Bab 16

Halo semuanya. Senangnya bisa menyapa kalian di sini lagi hari ini.

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Helena dan Trey bisa dikenal lebih banyak orang💛💛💛

A/n: Oh iya, warning. Sebagian bab ini area dewasa, yaa. Semisal kamu nggak suka dengan itu, bisa skip aja. Terus, isi bab ini juga lumayan panjang. Aku usahakan buat update BtR sesuai jadwal lagi ya: Selasa, Kamis, dan Minggu. Ditunggu ajaa🥰🥰

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

*****

"MEGAN! TUNGGU!" Helena berusaha mengejar langkah Megan yang tergesa-gesa. "Kamu nggak boleh bertindak gegabah gini! Meg, denger aku nggak, sih?"

"Apa?"

Helena menarik tangan Megan dan duduk di salah satu kursi panjang di depan perpustakaan. Megan terengah, dan terlihat marah dari raut mukanya yang memerah. Helena berakhir mendiamkan perempuan itu beberapa saat sambil sesekali memberi usapan halus ke paha Megan. Dia tahu Megan sekarang butuh ruang untuk menenangkan kepalanya dulu.

Lalu, tidak diduga, Megan pun menceritakan penyebab Isac berani bersikap begitu. Megan bilang, dia tidak sengaja bertemu dengan Isac di salah satu kawasan kelab di Jakarta. Karena ketahuan, Isac pun sempat panik takutnya Megan malah membeberkan hal itu ke sekolah. Mana lagi, Megan terlihat tidak acuh.

"Dan si Isac tiba-tiba ngancem aku," kata Megan. "Dia bakal buat aku menyesal. Dan, brengsek! Dia beneran melakukannya! Padahal, aku nggak berniat buat menyebar hal itu ke sekolah, loh! Lagian, ngapain juga, ya?"

Helena tidak bisa merespons apa-apa. Mendapati Isac berani melakukan hal itu padanya, entah mengapa malah membuatnya menurunkan nilai lebihnya pada Isac. Laki-laki itu berani menggampangkan soal hubungan, dan Helena tidak menyukai orang yang seperti itu.

"Helena?"

"Ya?"

"Maafin aku."

Helena menghela napasnya berat. "Kamu udah bilang kayak gini lebih dari lima kali. Belum cukup?"

Megan menunduk, menenggelamkan mukanya ke telapak tangan. "Aku merasa bersalah banget. Lagi-lagi aku libatin kamu buat kelakuanku."

"Shhh, nggak apa-apa. Aku ngerti posisi kamu, kok." Helena mendekat, membawa kepala Megan ke pelukannya. "Udah, ah, jangan nangis begini. Kita masih di sekolah, nih. Kamu nggak malu semisal dilihatin orang?"

"Hai, pulang bareng, yuk?"

Keduanya tertegun saat mendengar suara Isac. Helena lebih dulu berdiri dan memberi senyuman. Ketika ingin menjawab, tiba-tiba Megan bangkit berdiri dan menarik Isac dengan paksa. Laki-laki itu sedikit terhuyung karena tidak sigap. Helena berlari mengejar keduanya.

"Sialan!" Megan mendorong tubuh Isac ke dinding. "Kamu nggak seharusnya ngelakuin ini ke Helena!"

Helena sendiri bingung harus melakukan apa. Kalau membantu Isac, itu tidak mungkin. Sedangkan menarik Megan untuk pergi, dia juga tidak berhak melakukannya. Karena Megan punya hak untuk merasa tidak Terima terhadap perlakuan Isac. Helena menggigit bibirnya cemas-cemas sambil meneliti keadaan. Tidak ada yang boleh tahu soal perdebatan ini.

Isac tersenyum tipis. "Emangnya gue ngelakuin apa?"

"Jangan berlagak bodoh!" seru Megan. "Kalau lo punya masalah sama gue, jangan pernah libatkan Helena! Dia nggak ada urusannya!"

"Oh, jadi maksud lo skandal berduaan dengan Om-om di bar malam itu harus gue publish? Kalau begitu mau lo, well, gue nggak masalah. Palingan nama lo bakal jadi buruk karena berbuat mesum sama Om-om."

"Megan, tahan!" Helena menggenggam erat tangan Megan yang semula ingin memukul Isac.

"Sialan! Dari dulu gue nggak pernah suka sama lo!" Megan terengah. "Dan lihat, lo ini picik abis!"

"Loh? Seengaknya gue bukan lo yang diam-diam menghanyutkan." Isac tersenyum sinis. "Megan, apa, sih, yang sebenernya lo inginkan dari mereka? Duit? Kesenangan? Kenapa lo nekat banget sampe rela meninggalkan waktu lo sebagai pelajar. Nggak malu?"

"Then, shut the fuck up!" teriak Megan. "Itu bukan urusan lo!"

"Nggak ada yang bilang itu urusan gue juga," balas Isac. "Gue cuma pengen pacarin si Helena. Dan terkabul, kan, sekarang?"

Dia menatap Helena yang kini menatapnya. "Kalian ini sahabatan. Udah seharusnya saling bantu-membantu kalau salah satu di antara kalian ada yang kesusahan. Bukannya ini waktu yang pas?"

