Elinor: Kehidupan Liar Seorang Beruang

Changes without love are always nothing.

***

Cerminnya dia lempar. Raungan yang jauh lebih menggelegar kemudian mengisi ruangan. Evan berusaha untuk menenangkan Elinor, berkata bahwa siapa tahu mereka bisa menemukan solusinya.

Ketika Evan sedang panik dan berusaha menenangkan Elinor, di saat yang bersamaan, Phoebe hanya diam menatap di hadapan sebuah meja. Telinganya bergerak, mendengar derap langkah tak asing dari luar ruangan.

Benar, pintu dibuka secara kasar. Raja Fergus berdiri di ambang pintu dengan pedangnya yang tajam. Ia hendak bertanya apakah semuanya baik-baik saja ketika mendapati seekor beruang tengah menyerang Evan.

"EVAN, YA TUHAN!" seru Fergus penuh keterkejutan. Ia mencoba untuk melindungi Phoebe, tetapi sang putri ditarik Evan berdasarkan reaksi panik.

Beruang yang merupakan Elinor itu menyerobot Fergus, melarikan diri darinya. Evan dan Phoebe mengikuti---lebih tepatnya ditarik oleh sang tunangan.

Susah payah Fergus mengeluarkan suara paling kerasnya untuk menghentikan beruang itu keluar dari area istana dengan memerintahkan para pengawal menutup gerbang, tetapi mereka kurang cepat.

Saat gerbang telah tertutup setengah, beruang tersebut telah pergi menuju hutan. Sedangan Evan dan Phoebe tengah bersiap mengikuti dengan menunggangi kuda-kuda mereka.

Phoebe memimpin, berkata ia tahu di mana gerbang untuk keluar tanpa diketahui oleh para penjaga dan prajurit. Gerbang itu berada di belakang, di sebelah kiri, tertutup daun-daun kering dan tanaman merambat.

Jalanannya hanya tanah, tidak seperti wilayah kerajaan lain yang tertutup bebatuan. Kuda-kuda mereka berlari gesit, mengikutu ekor si beruang menuju hutan.

Mereka melewati batu-batu menjulang tinggi di atas bukit, bertemu lagi dengan bunga-bunga bercahaya kemudian berhenti ketika cahaya rembulan tak lagi menembus dedaunan.

Elinor, seorang ratu yang kini menjelma sebagai beruang terlihat kebingungan. Kedua maniknya masih terlihat seperti milik manusia, alisnya berkerut, seolah dia sangat gelisah.

Anak gadis sang ratu kini turun daei kuda putih yang ditungganginya. Ia mendekat, senyumannya yang tipis tidak lagi menghiasi wajah cantik tersebut. Tangan kanannya mengusap rambut-rambut sang ibu lembut.

"Tenanglah, Ibu."

Elinor meraung. Dia terlihat kesal, frustrasi, sedih, kebingungan. Tak ada yang dapat menjelaskan setiap kata yang ia raungkan, tetapi kedua remaja berdarah bangsawan di hadapannya tahu bahwa Elinor sedang mengatakan ia tidak bisa tenang.

Sesuatu yang aneh terjadi, seorang manusia berubah menjadi beruang setelah memakan kue tart. Bukankah kedengarannya seperti cerita fiksi?

"Yang Mulia, maafkan saya. Saya tidak tahu apa yang ada dalam kue tart itu, atau apa yang digunakan sebagai bahan pembuatannya." Evan membungkuk. "Akan tetapi, mungkin sang penjual dapat memberikan penawarnya mengingat dia yang membuat kue tersebut."

Lagi, raungan-raungan tak jelas diucapkan Elinor. Evan hanya mengangguk, kemudian berpikir sejenak. Bulan masih berada di langit, matahari tengah bekerja di bumi bagian lain.

