Fair play!

"Heh, Kunyuk!"

Sebuah tendangan pelan mengenai punggung Galih yang masih terlelap. Membuat pemuda itu menggerakkan lengan kanannya yang penuh tato, melenguh lalu menguap.

"Apa sih, Dit?" Galih bertanya parau. Sebagian raganya belum terkumpul.

Yuditya mendelik. "Bangun! Sekarang giliran gue!" geramnya sembari membalik tubuh Galih dari posisi miring menjadi telentang.

"Apaan? Ganggu orang wagih enyak tidhurh." Galih menanggapi sembari menguap.

"Sekarang giliran lo jadi bottom, Nyet!"

Mendengar itu, kedua mata Galih terbuka lebar. Kemudian tertutup lagi. "Gue masih capek, ah. Masih lemes."

Yuditya berkacak pinggang. "Ya gini deh kebiasaan lo. Pulang kerja, ngakunya capek, maunya jadi top dulu. Pas giliran gue yang minta, ada aja alasan lo. Masih capek, masih lemes. Kalo main yang fair dong, jangan mau enak sendiri!" paparnya sengit.

Galih diam tak merespons. Yang justru kian menyulut emosi Yuditya.

"Oke kalo lo mau gini terus. Silakan cari sex buddy yang lain. Gue udah capek harga diri gue diobok-obok melulu sama kontol lo yang bengkok itu!" Yuditya lalu berbalik, hendak mengambil kaus dan berniat pergi setelahnya. Tapi sebuah tangan mencekal pergelangannya.

Tangan Galih menggenggamnya erat. Lembut. "Jangan gitu dong, Say. Di mana lagi gue bisa nemuin sex buddy sehebat lo, hm?"

Yuditya menoleh, memperdengarkan dengusan keras. "Egepe. Lo bisa perkosa siapa aja yang lo mau. Lagi marak tuh kasusnya. Yang lo cari cuma kepuasan juga kan?" balasnya sinis kemudian melerai genggaman.

Galih bangun dari pembaringannya. Sedikit meregangkan tubuh lalu mendecak. "Oke, oke. Gue minta maaf. Lo mau masukin gue kan? Gue nungging nih ya." ujarnya akhirnya menyerah.

Yuditya tersenyum tanpa sempat dilihat Galih. Ia berbalik, kembali memasang raut kesal. "Gue udah gak nafsu. Gue mau jalan-jalan aja. Nyari pure bottom di luar sana yang bisa gue entotin tanpa ogah-ogahan dan main ribet dulu." katanya berlagak tak luluh.

Galih mengembuskan napas lelah. "Ya udah kalo itu mau lo." komentarnya pasrah dan menjatuhkan tubuhnya lagi ke atas kasur.

Yuditya tercengang. Ia menggeram dan melompat ke atas tubuh polos Galih. Yang tertindih memekik keras, kesakitan juga terkejut.

"Sialan, Dit. Badan gue remuk ini!"

"Yang sialan tuh elo, kampret! Mau gue be-de-es-em, hah?!" Yuditya menampar pipi Galih tanpa ampun.

Galih mengaduh pelan. "Mantap, Dit. Lo sunat aja gue sekalian biar afdol."

Yuditya menyeringai. "Oh. Ide bagus. Kita main be-de-es-em sambil memotong kontol ya. Seru juga."

Galih melotot ngeri. "OGAH! Gue cuma becanda, keleeus."

Terlambat. Kemaluan Galih sudah dibelai kasar, terlalu bertenaga. Membuat si empunya mendesah dan meringis. Yuditya menunduk, menciumi cuping telinga Galih, lalu beralih turun mengendus lehernya.

"Dit, pelan-pelan aja." bisik Galih. Tangannya bergerilya mengelus dan meraba punggung hingga paha pemuda yang menindihnya kini.

Yuditya menatap wajah Galih yang tampak masih kusam akibat baru bangun dari tidur. Tersenyum lebar, Yuditya lalu meraup bibir Galih ke dalam mulutnya.

"Anjing. Mulut lo bau." komentar Yuditya begitu ciumannya terlepas.

Galih terkekeh puas. "Ini mulut masih rasa semen dari lo juga kan." balasnya usil.

Yuditya mendelik horor. "Najis!" teriaknya.

Galih tertawa terbahak-bahak. "Mau main di kamar mandi?" tawarnya.

Yuditya berdiri. Melepas boxer setelah itu menarik tubuh Galih dari atas kasur untuk dibawanya menuju kamar mandi.

"Dit, gak pake kondom?"

"Lo yang ngabisin tauk!"

Dan Galih tertawa tertahan. Soalnya dimasuki tanpa kondom itu lebih enak. Tapi jangan sampai Yuditya tahu. Biar ini jadi rahasianya saja.

--end--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top