Hidupku Penuh Drama!

Cowok ditinggal cewek nikah udah biasa. Aku, cowok, ditinggal cowokku nikah. Terpaksa hadir ke pernikahannya bareng sobat lesbianku yang aku sewa untuk jadi pacar pura-pura. Sungguh luar biasa, 'kan?

Gobloknya, aku sengaja gak bilang bahwa yang nikah itu Ghandi (Malu, coyyy. Harga diri). Jadi, setelah sampe ke pelaminan, terjadilah hal yang gak diinginkan.

Rhea melotot besar begitu ngeliat Ghandi dan istrinya. Dan dengan tanpa dosa, dia berkomentar secara kurang dihajar, "Kan, gue udah tau cowok lo ini cuma gay kesasar. Ujung-ujungnya dia nikah sama cewek. Wah, mana cakep lagi istrinya. Ukuran 42."

Aku cuma bisa kicep. Salamin Ghandi, habis itu istrinya, dan langsung ngacir narik Rhea dari sana. Soalnya dia mulai kedip-kedipin mempelai wanitanya. Goblok emang.

"Weits, lo mau kemana?" Rhea nahan aku dan bikin kami berhenti. Padahal pintu keluar bentar lagi kami capai.

"Pulanglah. Ngapain lagi?"

"Gila apa lo. Di sini banyak makanan, ke prasmanan dulu kek. Apalagi ya, banyak cewek cakep. Kebetulan gue udah bosen sama jilatan si--"

"Shut up, Kampret! Aku gak mau tau hal itu!"

Rhea terkesiap. "Oh. Lo masih homo, ya? Gue kira habis ditinggal Ghandi nikah, lo trauma jadi homo, Bran."

Tega banget sih omongannya. Nggak adakah yang bersedia menjadi pelipur lara hatiku saat ini? Anjing, aku mellow abis. Ini pasti gara-gara Mami kebanyakan nonton Thapki dan Anandhi di ANTV.

"Pulang aja lah, yuk." Bodo amat meski aku kedengaran manja. Lagian udah sejak dalam kandungan Rhea kagak doyan cowok. Buktinya bapak dia pernah kejatuhan eek pas ngegendong Rhea kecil.

Rhea ngerangkul lengan aku, dan sengaja banget nempelin dadanya yang segede buah naga ke situ. Harusnya aku jijik, tapi kok aku justru prihatin, ya? Haah.

"Sayang, lo harus ngegunain kesempatan ini untuk nyari cowok baru."

"Ogah." Aku buang muka.

"Yah, untung lo sadar diri. Lo 'kan emang gak bakal laku juga."

Aku manyun. "Ya udah, aku pulang aja."

"Kidding, say. Santai aja. Lo jangan mau harga diri lo diinjak makin rendah. Kalo lo buru-buru pergi, Ghandi bakalan tau bahwa lo gak bisa beralih dari pesona homo kesasarnya."

Apaan sih, Rhe? Ghandi itu emang homo. Dia nikahin Tantri karena wasiat kakeknya. Untuk ke depannya, itu urusan dia. Untung titit si Ghandi gak gitu gede. Ada poin positifnya lah ditinggalin juga. Hadeeuh, goblok.

"Jadi aku mesti apa?"

"Lo cari cowok cakep. Ajak dia one night stand. Habis itu lo minta pertanggung jawabannya. Bagus, 'kan?"

"Rhe, berhenti nonton film Ishani, gih."

"Eits! Apa hubungannya? Ih, lo mah ya."

Aku geleng-geleng. "Mohon maaf, saran gak bisa aku terima."

"Kenapa?"

"Aku gak punya rahim."

Rhea ngelepasin tangan aku. "Pura-pura aja kita gak kenal."

"Aku capek. Mendingan pulang, bobo, dan memulai hidup yang baru." Aku balik badan. Dan efek drama India terjadi.

Aku nabrak cowok tinggi besar yang lagi megang minuman. Bedanya, minuman itu gak tumpah ke jasnya melainkan nyiram muka aku yang manyun ini.

"Ya ampun, sorry. Aku gak liat kamu di situ tadi."

Jahat. Sialan. Aku emang pendek, oke?Terus, ini salah aku gitu?

Aku ngerasain muka aku mulai dilap mendadak. Bukan kain pel 'kan ini?

Aku buka mata, ngeliat cowok tinggi berkacamata yang rautnya tampak bersalah, megang sapu tangan. Di dekatnya, orang-orang nonton sambil cekikikan. Mungkin ada baiknya aku langsung bunuh diri sepulang dari sini.

"Kamu gak apa-apa, 'kan?"

"Aku malu," jawab aku sambil menahan tangis.

Jujur beneran. Dada aku sesak. Hadir di pernikahan cowok yang aku sayang, dikatain gak laku, mukaku kena siram. Lenyap sudah segala harga diri. Sisa 10 sen doang kali. Di jaman sekarang, buat beli permen aja gak cukup. Boro-boro buat dipakai modal move on, 'kan?

Aku noleh ke belakang. "Rhe, ayo pul..."

Loh. Rhea lenyap.

Beneran. Mendingan bunuh diri aja sekarang.

Dadah dunia. Dadah semua manusia gak ada akhlak di dalamnya.

Aku ngehadap cowok tadi lagi. "Dah. Aku pulang dulu." Setelah itu jalan lesu menuju pintu keluar diiringi suara cekikikan tamu lain.

Andai ada malaikat yang bersedia menabur mukjizat. Argh! Drama India sialan.

"Bentar!"

Ada yang nahan aku lagi. Bukan Rhea, tapi suaranya aku kenal. Ini cowok tadi. Duh. Jangan-jangan beneran efek drama India? Dia mau nganterin aku pulang karena ngerasa bersalah?

Aku noleh dan ngeliat cowok tadi nyampirin jas warna abu-abunya. Aku ngernyit.

"Itu, kemeja putih kamu kotor banget. Sorry."

Aku seketika nunduk dan--Astaga Tuhan. Ini aku habis nyebur ke mana? Kok baru keliatan? Pantes aja aku diketawain parah tadi.

HP di saku ngegetar. Aku ambil, cek, ada sms. Dari Rhea.

Gue pulang naik taksi. Gue gak sudi ngakuin lo. Malu-maluin.

Rhe, kamu kejam. Awas aja. Aku sumpahin taksi kamu kena bom ISIS.

Aku dengan kesal ngambil jas punya cowok ini. Aku pelototin dia dan langsung berbalik pergi. Hidup aku bukan drama, tapi yang ngedramainnya gak lain adalah diriku sendiri. Ya. Tumben aku sadar.

Haaah. Dan kayaknya ada yang kelupaan. Heh, kunci motor aku mana?

Ada sms masuk lagi. Dari Rhea lagi.

Lupa. Kunci mobil lo ada di gue. Lo pulang naik taksi aja juga, deh. Ya?

Hidup ini drama yang kejam. Sialan. Taksi yang aku naikin nanti semoga ada bomnya.

--Tamat--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top