Tentu, mereka dapat melihat bunga bersinar biru dari sana. Namun, tak dapat dipungkiri berkeliaran dalam hutan pada malam hari bukan merupakan pilihan yang bijak. Siapa yang tahu bahaya apa yang tengah menunggu mereka di dalam sana?

"Ini sudah malam," Evan menatap ke atas, berharap dapat melihat cahaya rembulan menerobos dedaunan yang lebat, "sebaiknya kita rehat saja dulu."

Elinor meraung.

"Kami tidak mengerti apa yang Ibu katakan," Phoebe berbalik lalu mengambil beberapa ranting yang telah terjatuh, "tetapi kujamin kami tak akan meninggalkanmu sendiri."

Sang pangeran yang tak sengaja terseret dalam masalah itu mengangguk, ikut memungut beberapa dedaunan yang gugur. Daun-daun itu akan menjadi alas mereka untuk bermalam, sedang ranting-ranting yang dikumpulkan oleh Phoebe mereka gunakan sebagai penerangan.

Sayangnya, mereka tak bisa terlalu lama menyalakan api unggun. Asap yang berasal dari sana pasti akan menarik perhatian para penjaga yang kini tengah mencari mereka.

Semilir angin menemani, menusuk kulit sebab menggigil. Sahutan burung hantu terdengar, menyapa pemdengaran mereka malam itu. Untuk kali pertamanya, ketiga bangsawan terhormat kini tidur di atas tanah beralaskan dedaunan.

***

Suara daun-daun kering terinjak membangunkan Phoebe. Ia terduduk, ajaibnya rambut pangjang kelam milik samg putri masih terlihat rapi. Evan menggesek mata kirinya, menguap sesekali.

Tampak di hadapan mereka seekor beruang yang telah duduk di atas batu. Kelihatannya, ia telah susah payah menyusun bebatuan itu menyerupai kursi serta meja makan pada umumnya. Tidak ada piring, tetapi batu tipis yang entah dia temukan di mana menjadi alas makanan pagi itu.

Evan berdiri tepat di samping Elinor yang sedang menyuapi dirinya dengan anggun menggunakan cakar-cakar beruang.

Sang putri menghampiri, menelisik buah yang ada di atas batu. "Apakah Ibu yang memetik buah-buah ini?"

Elinor mengangguk pelan. Senyuman tercipta pada moncongnya, ia menyodorkan sarapan yang dipetik seorang diri.

"Apakah ini buah yang ada di semak sebelah sungai di sana?"

Elinor kembali mengangguk seraya melahap satu butir buah petikannya. Phoebe tersenyum simpul, mendorong sepiring buah petikan sang ibu. "Itu beracun."

Panik mendengar informasi mendadak tersebut, Elinor kemudian menyemburkan buah yang masih dikunyahnya ke tanah.

Kedua tangannya membuat gestur, seolah bertanya di mana mereka harus mencari sarapan. Dengan senyuman simpul yang sama, Phoebe menunjuk sungai.

Mereka harus memburu ikan.

Enggan membasahi tubuhnya, Elinor sempat menolak. Phoebe mengedik, tak peduli dengan tolakan sang ibu. Dia berjalan, menerobos air. Tidak ragu walau gaunnya basah.

Ikan-ikan yang tengah berenang menghindari kaki Phoebe. Sang putri bergerak lincah ke kanan-kiri, kedua tangannya mencoba untuk menangkap satu ekor ikan walau gagal setiap kali mencoba.

Evan melintingkan lengan bajunya yang berwarna putih, kemudian melepaskan sarung tangan yang membalut kedua tangan. Ia melepas sepatu, bergabung dengan Phoebe untik menangkap ikan sebagai kudapan pagi hari itu.

Sang beruang yang tengah menyilangkan tangan di depan dada kini melirik dua anak bangsawan di sungai. Mereka tengah asyik berusaha menangkap ikan. Lincah, lelah, fokus. Kelihatannya menyenangkan.

