BWIL - 2. Malam Pengantin
“Budhe sama Tante mau pulang, mana nih pengantin cowoknya.”
Semua orang sontak menoleh ke arah Dara. Menaruh sendok pelan ke piring, gadis berkebaya putih lantas buka suara, “Eeum, Dara gak tau Mas Brandon ke mana.”
“Itu, tadi dia minta dianterin ke kamar mereka,” sahut Maya.
Kalimat kakak iparnya sontak menarik perhatian seluruh pasang mata. Tak terkecuali Dewa. Pria itu bereaksi seperti biasa, kelewat heboh. “Cieee ... malam pertama. Ekhem-ekhem.”
Semua orang terbahak. Mulut kaleng Dewa, sejak dulu memang tak pernah gagal membuat orang-orang tertawa. Ah, kecuali Dara. Hanya dia satu-satunya orang yang sangat ingin menelan Dewa karena mulut binalnya.
“Udah siap buat enak-enakan belum, Dar?”
Anjir si Dewa tai, batin Dara menahan amarah.
“Ssst ... Dewa, kamu ini gak sopan. Makan aja udah, habisin.” Vinda menjejali bibir Dewa dengan sepotong daging.
Pria itu tersungut, namun tak lantas membuatnya berhenti menggoda Dara begitu saja. “Kamar-kamar di rumah om Daryan kan kedap suara, tuh. Nanti teriak aja yang kenceng, biar lega.”
Mendengarnya Dara langsung menunduk. Disaat orang-orang di sana sibuk menimpali dan terkekeh kecil. Entah kenapa kalimat Dewa yang satu itu membuat Dara bersemu malu. Dia merutuki dadanya yang malah berdegup kencang. Bisa-bisanya di gugup karena membayangkan om-om tua itu. Ah, tidak-tidak.
“Eh, napa geleng-geleng, Dar? Mikirin yang ajib-ajib nih, pasti.”
Sialan.
Di sana Dewa masih sempat-sempatnya terkekeh ketika Budhe Vinda berusaha menariknya keluar dari ruang makan. Huh, menyeringai. Okeh, besok Dara gak akan kasih ampun. Gak akan!
“Dara, Pakdhe sama om-tante pulang dulu. Baik-baik, ya. Maafin Dewa godain kamu terus dari tadi.”
Dara tentu hanya bisa memberi senyuman. “Gapapa Pakdhe, Dara udah biasa sama kelakuannya Dewa.”
Ya, Dara serius. Dia sudah biasa dengan tingkah Dewa. Sejak SMP bahkan sampai ke perguruan tinggi, entah kenapa Dewa lagi Dewa lagi yang jadi temannya. Para orang tua malah sangat senang, katanya baik Dara dan Dewa bisa menjaga satu sama lain. Hah, benalu itu cuma tau cara menjahili Dara.
“Dara, kamu istirahat sana.” Kak Marchel tersenyum di ujung meja.
“Tadi, Brandon kakak anterin ke kamar pengantin.” Mengalihkan atensi, Dara mengangguk kecil ke arah Maya.
Dia berdiri dari kursi, meraih ponsel lalu melenggang pergi menaiki anak tangga. Di lantai dua, langkah Dara memelan. Tiba-tiba teringat dengan pesan Dewa.
Dewa ganteng
Meski lo gk cinta, lo ttep bininy om brandon, cwok normal yg bs sange kpn aja
Telapaknya menggenggam kuat ponsel di tangan. Sialan. Dara gugup sekali saat ini. Seharian ini Dewa terus memojokkannya, Dara menyesal menceritakan semua pada sepupunya. Tidak bisa membantu setidaknya menenangkan, tapi dia malah sebaliknya. Membuat Dara semakin tertekan.
Alih-alih masuk ke kamar pengantin. Dara memutar arah ke kamarnya. Mendudukan diri di kasur, ibu jarinya cekatan menekan layar ponsel. Nada sambung!
“Akhirnya aktif juga,” guman Dara girang.
Menunggu panggilan diangkat. Dara melepas satu persatu pernak-pernik di kepalanya, termasuk hijab yang seharian melekat. Menatap ponsel lagi, kecewa saat ia rasa orang di sebrang sana tak akan menjawab panggilannya.
“Satya, tolong angkat telpon gue.”
Dara berjalan bolak balik di samping kasurnya. Cemas, dia berharap Satya tak akan membiarkan panggilannya begitu saja. Tidak, Satya tak akan mengecewakannya. Satya tak bisa meninggalkan Dara.
Nomor yang anda tuju tidak menjawab. Cobalah beberapa saat lagi.
