Bab 15

Halo semuanya. Senangnya bisa menyapa kalian di sini lagi hari ini.

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Helena dan Trey bisa dikenal lebih banyak orang💛💛💛

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

*****

BOHONG KALAU Helena bilang dia sudah melupakan ciuman semalam. Karena nyatanya ... sulit sekali. Seperti ciuman itu membekas di ingatannya sampai buat dia sakit kepala. Oke. Anggaplah saja Helena terlalu berlebihan. Tetapi, mau bagaimana lagi? Itu ciuman pertamanya! Mana lagi, orang yang merebutnya adalah bajingan seperti Trey.

"Nggak!" Helena menggeleng. "Nggak!" Lalu, dia segera menyambar gelasnya, untuk menyeruput es jeruk di sana. "Aku harus tenang, oke? Aku pasti bisa."

Melihat semua kegundahan itu, Megan pun berdecak. "Kamu kenapa, sih?" tanyanya. "Kayak lagi banyak pikiran gitu."

"Meg?"

"Hm?"

Helena mendesah berat. "Aku bingung sama diriku sendiri."

"Kenapa, sih? Ada apa?" Megan agak memajukan wajahnya. "Cerita sama aku."

Apa Helena harus melakukannya? Tetapi, kalau begitu, bisa tidak bisa Helena harus membeberkan bahwa dia sudah melabrak Trey—dan dia terlibat dalam pertemuan-pertemuan lain dengan lelaki itu. Namun, Helena tidak punya cara lain kecuali membagi ceritanya kepada Megan daripada kepalanya berakhir seperti ingin meledak.

"Ini soal...." Dengan cemas, Helena menoleh ke Megan. "Trey."

"Hah? Trey?" Megan terlihat gugup, seperti masih belum terbiasa untuk mendengar nama Trey lagi. "Kenapa? Apa dia menyakiti kamu seperti ke aku? Plis, nggak, kan?"

"Megan...." Helena menyentuh satu tangan Megan sembari menggeleng. "Nggak, kok."

"Terus ... kenapa?"

"Aku kayaknya nggak pernah cerita ke kamu soal ini, ya?" kata Helena. "Aku pernah melabrak Trey."

Megan syok. "Apa? Helena, kenapa kamu harus melakukan itu, sih? Aku udah berjanji ke dia kalau kejadian itu aku anggap nggak pernah terjadi."

"Terus kamu biarin aku diam aja? Nggak bisa, Meg. Aku nggak bisa gitu." Helena mendesah pasrah. "Tapi setelah itu dia nggak mendekati kamu, kan, Meg?"

"Nggak, untungnya," balas Megan, dan Helena merasa lega saat itu juga. Biarlah dia yang kini bersangkutan dengan Trey, jangan sahabatnya. "Helena? Hei? Kenapa kamu diem lagi? Ada masalah?"

"Aku nggak tahu ini bisa disebut masalah atau bukan," kata Helena sembari mengedik. "Tapi sepertinya iya. Ini masalah. Masalah besar."

"Heh? Apa? Cerita ke aku sekarang," desak Megan. "Siapa tahu aku bisa bantu."

"Setelah kejadian pelabrakan itu, aku nggak pernah nyangka kalau harus berhadapan dengan Trey lagi dan lagi."

"Maksudnya?"

"Kami bertemu lebih dari sekali," kata Helena. "Dan dia menciumku semalam."

Megan hanya menganga tanpa kata yang keluar dari mulutnya.

***

"Heh! Heh! Ada apa? Kok, pada lari-lari gini, sih?" tanya Megan pada salah satu siswi yang ingin keluar kantin.

Siswi itu menatap Helena lalu berkata, "Loh? Kok, bisa kamu ada di sini? Bukannya Isac mau nembak kamu?"

Helena langsung membelalak. Nembak? Yang benar saja! Selama Helena tiga tahun bersekolah di sini, dia tidak pernah dekat dengan Isac. Selain Isac famous di barisan para siswa, Helena masih enggan menjatuhkan harga dirinya untuk mengejar seorang laki-laki. Biar saja dia mengagumi Isac dari jauh.

"Sialan!" umpat Megan. "Kenapa dia bisa nekat gini, sih?"

"Ya bisa, lah! Emangnya kalian nggak masuk grup angkatan? Semalam emang bahas planning-nya. Ah, mungkin Isac nggak mau Helena sampe tahu."

Lalu, siswi itu pergi dan Helena masih belum percaya apa yang telah didengarnya. Dia terduduk lemas dan kembali meminum es jeruk yang kini sudah hambar. Helena mendongak dan mendapati penghuni kantin mulai berbondong keluar.

"Kamu nggak perlu cemas, Helena. Semisal kamu nggak mau, aku bisa bilangin dia buat nggak seenaknya begini. Mentang-mentang dia beken di sekolah berhak ngelakuin apa aja gitu?" Megan berdecak tidak suka. "Gini nih, makanya aku nggak suka dia. Kamu terlalu baik buat dia tahu, nggak?"

