Calon Kakak Ipar

Aku menyukai Calon Kakak Iparku sendiri. Sadar ini salah sekalipun, aku tetap tidak bisa berhenti mengaguminya. Ah, bukan. Aku mencintainya. Atau lebih karena aku menginginkannya? Ya, tentu saja semua itu benar. Aku berpikir bahwa diri ini pasti sudah gila. Tetapi berniat dipungkiri sesering apapun, tetap saja hatiku tidak mampu menyangkalnya.

Mbak Tessa tengah mengaduk adonan kue, sedangkan Mas Derry di sampingnya tampak sibuk menggoda dan mencolak-colek pinggang Kakak keduaku itu. Huh. Aku iri. Kenapa bukan aku saja yang ada di posisi Mbak Tessa coba? Bahkan aku rela diobok-obok sekalian.

"Tian, kamu tolong beliin gula sama susu bubuk, dong. Mbak gak tau kalo stoknya udah abis," ujar Mbak Tessa sembari membuka satu per satu rak di dekatnya.

Aku turun dari kursi yang kududuki. "Belinya pake apa? Kan motorku lagi dibawa Papa mancing," responsku sedikit malas.

Mas Derry langsung berbalik. "Biar Mas yang antar. Gak jauh 'kan dari sini tokonya?"

Aku menahan senyum mendengar tawarannya. "Ya, kalo diantarnya pake mobil Mas Ery sih gak bakalan jauh," balasku berusaha kalem

"Nggak apa-apa Mas nganterin?" Mbak Tessa menggandeng tangan Mas Derry dan bikin senyuman yang nyaris muncul tertelan kembali.

Mas Derry mengangguk. Dia mengusap lembut rambut pendek Mbakku setelah itu keluar dari area dapur. "Ayo, Tian!" Dia menepuk pundakku lantas berjalan duluan ke depan.

Aku menghela napas lesu.

"Kalo kamu males biar Mas aja yang beli," sindir Mbakku dongkol.

Aku mendengus. Aku lebih malas karena Mas Derry masih sempat aja mesra-mesraan sama Mbak.

"Iya, iya. Aku pergi. Duitnya mana?"

"Pake duit Mas aja. Ayo."

Seruan Mas Derry membuatku segera bergegas menyusulnya. Semoga ini akan menjadi perjalanan yang indah. Meski sekadar pergi ke toko.

--

Mas Derry menyetir dengan santai. Aku di sebelahnya sok sibuk main hape. Update status ke Facebook tentang betapa betenya aku saat ini.

"Kenapa sih murung terus?"

Aku mengabaikan pertanyaan Mas dan kali ini membuka Instagram.

"Ngambek?" tanyanya sekali lagi.

Aku mengerlingnya sekilas, kemudian mendengus.

Mas Derry dengan gemas mencubit pipiku. "Ya ampun, Sayang. Kamu 'kan tau Mas harus memperlakukan Mbak kamu dengan layak."

Aku mendesah lelah. "Lalu aku kapan layak Mas gituin?"

Mas Derry berdeham. "Yang maunya digitu-gituin terus," godanya genit.

Aku memukul lengannya sok manja. "Jangan mulai."

Mas Derry mengusap kepalaku penuh sayang. "Maafin Mas, ya. Kamu mau 'kan coba sabar sebentar lagi?"

Aku menggenggam tangannya erat. Mengangguk. Karena aku akan selalu bersedia sabar untuknya. Demi hubungan kami yang sulit dijalani. Yang terpaksa berbelok pada sandiwara yang penuh tipuan hanya supaya ikatan kami tetap terjaga. Aku sungguh menyesal telah memanfaatkan Mbak Tessa untuk ini. Namun, aku tak memiliki pilihan lain.

Semoga saja, jalan yang kami ambil secara tidak baik ini tidak akan merugikan kami berdua pada akhirnya.

--Selesai

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top