Not in Valentine!

"Valen, selamat ulang tahun, ya!"

Aku mendengus kesal. Setiap tahun ada saja yang salah paham. Mentang-mentang namaku Valentino Ermes McJune, mereka mengira aku berulang tahun di hari Valentine. Hari ini.

Aku menyilangkan tangan di depan dada, menggerutu sebal sampai membuat beberapa teman sekelasku takut-takut menatapku. Aku keluarkan kartu nama dari dalam dompet lantas melirik bagian tanggal lahir: 19 Juni.

Hell! Kenapa namaku bukan Junitino saja? Giliran hari ulang tahunku tiba, teman-temanku tak acuh padaku. Nah, hari ini? For 2015's sake! Buat apa kado dan cokelat sebanyak ini? Kalian semua benar-benar sok tahu! Bahkan aku tidak suka cokelat!

Aku mengambil satu buah kado, meremasnya sekuat tenaga sampai membuatnya kusut dan sobek. Nafasku terengah-engah, aku menenggelamkan kepalaku di antara tumpuan tangan yang masih memegang kado.

"Sewot lagi, hm?"

Aku mengangkat kepala mendengar suara yang sangat akrab di telingaku itu. Suara dari Caesar Leonnel Forteen, kekasihku. Orang yang sesungguhnya sedang berulang tahun hari ini.

Aku menyerahkan semua tumpukan cokelat dan kadoku untuknya, seperti tahun lalu. "Happy birthday, Leon," aku tersenyum. "And happy valentine,"

Leon terkekeh, tangannya meraih satu bungkusan cokelat. "Thanks, Babe," dia mulai merobek bungkusnya. "Dapat berapa kado hari ini?" tanyanya yang setelah itu memasukkan satu batang persegi cokelat ke mulutnya sekaligus.

Kekasihku ini penggila cokelat. Padahal dia calon Dokter Gigi. 
"Tidak aku hitung. Malas!" jawabku sambil memasang wajah cemberut.

Leon tersenyum lebar, menampakakn deretan giginya yang ternodai cokelat. Mau tidak mau aku tertawa, sangat keras. Tawa pertamaku hari ini. Sedikit mengusir aura gelapku yang beberapa saat lalu mengintimidasi seisi kelas.

"What so funny?" tanya Leon dengan kernyitan di dahinya.

"You are, Leon," aku mengedipkan mataku padanya. Aku berdiri dari tempatku, mengamit tangannya. "Ayo, ikut aku!" ajakku sembari menariknya keluar dari dalam kelas.

Aku menyudutkan Leon di belakang gedung perpustakaan yang sepi. Tersenyum nakal buatnya yang sukses membuat wajahnya memerah. Tangan kananku yang berada di sisi kepalanya bergerak mengusap pipi putihnya, lalu beralih ke bibir merahnya.

"May I kiss you?" tanyaku seduktif. Dan tanpa menjawabku, Leon menubrukkan bibirnya ke bibirku. Kedua tangannya melingkari leherku, mengacak rambut belakangku laun nan liar.

Leon sudah mendapatkan lidahku, hangat mulutnya dengan kuat mengulum dan membaurkan saliva dengan aroma cokelat di sana. Aku menggeram tak tahan. Kumasukan tanganku ke dalam kaos tipisnya, meremas dadanya yang rata, mencubit putingnya yang seketika menciptakan erangan nikmat dari Leon di sela-sela ciuman kami.

Bibirku turun, mengecup dagunya dan menundukan kepalaku lebih ke bawah lagi untuk menggigiti kecil lehernya. Lutut Leon dengan sengaja menyentuh bagian tengah tubuhku yang telah mengeras, aku menyeringai.

"What do you want me to do?" bisikku ke telinganya, sedangkan tanganku kini mengelus perut kurusnya. Leon menjilat rahangku, tangannya menurunkan zipper-ku dan masuk ke dalam celanaku untuk menggenggam ereksiku.

Fuck! Shit!

"I want this to be inside of me. Now," balasnya berbisik.

Aku mendesah nikmat, Leon menurunkan tubuhnya, berlutut di depan selangkanganku dengan tangannya yang masih bergerak pelan.

"I want you, Valen," katanya sembari melepaskan ikat pinggangku.

"Hari ini aku akan menghantammu habis-habisan! Aku pastikan itu." desisku menatapnya tajam.

Leon tersenyum, celanaku telah berhasil ia tanggalkan. "Dan aku tidak sabar lagi untuk itu!" setelah berucap demikian, hangat mulutnya membungkus penuh kejantananku.

Sungguh. Aku benar-benar akan menghabisinya.

-end-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top