Apa yang lebih apes dari telat bangun sewaktu lagi gak libur sekolah padahal pelajaran pertama yang bakal berlangsung berisikan materi dengan guru pengajar paling kejam di dunia? Jawabannya; Mendapati retsleting celana seragam lo dalam keadaan terbuka begitu sampe ke kelas. Dan lo masuk ke kelas yang salah di mana pacar lo berada. Ditambah, pacar lo sendiri lah yang dengan teganya berseru dan bikin lo malu...

"Ganteng, polkadotnya bikin gak nahan deh!" setelah itu, dia ngedipin matanya.

Berhasil ngebikin seluruh murid di kelas ini sekaligus Pak Deri menatap lekat ke selangkangan gue. Bahkan ada yang sampai berdiri dari duduknya cuma buat  menatap corak polkadot boxer gue yang terpampang. Sialnya, gue masih terlalu bingung untuk memahami kondisi saat itu, ampe gak sempat menutupi bagian pribadi atas kebodohan gue sendiri.

Parahnya, belum ada dua jam semenjak insiden itu terjadi, gue udah mendapatkan panggilan baru dari para murid di sekolahan. Tebak apa?

'Mr. Polkadot'.

Dan udah selama itu pula gue belum mampu nampakin senyum. Terlebih, ke si pelaku yang udah membuat hari paling memalukan ini tercatat dalam sejarah hidup gue.

"Masih marah, nih?" tanya Kiki yang masang tampang polos. Bikin gue kepengin banget nyium dia. Tapi sayangnya, gue memang masih marah. Jadi, gue milih ngediemin dia. "Ka, jawab dong!" cowok gue ini mencolek pipi gue.

Gue ngasih dia tatapan males, habis itu mendengus keras.

Kiki mendesah lelah. "Ah, Eka gak asik. Padahal tadi niat gue kan cuma becanda," kilahnya sambil manyun.

"Whatever!" respons gue sinis.

Saat itulah gue ngeliat raut wajah Kiki berubah pias. Udah jadi kebiasaan gue kalo marah, maka gue pasti bakalan menjadi sosok yang jutek. Asal tau aja, gue ini anak yang easy going aslinya. Dan tentu, sebagai pacar gue, Kiki tau betul soal itu. Terus sekarang, Kiki nunduk sedih. Gue meliriknya sekilas.

"Maafin Kiki, Ka," desisnya serak. Gue pasti luluh sebentar lagi. "Kiki gak ada maksud bikin lo malu," ujarnya menambahkan. Suaranya kedengeran bergetar.

Gue ngehela napas panjang. Nurunin tangan yang sedari tadi mangku dagu dan natap dia. Gue usap pelan pipinya sembari berdeham pelan. "Ada syaratnya," ucap gue setelah beberapa isi pikiran gue turut mempengaruhi.

Kiki mendongak, matanya berkaca-kaca nunjukin sorot penuh sesal dan harap. Dia ngerjap sekali. "Syarat apa, Ka?"

"Kalo mau bikin gue malu, mau jailin gue, jangan keterlaluan begitu. Lo tau gue gimana kalo udah menyangkut masalah kemaluan." bisa gue liat semburat merah muncul di pipi putih Kiki. Kayaknya gue salah milih kata. Gue tersenyum. "Bisa kan?"

Kiki ngangguk. "Maaf, Ka."

"Kan gue bilang tadi, ada syaratnya kalo lo mau gue maafin."

"Iya. Apa syaratnya?" tanyanya gak sabar.

Gue nyeringai, ngebuat Kiki memasang gelagat gak nyaman. Mungkin dia mulai ngerti kemana arah kemauan gue sekarang. "Pulang sekolah nanti, lo ikut gue ke kosan," kata gue.

Kiki memberengut. "Ogah!" dia ngebuang muka, sok kesel.

Gue berdecak, "Katanya mau dimaafin."

"Mending gak dimaafin daripada badan jadi pada sakit!" sergahnya yang langsung berdiri dari duduknya di samping tempat gue. Gue menengadah ngeliat dia. "Besok ada pelajaran olahraga. Tes lari. Dan gue gak mau dapet nilai jelek," imbuhnya, ngelipat kedua tangan di depan dada.

Gue mutar bola mata, "Lusa deh. Ya?" tawar gue seraya memasang tampang memohon. Gue benar-benar gemas sama dia. Kalo enggak inget kami lagi ada di mana, gue udah nerjang dia sedari tadi. Sesuai permintaan Kiki sendiri, selama di lingkungan sekolah, gue gak diperbolehin berbuat macam-macam ke dia.

Kiki mendesah bosan, tampak berpikir. Lalu, pas dia ngangguk, gue hampir kelepasan buat langsung meluk dia saking senengnya. Yes! Lusa dapet jatah. Gue nyengir.

"Tapi gue gak janji, ya." ngedenger itu, cengiran gue raib. Kiki nyubit kedua pipi gue sambil monyongin bibir merahnya. "Becanda, Eka sayang. Gak usah masang muka sekarat gitu," selorohnya yang bikin gue nepis tangan dia yang ada di pipi. Kiki gantian nyengir, melambai sekali. "Udah ah, gue mau balik ke kelas!" ucap Kiki sembari ngedipin matanya.

Gue balas melambai, "Lusa, ya!" kata gue mengingatkannya. Cowok rese yang sangat gue sukai ini ngasih gue anggukan mantap, setelah itu dia pergi dari hadapan gue. Gue menggeleng takjub. "Dasar Kiki! Bisa-bisanya gue suka sama dia!" gumam gue yang lalu terkekeh garing.

Faktanya, gue emang suka sama dia. Soalnya Kiki adalah Kiki. Seorang cowok jahil yang gak tau malu, cengeng, nyebelin, sekaligus, ngangenin. Yang nerima Eka seperti gue sebagai Eka. Gue yang cerewet, banyak maunya, pemalas, dan juga sosok nyebelin yang disukainya. Sebutlah, kami pasangan nyebelin. Dua cowok aneh yang bisa-bisanya jadi pasangan. Dan untungnya, kami cocok.

"Thank God!" gue mengucap syukur.

Saatnya kembali ke kelas. Semoga gak ada lagi yang ingat tentang insiden boxer polkadot gue.

Kayak itu bakalan jadi nyata aja. Meh.

--