Karena tidak bisa menjawab apa-apa, Helena pun hanya bisa menelan ludahnya. Sedangkan Megan, dia menggeram. Isac seenaknya banget!

"Gue nggak sebodoh itu buat mengabaikan keberadaan Helena. Oh iya, lo nggak usah takut dia bakal kenapa-kenapa kalau berpacaran dengan gue. Gue nggak seliar itu buat mengabaikan seluruh batasan pacaran ala remaja." Melihat diamnya Megan, Isac jadi senang sendiri. Dia semakin merasa menang. Sembari maju selangkah, Isac memasukkan sebelah tangannya di saku celana, lalu menyingkirkan Megan agar dia bisa jalan. "Sayang."

"Sayang?" ulang Helena. "Siapa? Aku?"

"Siapa lagi? Kan, kamu yang jadi pacarku. Nggak masalah, kan, kalau aku nyebut kamu begitu?" Isac merangkul Helena, membuat tubuh perempuan itu seketika kaku. Dia menunduk untuk menghirup aroma rambut Helena. Wangi shampoo. "Kamu bawa mobil? Kalau nggak, kita pulang bareng aja, ya? Nanti kita cari makan dulu. Ya ... anggaplah buat merayakan hari jadian kita."

Helena menoleh ke Megan yang kini hanya diam, tetapi dia tahu kalau sahabatnya masih belum sepenuhnya tenang. "Megan, aku pulang duluan nggak apa-apa, ya?"

"Kamu bisa pulang sendirian. Nggak perlu sama dia."

"Tapi dia—"

Isac memotong, "Nggak usah kamu dengerin. Yuk, jangan lama-lama. Keburu sore."

***

Eleanor : Trey, bisa jemput aku sekarang di Plaza?

Membaca itu, Trey langsung mendengkus. Sialan. Tidak seharusnya Eleanor memintanya begini. Mereka cuma berinteraksi jika sebatas berhubungan badan. Selebihnya, menjadi asing adalah cara paling benar.

Merasa waktunya pas untuk pulang, Trey memasukan ponselnya ke saku celana. Dia membawa tasnya lalu menutup pintu. Dia juga menyapa Charles yang kebetulan lewat ingin pulang. Mereka berbincang ringan dari koridor sampai memasuki lift. Kemudian, menjurus ke topik soal penembakan beberapa hari lalu. Trey sudah mengurusnya dan mendapatkan satu bukti baru. Namun, bukti tersebut belum sepenuhnya kuat. Dia tidak boleh gegabah yang malah mengacaukan strateginya.

Petugas parkir mendekat dan menangkap lemparan kunci dari Trey. Trey sendiri menanti sesekali memainkan ponsel. Tidak sengaja dia menyaksikan nama Helena di daftar kontak. Setitik pemikiran muncul, apa dia harus mengirimkan pesan sekarang? Tetapi, buat apa? Menjahili Helena adalah hobi barunya—dan dia tidak bisa menyia-nyiakan semua itu.

Trey mengirimkan pesan untuk Helena.

Bagaimana dengan ciuman kedua, ketiga dan selanjutnya? Kamu bisa memberiku izin? Akan kubuktikan kalau ciumanku ini adiksi berat. Kamu hanya perlu menikmatinya.

Trey memasuki mobilnya setelah mengucapkan terima kasih. Satu pesan muncul, dia bergerak cepat membukanya dan mendesah lesu. Bukan dari Helena, tetapi dari Eleanor. Sedetik kemudian ia menggeleng, merutuki diri. Kenapa dia musti antusias mendapatkan balasan pesan dari Helena?

Hanya butuh waktu setengah jam sampai dia menyaksikan keberadaan Eleanor di ujung bangunan. Trey memberi tanda klakson beberapa kali sampai perempuan itu menyadari keberadaannya. Eleanor masuk dan menguraikan senyum. Trey hanya diam dan menjalankan mobilnya.

"Apa aku merepotkanmu?"

"Ya."

"Dasar tidak sopan! Diminta tolong segitu saja seperti kesusahan banget!" sembur Eleanor, bermaksud bercanda. "Kamu mau pulang juga?"

"Menurutmu?"

"Kalau mau, kita bisa mampir cari makan. Kamu pasti lapar juga, kan?"

"Tidak."

"Oh...." Eleanor menelan ludahnya. Tidak bisa berbuat apa-apa lagi kalau Trey sudah dingin begini.

"Dan ada maksud apa kamu meminta tolong begini? Tumben sekali," ujar Trey setelah beberapa saat hanya diam.

"Belakangan ini jadwal pemotretanku lumayan hectic. Biasanya aku dijemput dari pihak penyelenggara. Cuma kondisinya sekarang mereka lagi ada urusan, dan aku minta tolong karena aku terlalu lelah buat memesan taksi. Cukup antarkan saja aku ke apartemen."

