot dan si pelaku hanya menutup mulut sambil mempraktekkan gestur terkejut ala perempuan. "Tuh, kan, beneran melayang!"

"Sori, sori!" Jason mematikan kompornya cepat. "Gue nggak sengaja buat ngelakuin itu. Asli!"

"Di mana bagian nggak sengajanya? Jelas-jelas kamu masaknya pakai gaya, terus telurnya ke atas, tangkapanmu nggak tepat, ya, jatuh!" sembur Helena. Aksi Jason yang begini malah membuat nafsu makannya turun. Tidak lama, Jason pun menawarkan untuk membuatkan telur mata sapi yang baru, tetapi Helena menolak. "Nggak perlu! Dengan Abang bertingkah aneh begitu, bikin aku kenyang!"

"Helena, gue serius buat tanggung jawabnya."

"Dan aku serius buat bilang 'nggak'-nya. Udah. Jangan ngomong apa pun lagi. Aku mau mandi!"

Semalam, Helena mendapatkan kabar bahwasanya Megan ingin bertemu Trey. Dia tahu kalau Megan berniat melakukan sesuatu, pasti langsung terobos tanpa peduli dengan risikonya.

Helena mengaktifkan ponselnya lagi. Seluruh pesan yang ia kirimkan pada Megan tidak mendapat balasan. Megan terakhir kali mengabarinya di pukul setengah delapan malam. Setelah itu lost contact. Helena mengembuskan napas panjang. Berusaha membebaskan rasa aneh yang merayap, menggerogoti ruas-ruas jiwanya.

Helena menaruh lagi ponselnya. Dia memilih untuk meneliti ruangan dan mulai membereskan satu-satu. Dimulai dari merapikan selimut yang tergeletak di bawah. Lalu, bekas kemasan chiki juga kaleng minuman. Belum lagi korden jendela yang belum dibuka. Dan Helena perlu mengernyit saat matahari sudah meneroboskan sinar tanpa permisi.

Tidak lama, terdengar bunyi ponselnya. Helena menemukan nama Megan sebagai pemanggil. "Halo, Megan? Kenapa kamu baru kasih aku kabar, sih? Semalam kamu kemana aja? Apa di sana kamu baik-baik aja? Dikasih makan nggak?"

"Aku bisa minta tolong ke kamu?"

"Ya?" Helena semakin cemas saat mendengar suara Megan yang parau. "Ngomong aja ke aku. Aku pasti bantu kamu, Meg."

"Cari apa pun obat buat pereda pusing. Asli, kepalaku ini berasa lagi diputar-putar. Aku ... aku nggak sanggup buat beli sendiri. Makanya aku minta tolong ke kamu. Maaf."

***

"Apa sih kamu? Nggak usah lagi ya pakai acara ngomong-ngomong terima kasih! Ini gunanya jadi sahabat!" Helena mendorong Megan lagi untuk tiduran.

Mendapati wajah Megan yang pucat dengan suara serak, hanya bisa membuat pikirannya bercokol jauh. Beragam hal buruk menyertai pikirannya—dan dia membutuhkan jawaban dari mulut Megan secara rinci. Sayangnya, Helena lebih dulu memendam semua itu karena kondisi Megan yang tidak memungkinkan.

"Aku bawain kamu bubur, dua roti, pisang, aspirin sama dua air mineral. Kamu mau makan dulu?" tawar Helena.

Megan yang masih merasa kepalanya berdenyut, hanya mengangguk kecil dan kembali terpejam. Helena beralih ke dapur mencari mangkuk. Beruntungnya perabotan di rumah Megan cukup lengkap.

Setelah ketemu, Helena menumpahkan bubur itu ke mangkuk. Dia juga mengambil gelas untuk wadah airnya nanti. Helena mendekati Megan. "Lihat keadaan kamu yang sekarang, bikin aku miris. Meg, aku suapin kamu, ya?"

"Nggak perlu. Aku bisa sendiri. Kamu udah—"

"Lebih baik sekarang kamu bersandar, bikin pikiran santai. Kamu cuma perlu buka mulut biar bubur ini masuk ke mulut kamu. Habis itu minum obat. Oke?"

