Kasih Tak Sampai
Aku pernah jatuh cinta, meskipun hanya satu kali. Cintaku semu, sekadar mengagumi dari jauh dan memandangnya diam-diam semampuku. Sebab aku tahu cintaku padanya tak akan pernah berakhir indah.
Hari ini hujan. Aku duduk sendirian di dalam kelas menunggu reda. Menyesali keputusanku beberapa jam yang lalu untuk menonton pertandingan basket para murid kelas 12. Yang mana salah satu timnya beranggotakan sosok laki-laki yang aku cintai, yaitu Arga.
Aku menghela napas, mengembuskannya perlahan. Pipiku aku tempelkan ke kaca jendela kelas yang dingin sambil terus melihat tetes-tetes air di luar sana yang rintik ramainya tak kunjung berkurang. Seharusnya aku sudah sampai di rumah, berbaring di kamar atau malah main-main dengan kucing peliharaanku, Nyanu. Tapi sekarang...
Ketukan yang terdengar dari arah pintu kelas membuyarkan lamunanku. Aku menoleh dan terlonjak di tempat mendapati Arga yang sedang berdiri di ambang pintu, menatapku dengan sorot heran.
"Kamu kenapa masih di sini? Gak pulang?" tanya Arga seraya mengusap bulir-bulir keringat di lehernya menggunakan handuk kecil yang dipegangnya.
Aku mengerjap saja, tidak mampu mengeluarkan sebaris kata pun untuk menjawab. Seluruh syarafku membeku, nafasku agak menggebu, debaran kencang memenuhi dadaku. Aku terus terpaku dengan Arga yang masih berdiri melihat padaku.
"Raden?"
Mendengar namaku disebutnya, membuahkan sedikit kesadaran. "Y-ya, Kak?" sahutku.
Arga mengerutkan keningnya.
"Kamu kenapa masih di sini? Gak pulang?" tanya Arga mengulang.
Aku melirik hujan, kemudian menggeleng padanya. "Di luar kan masih hujan, Kak," jawabku disertai senyuman di bibir.
Arga berkedip sekali. "Aku ada bawa jas hujan, nih. Mau aku antar pulang?" tanyanya menawariku.
Senyuman di bibirku kian merekah. Aku berdiri dari tempatku dan berjalan menghampirinya. Arga tersenyum kecil melihat tindakan persetujuanku untuknya.
. . .
Ini bukan kali pertama aku terduduk di boncengannya. Tak hanya sekali ini pula kedua tanganku bertaut untuk melingkari perutnya. Sebab masa-masa semacam ini pernah aku alami juga. Masa yang benar-benar pertama yang membawa rasa cintaku teruntuk sosok baiknya.
Kedua kakiku hingga paha tetap dihujani rintik air yang masih deras, sedangkan Arga yang ada di depanku terus menerobos rinainya yang belum juga berhenti berjatuhan. Pelukanku di perutnya kian mengerat sesaat setelah Arga menambah kecepatan laju motor. Ingin sekali berteriak padanya supaya tidak mengebut, tetapi aku tidak memiliki keberanian untuk itu.
Bermenit-menit berlalu dalam diamku dan Arga yang diiringi guyuran hujan, hingga kemudian motor Arga berhenti. Aku mendongakkan kepala yang sejak tadi bersembunyi di balik punggungnya, tersenyum lega begitu tahu kami sudah sampai ke kediamanku dengan selamat.
Kak Rahayu keluar dari dalam rumah sambil membawa dua payung di tangannya. Satu untuk meneduhinya, dan yang satu lagi masih tertutup di genggamannya.
"Ya ampun, Yang. Makasih udah mau nganterin Raden pulang, ya!" ujar Kak Rahayu pada Arga. Kekasihnya ini baru selesai membantu aku melepaskan jas hujan miliknya.
Arga tersenyum. "Iya, Yang," balasnya lembut seraya membuka payung satunya lagi untuk diberikan padaku.
Sedangkan Arga sendiri berbaur bersama Kak Rahayu dalam satu lindungan. "Ayo, kita cepet masuk! Mama udah nyiapin teh anget tuh di dalam!" sergah Kak Rahayu dengan tangan yang memeluk lengan Arga. Mereka berdua berjalan bersama menuju ke rumah, meninggalkan aku di belakang punggung mereka.
Dingin di wajahku dibasahi hangat air mata. Langkahku bergerak laun, mataku memandangi tubuh tingginya yang selalu aku damba supaya dapat menjadi penghangatku. Meringis mengingat kenyataan tentang aku yang memang tidak akan pernah bisa memilikinya.
Rasaku untuk Arga mustahil berakhir indah, sebab lelaki yang aku cintai itu telah terikat dengan kakak kandungku.
Aku mencengkram gagang payung kuat-kuat, seperkian detik kedua mataku aku pejamkan demi menepis perih. Menyedihkan setiap kali aku selalu sukses dibuat sulit oleh cintaku ini. Cinta pertamaku, cintaku satu-satunya. Yang menawari aku kebaikan, tetapi tidak mampu aku tawari cintaku untuknya. Karena aku sadar, bahwa ini semua salah.
Indah yang aku damba tidak mungkin menjamahku. Cukup bagiku memendam ini selamanya.
--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top