Mikir Coba
Di satu hari yang panas yang mana membuat orang-orang kepengin banget minum es kelapa. Seorang cowok yang kurang tinggi--tapi gak pendek banget dan berwajah mulus--tapi belum bisa disebut imut, ceritanya mengajak bertemu seseorang. Orang itu sebutlah saja gebetannya. Perlu diketahui, gebetan dia juga sama-sama cowok. Cowok yang digebetnya ini tinggi--tapi gak mirip jalangkung, wajahnya jutek--tapi jangan disangka judes dulu, dan dia nggak tau apa alasannya diajak ketemuan oleh sosok asing di hadapannya saat ini. Yang kelihatan malu-malu ngeselin gitu mencuri lirik ke wajah juteknya.
Karena keheningan yang menggantung sejak beberapa detik lalu sudah mulai membuat bosan, si cowok yang akan kita sebut Kiky ini akhirnya memutuskan untuk membuka suara.
"Hai, Git."
Siapakah nama gebetannya Kiky? Gita? Gito? Agit? Atau Gigit?
Jawabannya adalah Sigit.
(Suka-suka penulis lah mau gimana)
Sigit menghela napas malas lantas menjawab, "Ya, apa?" dengan sama malasnya. Kalau sedang mengetik sms, jawaban itu serupa; 'y, p'. Sungguh malas sekali.
Kiky berdeham. Tanpa basa-basi langsung saja mengutarakan, "Aku ini cowok yang selama ini mengagumi kamu secara diam-diam."
Mata Sigit kontan saja melotot, badannya pun sedikit tersentak. "Anjir," makinya tak percaya. "Lo gak lagi mabok, kan?"
Dengan kalem Kiky menggeleng. "Nggak, kok."
Sigit akhirnya berusaha untuk turut kalem. "Ok. Terus, ada perlu apa?" tanyanya nggak sabar.
Kiky tersenyum. "Aku mau nembak kamu. Boleh?" pintanya kelewat sopan. Kids zaman now, mau nembak orang aja izin dulu. Mantap's soul.
Sigit tampak risih. "Lo pikir gue homo kayak lo?" balasnya mendesis
Kiky berkacak pinggang. "Emang homo cuma bisa nembak sesama homo? Zaman sekarang ya, nembak cowok yang bukan homo itu lebih menantang," paparnya menerangkan. "Apalagi, kalo cowoknya ganteng dan seksi kayak kamu," lanjutnya sambil mesam-mesem gak jelas.
Sigit merasa badannya mendadak gatal. "Hii. Gue geli. Jangan puji gue pake muka polos lo yang palsu itu," komentarnya lalu mengambil satu langkah mundur.
Kiky menurunkan kedua tangan. Lagaknya terlihat gugup sewaktu berkata, "Aku udah lama suka ke kamu, tauk! Tapi, kamunya gak sadar-sadar."
Sigit mengernyit. "Lo nyalahin gue, nih? Kan lo sendiri yang ngaku kalo lo mengagumi gue diem-diem," responsnya. Nggak sudi disalahkan sebagai orang yang gak peka. Meskipun dia memang ogah peka pada perasaan dari sesama jenisnya.
Kiky menunduk lesu. "Iya, sih. Tapi bahkan kamu gak tau namaku," balasnya sok kecewa.
"Kita emang gak saling kenal, Bro," ujar Sigit santai dan benar adanya.
Kiky meringis. "Sorry. Aku kalo lagi gugup susah berpikir jernih, nih."
Sigit menyahut cepat, "Gue pikir lo malah gak punya pikiran."
"Apa?" Kiky mendelik.
"Apa?" Sigit balik mendelik.
Kiky lalu menatap Sigit dengan penuh cinta. "Aku suka kamu, Sigit!" ungkapnya mendramatisasi.
Sigit menggaruk-garuk hidungnya. "Ok." respons yang singkat dan tanpa nafsu untuk meladeni.
Kiky maju lagi. "Mau gak jadi cowokku?"
"Gak mau," jawab Sigit padat dan cepat.
"Ok." Kiky berusaha menerima kekecewaan yang sudah dapat diprediksikannya.
Sigit menghela napas panjang. "Udah, kan?" tanyanya yang sudah ingin sekali pergi.
"Gak mau berubah pikiran, nih?" Kiky masih berharap.
Sigit menatap sengit. "Lo pikir gue ini apa, sih?"
Akhirnya, Kiky pasrah. "Ya udah. Makasih udah mau ngedenger ungkapan aku dan nolak aku. Meski kamu nolak pun, aku akan tetep sayang ke kamu," tuturnya berusaha terlihat ikhlas.
Sigit berdecak sebab jengah. "Iya, iya. Udah."
Tanpa malu Kiky berkata, "Boleh minta cium?" rupanya dia belum menyerah, Pemirsa.
Sigit menggeram. "Lo beneran gak punya pikiran, ya. Udah, deh. Minggat lo sana," usirnya saking kesal.
Kiky terkikik, kemudian memberikan kiss-bye. "Muach."
"Hiii." dan sepeninggalan Kiky, Sigit langsung merasakan gatal-gatal di sekujur badan. Dia berharap, ini adalah kejadian pertama sekaligus terakhir yang akan dia alami ditembak sesama cowok.
--TAMAT--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top