"Megan, aku harus gimana?"

"Kamu mau gimana?" tanya Megan balik. Dia frustrasi sendiri. "Samperin dia gitu? Jadi pusat perhatian anak sekolah? Dih! Emang, ya, laki-laki ingusan jaman sekarang pada berpikiran pendek banget! Nggak mikirin risiko ditolak itu malunya gimana?"

"Aku harus ke sana!"

"Kamu yakin?"

Helena mengangguk. "Buat keputusan. Aku nggak mau masalah ini sampe bikin daftar baru di kepalaku."

"Dan apa jawaban di otakmu?"

Dan Helena juga tidak tahu untuk pastinya bagaimana. Walaupun dia menyukai Isac, bukan berarti segala hal yang dilakukan Isac bisa dia terima dengan lapang dada. Karena Helena selalu memakai prinsip untuk tidak terlalu memikirkan soal asmara. Belum waktunya. Dia hanya ingin fokus bersekolah, belajar, agar bisa diterima di Universitas impiannya.

"Meg," panggil Helena. "Kamu temani aku ya?"

Megan pun mengiyakan.

Lalu mereka keluar dari kantin. Sampai di luar, Helena sudah mendengar beberapa teriakan memanggil namanya. Semakin dekat, dia juga makin tahu kalau Isac sudah berada di atas podium yang biasa digunakan kepala sekolah untuk berpidato. Helena makin merasa napasnya berkurang. Dia berakhie terdiam di tengah lapangan dengan terengah. Megan menepuk bahunya kecil. Begitu mata Isac tertuju padanya, Helena melangkah lagi.

"Nah! Yang ditunggu akhirnya datang juga!" seru Isac. "Guys! Gimana perempuan ini? Udah pas buat jadi pacarku, kan?"

"Gila, sih! Cakep emang!"

"Pas, dong!"

"Aduh! Helena bikin aku iri deh!"

"Helena! Sama gue aja, yuk? Kita keliling kota sambil beli kerak telor. Mau?"

"Nggak! Cuma aku yang pantes!"

"Tunangan aja langsung sih!"

"Woi! Jadi cewek kok kegenitan banget?!"

Megan mengernyit jijik mendengar semua itu. Tanpa melepaskan pandangan permusuhan dari Isac, Megan maju. Dia sengaja lebih dekat dengan Helena bermaksud melindungi.

"Isac...." Untuk yang pertama kali, Helena memanggil nama laki-laki itu. Dia gelisah sendiri.

"Diam!" Isac berteriak pada penonton. "Ya, Helena?"

"Kamu ngelakuin ini—"

"Buat kamu," potong Isac dengan berbisik di telinga Helena. "Buat nembak kamu."

Ketika Isac menarik diri, barulah Helena bisa bernapas lega. Namun, tidak bertahan lama karena laki-laki itu sudah menarik tangannya. Memberi kecupan hangat. Penonton bersorak lagi.

"Aku emang belum kenal kamu lama, tapi satu hal yang harus kamu tahu. Sejak awal kita ketemu, aku udah merasa kamu itu sempurna. Kamu cantik, pintar, baik..." Isac berbicara, Helena menahan napasnya. "Dan aku selalu merasa serakah. Aku mau kamu jadi milikku. Jadi pacar aku. Baru sekarang nyaliku banyak. Aku menembakmu di sini. Di depan warga sekolah."

Lalu, Isac maju dan membisiki Helena lagi. "Terima aku sekarang. Jangan bikin aku malu." Dia memundurkan kepalanya sedikit sembari tersenyum. "Gimana? Kamu mau jadi pacar aku? Aku janji bakal bahagiain kamu."

Alih-alih langsung menjawab, Helena menatap Megan. Perempuan itu sedang menggeleng kuat. Namun, kalau menuruti kata Megan, bagaimana dengan Isac? Isac sudah memintanya untuk bekerja sama karena tidak ingin buat malu dirinya. Helena bimbang sekarang. Anehnya, dia merasa tidak bahagia ketika Isac mengajaknya berpacaran seperti ini. Padahal, Isac bisa dibilang gebetannya.

"Sac...."

"Hm?"

Helena menunduk, seperti tidak yakin dengan jawabannya. "Aku ... mau."

Dan dia membiarkan tubuhnya ditarik ke depan, masuk ke pelukan Isac. Helena belum bisa menelaah semuanya. Hal ini terlalu tiba-tiba dan berhasil membuatnya sakit kepala. Sadar Isac masih memeluknya, Helena pun perlahan membalas pelukan Isac. Hangat. Aroma Isac membuainya perlahan. Dia lebih membenamkan wajahnya ke dada laki-laki itu.

"Kerja bagus, Helena," bisik Isac di atas kepala Helena. Dia mengusap rambut perempuan itu berulang kali. "Nasib Megan udah aman."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top