Dara mendesah kesal. Beralih ke aplikasi chatting.
Satya, kamu gak lagi ngehindar dari aku, kan? Malam ini kamu jadi ajak aku pergi dari sini, kan? kamu gak bohong kan, Satya?
Satya?
Sat!
Suara pintu terbuka mendadak membuat Dara menurunkan ponselnya. “Loh, Kak Maya kok di sini?”
“Kakak mau ambilin baju tidur kamu. Kemarin lupa siapin. Kamu yang kenapa bisa di sini?”
“Iya itu tadi, Dara ... mau ambil baju tidurnya.”
Baru hendak melangkah mendekati lemari baju, Maya lebih dulu mencegah. “Siapa bilang pake baju lama? Nih, bajunya.”
Maya menarik laci meja belajar, menyodorkan sebuah kotak ke arah Dara. “Kenapa diliatin aja? Ayo, diambil, dong.”
Melihat Dara tak bereaksi apa pun, Maya menggiring adik iparnya keluar dari kamar sampai ke depan pintu kamar pengantin. Ah, Ya Tuhan. Dara kenapa berkeringat dingin begini.
“Dah, sana masuk. Jangan galak-galak sama suami.”
Dara masih diam di depan pintu, pun begitu istri kakaknya. “Cepet masuk.”
Sepertinya ia tidak punya pilihan malam ini. Satya tak bisa dihubungi. Aish, jadi Dara benar-benar harus menghabiskan malam di kamar yang sama dengan om-om itu.
Di saat ia membuka pintu. “Ngapain ke sini?”
Dara mendecih, untung pintu kamar sudah lebih dulu tertutup rapat. Bagaimana jika kakak iparnya sampai mendengar suara om-om ini. Bukannya menjawab, Dara malah melangkah cepat mendekati pria tua itu.
“Om kenapa sih, mau nikah sama Dara?” tanyanya kesal.
Tak ada jawaban. Hanya deru angin malam berhembus melalui pintu balkon, Dara yakin Brandonlah yang membukanya. Gemas dengan keheningan Brandon, Dara melempar punggung berbalut kemeja putih itu dengan kotak di tangannya.
"Kamu ini gak sopan, ya! Lain kali ketuk pintu dulu baru masuk."
Dara melotot tak percaya. "Kenapa Om? Kita kan suami istri kenapa Dara harus ketuk pintu dulu?"
"Yang bilang kamu istri saya siapa?"
"Loh, yang tadi pagi nikahin Dara di depan penghulu siapa. Satya?"
Brandon berbalik, melempar kasar sebuah map ke lantai. "Baca. Besok pagi, saya mau kamu sudah menan datanganinya."
Dara menatap map itu, melirik tajam pada Brandon. Bodoamat. Lalu meninggalkan kamar, membanting pintunya kuat-kuat. Dasar bujangan lapuk. Pantes gak ada yang mau.
***
Gemericik air turun membasahi setiap jengkal kulit putih Dara. Mematikan shower, tangannya meraba gantungan. Kelopaknya kontan terbuka saat tak menemukan bathrobe, hanya ada selembar handuk. Yang benar saja, di luar ada om-om. Dan lagi, bodohnya Dara lupa mengambil kotak berisi pakaian yang ia lempar ke lantai tadi.
“Sial banget sih, gue.”
Insiden Dara membanting pintu saat keluar dari kamar pengantin. Disaksikan jelas oleh Kak Marchel dan istrinya yang berdiri di depan pintu kamar Cellia, keponakan Dara, yang juga berada di lantai dua. Kakaknya Marchel, menganggap apa yang Dara lakukan amat keterlaluan untuk seorang yang sudah menyelamatkan harga dirinya.
“Si bajingan culun itu, yang membuat kamu begini. Salahkan dia, jangan kesal sama Brandon. Jelas-jelas dia mau menolongmu, bagaimana jika suatu hari kamu ha—”
“Yaudah iya, Dara bakal minta maaf!”
Karena itulah, Dara berakhir di kamar mandi ini. Soal permintaam maaf, tentu saja Dara tak mengatakan itu untuk melakukannya. Dia hanya tak mau kakaknya berceramah panjang lebar soal kebangsatan Satya. Yang bagi Dara ... Satya tidak begitu.
Menghela napas pela, ia membuka sedikit pintu kamar mandi. Benar kan, jubah mandinya tergeletak di lantai dekat kaki ranjang. Dara tak mungkin berlarian di sana dengan handuk selutut ini.
“Om-om, kotak yang tadi aku lemparin, bisa tolong bawa ke sini? Baju aku di sana.”