"Ah, kamu berhasil!" seru Evan ketika Phoebe memegangi seekor ikan yang menggeliat dalam genggaman. Sang Putri Mahkota berjalan keluar sungai, melempar ikan tersebut ke tanah sekuat tenaga.

Berhasil, si ikan kini mati.

Dia kemudian berjalan mendekati api unggun mereka semalam, menyalakannya kembali. Setelah menyala, Phoebe mengambil ikan tangkapannya kemudian menyuci si ikan di air mengalir.

Diambilnya tangkai yang memiliki ujung tajam, ia tusuk ikan itu. Phoebe membuat dua tangkai lain untuk menyokong si ikan, memutar-mutarnya di atas api yang berkobar.

Phoebe memasak.

Tak lama setelah Phoebe mulai memasak hasil tangkapannya, Evan bergabung. Ia terduduk di samping, memuji Phoebe yang sudah menangkap ikan lebih dahulu.

Elinor menjilat moncongnya.

Dia mendengus pelan, mencoba menarik atensi Phoebe dan Evan. Berhasil, sang putri malah menggelengkan kepala bahkan sebelum dia mengatakan apa pun.

Telunjuk Putri Mahkota Kerajaan DunBroch mengarah ke sungai. Walau sepasang matanya tertutup rambut, Elinor dan Evan tahu betul Phoebe tengah menatap sang ibu.

"Tangkap sendiri, Ibu."

Memelas, memelas, dan memelas. Namun, tak satu pun dari percobaan Elinor yang bisa menggoyahkan hati Phoebe. Pada akhirnya, dia menyerah lalu memilih untuk berusaha menangkap makanannya sendiri.

Dia mencoba untuk berjinjit. Struktur kakinya yang kini telah berubah menyulitkan Elinor untuk melakukan itu. Pasrah, ia lalu berjalan lesu. Dengan enggan, tubuhnya membungkuk. Kedua tangannya mengimitasi gerakan Phoebe dan Evan saat menangkap ikan.

Evan mengerjap. "Apa itu baik-baik saja, membiarkan Ratu Elinor bekerja sendiri?"

"Kalau aku ingin Ibu mengerti mengapa kebebasan itu menyenangkan, dia harus merasakannya. Saat aku bebas nanti, tak ada pelayan maupun pengawal yang mengerjakan apa pun untukku."

"Ah, begitu .... Bagaimana dengan durasinya?" Evan menusuk ikan miliknya dengan sebuah ranting kokoh yang ia temukan.

Phoebe mengangkat ikan miliknya. "Durasi perubahan wujud Ibu? Aku tidak tahu."

Sang pangeran terkejut. "Lalu, bagaimana caranya kita tahu batas waktu Ratu sebelum jiwanya benar-benar beradaptasi dengan wujud beruang, seperti Mor'du?"

"Aku tidak tahu. Seingatku, Mor'du berubah menjadi beruang seutuhnya pada hari kedua dia disihir."

Sembari memutar ikannya, Evan menarik napas dalam. "Bukannya itu artinya besok?"

Phoebe mengangguk tanpa menatap sang tunangan. Tidak ada yang tahu seperti apa perasaan yang ia rasa. Evan sendiri bahkan bingung apakah sebetulnya Phoebe peduli dengan sang Ibu atau tidak.

Mengapa dia tidak panik?

"Em ... Phoebe?"

Sang putri menoleh. "Ya?"

"Apakah Ratu baru saja melahap ikan mentah sambil berdiri menggunakan keempat kakinya?"

Ketika Phoebe menoleh, barulah ia nampak apa yang dimaksud Evan. Sang ibu yang kini berwujud beruang sedang melahap ikan-ikan yang ia tangkap langsung. Mengunyah, seolah Elinor benae-benar seekor beruang.

Elinor menoleh, menatap Phoebe dan Evan dari tempatnya berdiri.

Manik sang ratu tak lagi terlihat manusiawi.

"Oh."

***

1.315 kata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top