Aku Tidak Berbeda
Saat orang lain mulai menyuarakan keberatan mereka atas kekurangan yang kau miliki, sudah lumrah apabila kau berkeinginan untuk segera mengubahnya.
Namun, aku berbeda...
Semakin banyak suara keberatan yang orang lain perdengarkan atas sisi di diriku yang tidak mereka sukai, maka aku akan lebih giat berusaha membuat mereka kian tak menyukaiku.
Supaya mereka sadar, bukan aku yang seharusnya mengubah kekuranganku. Tetapi mereka...
***
Apa salah bila aku mencintai Hafiz? Sampai orang-orang berhak mencemooh perasaanku ini. Hafiz itu baik, tampan, sholeh, pintar agama, keren, wangi, suaranya merdu, ditambah penampilannya yang menawan dan terkesan rapi. Aneh. Bagaimana bisa mereka semua mengatakan aku gila gara-gara aku menyukai Hafiz? Justru orang gila lah yang tidak bisa melihat betapa maha sempurna dan penuh pesonanya sosok laki-laki berusia 18 tahun itu. Sudah wajar kan kalau aku juga turut memiliki kecintaan terhadap dirinya? Aku laki-laki normal yang sedang mengalami masa pubertas, baru kali ini jatuh cinta bahkan. Dan aku harap tidak akan ada yang menganggu aku dengan segala anggapan tidak masuk akal. Aku benci.
Aku mengalihkan pandangan begitu bebunyian yang menganggu mulai terdengar di sekelilingku. Dari suara siulan, tepuk tangan, 'huuu', 'cieee' bahkan 'ehem-ehem'. Itu artinya...
Nah, benar. Hafiz sedang berjalan tidak jauh dari tempatku. Dan aku tersenyum.
Bukan rahasia umum lagi bahwa aku adalah pecinta berat sosok Hafiz Ibrahim. Saat aku menembaknya lebih kurang dua bulanan lalu di dalam kelasnya, disaksikan oleh puluhan murid di sana, mendapatkan penolakan telak yang diisi oleh beberapa baris ceramah berisikan 'Aku laki-laki, Ilham. Kamu juga. Kita nggak bisa berhubungan halal'. Dan dengan menahan kesal, aku membalasnya, 'Oh. Jadi kalau lelaki dan perempuan yang berhubungan itu baru halal ya? Bukannya sama aja'. Kemudian Dosen datang, membubarkan keributan yang aku ciptakan. Dua jam berlalu setelah sesi penembakan itu, kabar tentang aku yang mencintai Hafiz sudah saja menyebar ke seantero kampus. Olok-olokan berupa 'homo', 'maho', 'gay', 'banci' hingga 'bencong' langsung dilekatkan terhadapku. Tapi aku tak mau ambil peduli.
Suka-suka mereka mau mengatai aku apa. Terserah mereka ingin melabeliku dengan berbagai sebutan tak jelas. Yang pasti, aku ya aku. Ilham Al Syukron. Laki-laki biasa, mencintai sosok laki-laki lain yang luar biasa, yang ingin dia jadi milikku, dan tidak akan pernah aku menyerah untuk mendapatkannya.
"Hafiz..."
Aku berseru memanggil. Suara riuh makin menjadi. Sedangkan Hafiz tidak menolehku. Mempercepat laju kakinya hingga ia lenyap di antara kerumunan mahasiswa lain.
Aku manyun.
Maklumlah ya kalau Hafiz malu. Aku kan sudah menembaknya terang-terangan tempo hari itu. Mungkin sebaiknya, kapan-kapan aku mesti berusaha lagi mengajaknya bicara empat mata.
Membicarakan hubungan kami. Tentang perasaan cintaku yang orang komentari sebagai... sebuah kesalahan.
Yang aku pertanyakan, salahnya di mana? Salah ya aku jatuh cinta? Tidak bisa berhenti memikirkannya, berdebar-debar setiap melihatnya, mendambanya. Itu semua salah? Yang salah itu justru mereka!
Mereka belum pernah merasakan dan mengetahui apa itu cinta. Makanya mereka tidak terima. Mereka hanya iri padaku. Karena aku beruntung bisa mencintai seseorang dengan tulus pada jaman yang terlajur telah bobrok ini. Dasar para pendengki.
"Woy, bencong! Lo cepet tobat gih! Geli tau gak! Masa cowok doyan cowok?"
Haaah. Begitu lagi, begitu lagi. Tidak punya kutipan lain yang bisa disuarakan ya? Menyedihkan.
Aku tidak menghiraukan. Lebih memilih melenggang, meninggalkan mereka yang masih saja menyerukan hinaan serta makian ke arahku. Bahkan tadi, rasa-rasanya kepalaku seperti ada yang memukul.
Masa bodo deh.
Ini hidupku. Mereka bukan siapa-siapa. Aku yang berhak menentukan perasaan dan keinginanku sendiri. Jadi ini tidak salah.
Aku harap mereka segera sadar. Bahwa hidup itu tidak semuanya bisa terjadi sesuai kodrat yang katanya sudah tergaris sejak Tuhan menciptakan manusia.
Ah. Abaikan mereka. Sebaiknya aku menyusul Hafiz. Pasti dia sedang ada di perpustakaan. Aku mau mojok berdua dengannya. Hehe.
--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top