Dara memundurkan badan ke belakang pintu saat Brandon melirik ke arahnya. “Saya gak akan ngintip kamu.”
Tak lama suara langkah kaki mendekat, siluet di depan pintu juga menghilang. Cepat-cepat Dara menyambar kotaknya dan menghela napas lega.
“Hah? Yang bener aja!” pekiknya kencang mwnatap nanar isinya.
Beberapa saat setelah menimbang-nimbang. Dara terpaksa keluar kamar mandi dengan pakaian tidur sepaha bertali kecil ini. Menutupi dadanya dengan bersedekap tangan. Tanpa repot mengeringkan air yang menetes dari ujunh rambut, Dara merutuki Brandon.
“Om kan yang nuker baju tidur Dara sama kaya ginian.”
Brandon cuek saja, fokus berkutat dengan ponsel di tangannya. “Kamu pikir baju setebel dan segede apa yang muat di kotak sekecil itu?”
Dia mendecih, “Mau kamu telanjang sekalipun, saya gak bakal bisa sange sama anak abg yang gak ada semok-semoknya sama sekali.”
Dara memejamkan mata, apa yang om-om ini bilang dan Dewa katakan di chat tadi jelas bertentangan.
Bisa sange kapan aja.
Menggeleng kecil, Dara melepaskan dekapan tangannya. Membiarkan tonjolan tersbeut tercetak jelas di balik tipisnya kain satin bewarna abu yang kini dikenakannya. Ya, tidak ada bra yang bisa Dara kenakan.
Ah, sudahlah. Dara lebih percaya om-om ini daripada Dewa yang seharian penuh selalu membullynya. Mengambil ponsel di meja nakas, menelusupkannya ke telinga, lalu Dara berjalan menjauh dari ranjang. Berdiei di balkon dan menutup pintu kacanya rapat-rapat saat teleponnya diangkat.
“Satya, bawa gue kabur sekarang!”
Cklek.
Dara berbalik, ternyata Brandon. Mau apa lagi sih dia.
“Kamu masuk, sekarang hampir tengah malam, udara di luar dingin.”
Dara mematung sementara Brandon mulai menapaki lantai balkon. “Saya yang akan di sini sampai kamu selesai.”
Tanpa mengucap apa pun, gadi itu masuk kembali ke kamar. Duduk di ranjang membelakangi pintu balkon. “Tapi kenapa lo gak bisa?”
“Kita gak akan sanggup. Kamu pasti uda denger kan Dara, aku pindah kuliah ke Belanda.”
“Gue kira lo bercanda, Satya. Padahal gue udah percaya lo gak bakal ninggalin gue.”
Pemuda di sebarang telepon menghela napas. “Maaf, aku udah brengsek malam itu. Tapi kamu tau kan, kita belum sempet apa-apa. Dan aku gak mungkin buat nikahin kamu sekarang.”
“Dan lo biarin aja gitu gue jadi istri orang lain?”
“Kamu percaya sama aku kan, Dar? Ketika udah waktunya, aku bakal balik untuk nikahin kamu. Aku janji.”
Hening, dada Dara rasanya sesak sekali. “Jemput gue sekarang, Sat! Gue bakal ikutin semua kata-kata lo.”
“Kamu cukup jaga perasaan kamu buat aku. Kamu cukup percaya aja sama aku. Tapi, maaf, aku belum bisa jemput kamu sekarang. I love you, sayang.”
“Marchel gak akan suka kalau adiknya kabur malam-malam begini.” Tiba-tiba saja Brandon mssuk ke kamar dan menutup rapat pintu balkon.
Dara cepat-cepat menghaus air mata sementara pria itu berjalan mendekatinya. Ia tentu saja menggeser badan ke sisi lain ranjang. Pria itu menarik selimut dan mengambil satu bantal.
“Saya tidur di bawah,” katanya sambil menata selimut tersebut tepat di dekat ranjang.
Kaki jenjangnya berjalan menuju pintu, memutar kuncinya sekali ke kiri. Astaga, dikunci segala. Jantung Dara berdegup sangat kencang, terlebih saat Brandon berjalan mendekat ke arahnya.
“Jangan GR,” ujarnya sambil menarik jas putih di kursi meja rias, lalu meletakkannya di kasur. “Saya gak mau, sampai ada yang tau kita gak tidur satu ranjang.”
Ah, ya, tentu saja. Kenapa Dara harus khawatir.
“Pakai jasnya kalau kamu kedinginan.”
To be continue ...
Ada yang nungguin Dara-Brandon up, gak? Kasih mereka berdua cinta, ya, biar cepet updatenya.
Xixi.
5 April 2021
23.50 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top