Dan Helena berhasil atas itu. Megan berpasrah disuapi sahabatnya hingga bubur itu habis. Walaupun dengan fakta lainnya bahwa Megan perlu menahan mual di perut karena kekenyangan. Helena juga memberinya obat sembari menyodorkan minum. 

"Kamu mau tidur sekarang?" tanya Helena.

"Nggak perlu."

"Tapi kamu harus tidur, Meg." Helena hanya ingin Megan cepat membaik. Dia membantu membaringkan tubuh itu sembari tangan saling berpegangan. "Aku nggak tahu apa yang terjadi sama kamu sampai begini, tapi aku harap semuanya baik-baik aja."

Megan teringat kejadian semalam. Ini juga kesalahannya yang menyepelekan ucapan Helena. Semua keadaan bisa dibilang setengah-setengah. Tidak begitu buruk, dan tidak begitu baik. Megan ingat bagaimana kemarahan Trey. Tanpa sadar kepalanya menggeleng.

"Helena...."

"Kenapa?"

"Kamu mau dengar ceritaku?"

"Kalau kamu bersedia menceritakan," balas Helena lembut. "Aku nggak terlalu maksa kamu. Senyaman kamu aja."

Tidak ada yang perlu ia sembunyikan. Helena berhak tahu atas ini. Dengan embusan napas panjang, dia berkata, "Jadi begini...."

***

(Flashback malam itu)

"Trey, kumohon dengarkan aku. Aku bukan pelacur atau apa pun itu! Aku bukan perempuan apa pun yang kamu kira bisa diperalat untuk kesenangan!"

Trey tertawa sekeras mungkin. "Bukan pelacur kata kamu? Lalu apa gunanya selama ini kamu terus berada di lingkungan penuh sugar daddy Hanya sekadar berbincang? Makan? Tanpa hubungan seks, begitu? Jangan munafik kamu!"

"Tapi itu memang kenyataannya! Aku—kami, kami nggak pernah ngelakuin hal lain lebih dari kissing. Semua itu hanya pertemuan biasa, jauh dari skinship terlarang begini!"

"Munafik!" bentak Trey. "Karena apa kamu berani menolakku? Apa uang dariku kurang banyak? Jangan takut. Aku bisa bayar kamu lebih banyak dari mereka. Tiga kali lipat atau berapa pun itu. Walau sekadar servis mulut!"

"Tolong, Trey. Aku nggak bisa melakukannya. Berapa pun jumlah nominal yang kamu akan kasih, aku lebih milih untuk pergi dan batalkan semua ini. Kumohon...."

Tidak terduga, laki-laki itu berhenti mencengkeram dagunya. Megan berharap lebih banyak soal ini. Dia mau Trey bisa mundur dan memberinya kesempatan untuk pergi, dan dengan itu dia bisa bebas.

Rupanya semua itu terkabul. Trey mundur seraya menarik segala tetek-bengeknya hingga kembali berpakaian lengkap. "Apa jaminan kamu atas ini?"

Jaminan? Apa yang musti Megan jaminkan soal ini? "Tindakan kasarmu tadi bakal aku rahasiain. Semuanya aku anggap impas dan nggak pernah terjadi apa-apa."

"Apa aku bisa memegang janjimu itu, Megan?"

"Aku berani bertaruh apa saja. Asalkan aku bisa pergi dari sini. Sekarang."

"Well, lakukanlah."

Secepat kilat, Megan berdiri dan pergi. Mencari bar terdekat untuk ia melepaskan segala penat menyiksa dada. Semua itu sebanding dengan perlakuannya yang mabuk dan ketiduran di meja.

***

"Aku baru bisa pulang jam enam. Itu pun harus dibangunin."

Megan merasa pegangan Helena mengerat di tangannya. "Kamu ... kamu yakin cuma itu, Meg?"

Perlakuan Trey memang dibilang kasar, tetapi Megan juga perlu berterimakasih karena sudah dibiarkan untuk bebas. "Nggak sampai pemerkosaan."