Trey hanya mengiyakan dalam hati sampai dia memutar kemudinya masuk ke parkiran. Butuh waktu lima detik Trey menanti Eleanor turun. Perempuan itu merapikan rambutnya, menarik tasnya ke atas sebelum melepaskan kaitan safety belt. Tiba-tiba saja Trey mendapatkan sentuhan di bahunya. Ketika menoleh, dia mendapatkan ciuman dalam dari Eleanor.

Trey yang menyadari, buru-buru menarik kursinya sedikit mundur dan membawa Eleanor ke pangkuannya. Kalau hal ini yang dimaksudkan Eleanor untuk berterima kasih, Trey jelas tidak akan menolak. Digigitnya bibir perempuan itu hingga terbuka, lalu membiarkan lidahnya melesak masuk dan bergerak liar.

Eleanor makin mengerang, membawa tubuh mereka semakin merapat. Saat tangan Trey mulai bermigrasi ke tubuhnya, Eleanor hanya bisa mengerang sambil meremas rambut Trey.

Trey menarik diri hingga pergumulan itu terlepas. Lalu tiba-tiba saja menjambak rambut Eleanor hingga perempuan itu mendongak. Dia menciumi leher Eleanor secara basah dan intens. Trey menggigit kecil telinga Eleanor, membuat perempuan itu mendesah. "Oh, Trey!"

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Trey. "Katakan sekarang, atau kita tidak melakukannya sama sekali."

"Seks kilat!" Eleanor memejam saat merasa telunjuk Trey masuk menyelinap dari bawah. Dia merasa gerakan memutar sensual di sana yang membuatnya mengerang lagi. "Dengan kamu, sekarang, di sini. Plis...."

"Dasar jalang!" Trey mencari persediaan kontrasepsi yang biasa dia bawa di mobil, lalu memakainya. Eleanor membantunya melepas beberapa kancing kemeja, melepaskan dasi berlanjut ke resleting. Trey membiarkan perempuan itu terpancing gairahnya sendiri saat bergerak menjilati keringat di dadanya.

"Mau ini?" Trey membuat gerakan memutar di sekeliling ereksinya. Napas Eleanor kian memberat. "Kamu bisa jamin kasih aku kepuasan?"

Eleanor menepis tangan Trey dan mengambil ereksi itu. Dia mengulumnya beberapa saat ketika Trey memerintahkannya. Dan mereka sontak mengerang bersama saat penyatuan itu tiba. Eleanor mendongak dan mulai bergerak. Trey hanya membimbing dari bagian pinggang sembari memastikan mobilnya aman.
Eleanor merintih sembari menggigit bibir bawahnya. "Kamu besar."

"Lebih cepat!"

Eleanor menurutinya.

"Ugh! Fuck!" Dengan tidak sabar, Trey menaruh kedua kaki Eleanor lebih memanjang. Dia membawa ereksinya lebih dalam sambil memegang kuasa. Perempuan itu terentak lagi dan lagi. Semakin kuat. Jiwa mereka seakan melayang-layang. Dan Eleanor mengerang kencang saat Trey berhasil memberinya kepuasan. Trey melesakkan tubuhnya semakin dalam disusul pelepasannya tiba dengan gerungan panas.

Keduanya masih mengendalikan napas. Begitu Eleanor kembali ke tempatnya, Trey menyimpan bekas kontrasepsi itu ke tisu lalu dia buang di plastik.

"Mau mampir?"

Trey yang menyadari ada arti lain dari kalimat tadi pun menggeleng. Dia membetulkan lagi celananya sebelum berkata, "Keluar sekarang. Aku tidak butuh kamu lagi."

***

Trey tahu kalau dirinya bukanlah laki-laki baik, yang mempunyai hati seperti malaikat. Dia bajingan yang hobinya memainkan perasaan perempuan. Terlepas dari semua itu, Trey sangat menikmati gaya hidupnya. Karena buat apa dia menuntut sebuah hubungan, kalau pada dasarnya kesendirian tidak membuatnya merana? Dia sukses. Dia kaya. Dia juga tampan dan seksi. Bukankah itu sudah cukup menjadi alasan kalau Trey harus dikejar, bukan malah mengejar? Perempuanlah yang harus bertekuk lutut padanya, bukan sebaliknya!

Trey menghela napasnya. Kemacetan di depan membuat Trey terpaksa menunggu. Dia memutar lagu berharap otaknya bisa rileks. Lima belas menit dan keadaan masih sama. Mobil Trey tidak bergerak sama sekali.

Menengok ke kiri, Trey mendapati beberapa orang mulai berlarian. Apa yang sedang terjadi? Trey bertanya dalam hatinya. Lama-lama riuh makin menjadi. Trey terpancing untuk ikut turun dan mengikuti mereka.

"Ya ampun! Panggil ambulans!"

"Bawa motornya ke pinggir!"

"Carikan apa pun untuk pertolongan pertama!"

"Kecelakaan?" tanya Trey pada orang di sebelahnya.

Orang itu menjawab, "Iya, Pak, barusan."

Karena penasaran, Trey semakin maju membelah kerumunan. Begitu matanya menoleh ke bawah, dia hanya bisa melebarkan mata dan lupa caranya untuk bernapas.

Tidak. Jangan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top