Om Kesayangan
Om Charles itu adik laki-laki Mami satu-satunya. Umurnya sudah melewati tahun ketigapuluh, tapi sampai hari ini dia masih lajang. Well, ya... sewaktu para anggota keluarga lain membicarakannya, aku pasti juga turut bingung. Bertanya-tanya, kenapa Om Charles masih belum menikah? Namun, aku jelas telah mengetahui jawabannya sekarang. Saat ini.
Bola mata Om Charles yang berwarna biru keabu-abuan itu tidak hentinya menelitiku. Dari wajahku, leherku, ke dadaku, lalu berhenti menatap berlama-lama pada selangkanganku. Yang seketika membuat aku shock. I mean, Oh my Jesust! He is gay? For real, after all this time?
Aku berdeham, berhasil membuat Om Charles berjengit di kursinya. Aku menatap tajam padanya. "Jadi ternyata Om gay, ya?" tembakku tanpa basa basi.
Wajah Om Charles seketika memucat. Dahinya mengkerut, matanya membelalak. "Ma-maksud kamu apa?" ujarnya bertanya gugup.
Aku mengembuskan napas tenang, tersenyum culas, kemudian melakukan tindakan yang beberapa saat tadi diperlakukannya padaku. Meneliti dirinya, dari wajah, turun ke dada bidang berlapiskan kemejanya, dan berakhir jatuh ke selangkangannya. Yang mana bagian tengah tubuhnya itu kelihatan menggembung. Oh. Dia ngaceng.
Seolah menyadari tatapanku, Om Charles langsung saja duduk dengan menyilangkan kakinya. Ouch. Aku yakin ereksinya terasa sakit sekali di sana.
"Gak apa, Om. Kalo Om emang gay, aku terima. Yah, mau gimanapun juga Om tetep adik Mami. Jadi--"
"Saya bukan gay, Kevin!" selanya tetap berkilah.
Aku memberinya sorot tak suka. "Whatever, Om." aku berdiri dari dudukku, berjalan mendekat ke kursinya. "Mumpung Mami lagi keluar dan Papi juga ada tugas keluar kota. Gimana kalo Om perkosa aku aja?" kataku menggodanya.
Mendengar pernyataan dibarengi pertanyaanku itu, Om gantengku ini meneguk ludahnya. "Kamu ini apa-apaan sih, Kevin? Kamu sadar kan kamu itu keponakan saya, saya Om kamu. Dan kamu masih dibawah umur, untuk apa--"
"Berisik!" jeritku seketika menghentikan repetan tidak pentingnya. Aku mendengus sambil menendang satu kakinya, membuat posisi duduknya tidak menyilang lagi. Aku terkekeh, menunjuk letak alat pipisnya yang menggembung tinggi dibalik celananya. "Tuh. Om! Tanduk depan Om aja ngaceng gara-gara ngeliatin aku daritadi, kan? Om mau perkosa dan nyodomi aku, kan? Aku bisa liat jelas lho dari tatapan Om yang menjijikkan itu." tuturku panjang lebar.
Om Charles tersentak sewaktu tanganku berniat membuka ikat pinggangnya. "Jangan, Kevin!" kedua tangangku dipegangnya, menahanku untuk bertindak lebih. "Me-meski saya memang mau, tapi saya gak bisa." suaranya bergetar. Tangannya yang memegangiku juga.
Aku mendesah malas. "Why?"
"Itu karena..." Om terdiam, seperti sedang memikirkan alasan yang aku yakin tidak penting untuk didengar. "Sa-saya ini Om kamu!" Nah, kan!
Aku menyentakkan tanganku dari pegangannya. "Bullshit!" makiku yang setelah itu berjongkok di depan selangkangannya. Ketika tanganku sudah siap siaga meremas kejantanannya, lagi-lagi aku ditahan. "Duh, Om!" geramku tak terima.
"Saya sudah membuat janji, Kevin!" ucapnya cukup lantang.
Aku menatapnya bingung. "Janji?"
Om menghela nafas. "Mbak Cecil sudah tau bahwa saya gay," aku terkesiap. Mami sudah tahu? "Dan dia juga sudah tau tentang saya... Yang tertarik sama kamu sejak lama," aku mulai mendengarkan. "Jadi Mbak minta saya untuk berjanji, apapun ketertarikkan yang saya miliki terhadap kamu, saya nggak akan pernah... boleh nyentuh kamu, saya gak bisa. Saya gak mau ingkar." katanya yang lalu menunduk dengan mata terpejam, mengakhiri penjelasan mengejutkannya.
Tanganku melemas, terlepas dari pegangannya sekali lagi. Hening di antara kami. Namun aku tahu pikiran kami sama-sama sedang saling mengoloki.
Aku menerawang. Mengingat masa kecilku yang sering kali dimanja oleh sosok lelaki yang usianya lebih tua nyaris dua puluh tahun dariku, Om Charles yang terduduk di depanku ini. Setiap aku dimarahi Mami atas kenakalanku, Om akan tersedia melindungiku, membelaku. Saat aku sedih, dia akan menggendongku, membawaku ke tempat-tempat menyenangkan yang aku inginkan. Sosok Paman yang seharusnya cukup sekedar aku kagumi, nyatanya yang aku rasakan terhadapnya tidak sesepele itu. Semula aku berpikir ini mustahil. Mustahil aku gay, mustahil aku jatuh cinta pada adik laki-laki Mamiku, mustahil kalau aku mampu mendapatkannya. Tapi ternyata...
Aku menjatuhkan sisi kepalaku ke paha Om yang kokoh. Mendesah lara, aku menggigit bibirku sendiri menahan kepedihan yang seakan menyudutkanku. "Om... cinta sama Kevin?" tanyaku.
Tangan besar Om Charles membelai rambutku. "Sudah sejak lama, Kevin. Maafin Om, ya."
Jawabannya itu berhasil memunculkan rasa sakit di dasar hatiku.
"Harusnya dari dulu Om bilang ke Kevin..." suaraku mulai parau.
Om menarik tangannya, mengembuskan nafas panjang yang terasa sampai ke wajahku. "Maaf."
"Om gak bisa ingkarin aja janjinya? Kan aku juga gay."
Tak ada jawaban.
Aku mendongak, saling bertatapan dengan Om Charles cukup lama, sampai akhirnya dia sedikit menunduk dan membuatku tersentak mendapatinya mencium bibirku.
Aku segera saja berdiri, menduduki pangkuannya, merasakan batang keras dibalik celananya sambil mencoba mengimbangi ciumannya yang sangat nikmat. Ini adalah ciuman ternikmat yang pernah aku rasakan. Bagaimana Om Charles menghisap lidahku, giginya menggigiti bibirku, dan dagunya yang berbulu tipis mengenai kulit halusku.
Sensasinya luar biasa.
Om tersenyum begitu ciuman kami sudahi. "Om rasa, apapun bakal Om berikan untuk Kevin." ucapnya lembut.
Aku balas tersenyum senang, melirik ke bawah, lalu tanganku mendarat pada gundukkan tinggi di tengah badannya. Om Charles menahan nafas. "Kita ngentot yuk, Om? Aku udah gak tahan." ujarku sembari menggigit bibirku sendiri.
Om Charles mengangguk. Dan setelahnya, kami naik ke kamarku. Aku yakin, ini pun akan menjadi pengalaman seks yang amat menakjubkan buatku.
--END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top