"Ya ampun...." Helena berseru lega sambil memeluk Megan. Inilah yang dia tidak suka dari hobi baru sahabatnya. Semua bisa terjadi. Termasuk tindakan pelecehan. Apalagi fakta lainnya kalau pasangan kencan semalam adalah Trey. "Aku nggak bisa bayangin kalau kamu bakalan beneran ngelakuin."

"Aku nggak yakin bisa menghadapi semua itu. Mungkin aku udah trauma berat karena belum siap dari segi manapun."

"Jangan ngomong begitu. Aku nggak sanggup kalau kamu harus menderita kayak tadi. Janji ke aku kalau ini jadi pengalaman terakhir, ya? Nggak ada lagi kegiatan kencan buta, jalan-jalan, sugar daddy, apa pun itu."

Megan tersenyum tipis. "Untuk masalah sugar daddy ... aku nggak bisa jamin. Lihat aja nanti. Tapi buat belakangan ini, aku bisa menyanggupi."

Helena memelototi Megan. "Kenapa, sih, kamu malah hang over dan bukan langsung ke rumah? Jadinya pusing begini, kan? Makan tuh!"

"Pas itu pikiranku benar-benar buntu. Rasanya kayak seluruh badan aku gemetar, tapi di sisi lain aku bersyukur karena bisa keluar. Sekalinya yang ada di otak, aku malah mutusin buat nggak pulang ke rumah dulu. Istilahnya aku perlu nenangin diri."

Helena hanya mengangguk-angguk sambil berpikir. Semua cerita dari Megan menyurutkan ke satu titik. Trey jelas sudah melakukan hal buruk. Apalagi korbannya ini Megan. Sahabatnya. Belum lagi Trey sudah asal main menuduh kalau Megan perempuan murahan yang segalanya mengandalkan seks demi mendapatkan uang.

Dasar bajingan satu itu!

Helena tidak bisa diam saja. Kalau Trey bisa melakukan hal keji pada Megan, jangan harap laki-laki itu bisa bernapas bebas setelah ini. Setelah pergi dari kamar Megan dengan alasan ingin ke kamar mandi, Helena menelepon Alonzo.

"Ya, Helena?"

"Kak, maaf sebelumnya udah ganggu. Aku minta tolong untuk yang satu ini."

"Kenapa? Jangan sungkan begitu. Santai saja."

Helena menggigit bibirnya ragu. "Tapi ... tapi apa bisa dijamin semua ini rahasia? Aku nggak mau yang lain tahu soal ini. Termasuk kamu. Jangan kepo."

"Oke."

"Aku mau minta nomor Trey."

"Hah?"

"Iya. Trey Calson. Kamu pasti punya, kan?"

"Jangan! Maksud saya ... buat apa kamu berurusan dengan dia? Helena, dengarkan saya. Sebelumnya kamu sudah dengar kalau dia memang tidak baik, bukan? Apa lagi yang kamu mau? Seharusnya kalau ada apa-apa menyangkut Trey, kamu bisa lapor ke saya. Saya yang urus."

Alonzo ada benarnya. Namun, Helena rasa ini bukan keharusan untuk ia melibatkan orang lain. "Aku janji semuanya baik-baik aja. Semuanya bisa aku atur."

"Kamu janji kalau ada apa-apa bakal mengabari saya?"

"Janji."

Panggilan itu terputus. Hanya butuh beberapa menit sebelum pesan dari Alonzo datang. Nomor Trey Calson ada di sana. Helena langsung mengetikkan pesannya.

To: +6285321999XXX

Aku nggak perlu basa-basi lagi ke kamu. Kalau kamu bersedia, aku mau kita ketemu di cafe Hellium pukul tujuh nanti. Cuma sebentar. Kamu jangan takut soal kehilangan waktu.
Ini sangat penting.

- Helena Daralis Saudad.

Sekali lagi, Helena meyakinkan dirinya kalau ini tindakan yang benar.

Helena mondar-mandir karena gugup. Bahkan, detak jantungnya berdetak keras serasa menunggu hasil pemeriksaan medis. Tidak lama, satu pesan masuk ke ponselnya.

From: +6285321999XXX

Oke. Aku akan ke sana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top