7-Boundless
Aku sudah cukup bila ada kamu, aku bahagia hanya kar'na hadirmu.--Unknown.
..........
Deandra Avilla
Tiga hari setelah kejadian itu. Setelah siang malam menunggui Gilang yang masih koma di UGD. Dunia serasa nggak sama lagi. Semua berubah. Something wrong?
Semenjak kejadian itu gue ngerti bahwa warna hitam sudah mendominasi dunia, menutupi warna pink yang selama ini sangat amat gue puja.
Dan sesungguh nya hati bisa mati walau masih terasa nyeri dan sesak.
Jantung masih bisa berdetak normal walau sudah meledak.
Paru-paru terasa sesak oleh air walau sebenar nya kering.
Manusia masih bisa menangis dalam diam.
Doa hanya untaian harapan tanpa makna.
Dan fakta bahwa manusia lebih kecil dari pada ban kontener.
Gue bener-bener rapuh sekarang. Gue butuh tongkat penyangga buat nopang badan kecil gue.
Gilang tinggal sebuah nama tanpa raga.
Dian cuma seorang kakak yang nggak tau arti 'kakak' sebenar nya. Dia ikut hilang terkubur badan Gilang oleh tanah.
Papah sama sekali nggak peduli gue.
Dan fakta bahwa cuma Rama yang tersisa sampe sekarang.
Gue semakin merasa anak pembawa sial.
Gue masih nggak ngerti kenapa Gilang mau-mau nya ngorbanin nyawa demi gue.
Seharus nya gue yang mati.
Gue yang pergi.
Gue tau pasti semua akan begini. Kebaca banget. Kaya sinetron.
Disini gue yang disalah kan. Gue yang jadi tersangka. Padahal? Gue juga nggak tau apa-apa.
Iya, gue tau. Gue udah ngebunuh anak kesayangan Om Dave sama tante Mira.
Gilang memang seseorang yang selalu terlihat sempurna.
Definisi sempurna terletak pada satu nama. Gilang.
Mata nya biru laut, badan nya tinggi berisi, kulit nya putih, wajah nya tanpan dan menyenangkan, dia pintar dan pandai dalam segala bidang olah raga. Dia kebanggaan orang tua. Dan gue udah ngebunuh sang putra mahkota milik om Dave dan tante Mira.
Keberadaan gue seakan membuat Gilang tiada.
Gue adalah pembunuh.
****
Gue kembali menenggelamkan kepala di atas lutut berusaha menyingkirkan mimpi itu jauh-jauh.
Gue coba mengatur nafas yang semakin gue atur makin berantakan. Lalu berbaring berusaha untuk tidur lagi.
Dan, ini udah yang ke delapan kali nya gue ngubah posisi tidur. Well, gue lagi nyari posisi tidur yang menurut gue nyaman, biar gue bisa tidur.
Gue bolak kanan, balik kiri, tengkurep, ngeringkuk, berdiri, duduk tapi tetep aja hasil nya nihil. Mata gue nggak mau merem.
Tangan gue meraba nakas yang ada di samping kasur, mencari benda berukuran persegi panjang. Setelah dapet gue pencet tombol atas nya.
01:27 am.
Mampus.
Seharus nya gue lagi tidur pulas mengistirahatkan tubuh dan otak gue yang emang udah cape. Dan gara gara mimpi sialan itu gue bangun. Lagi. Sumpah mimpi itu bener bener sialan. Gue ulang mimipi itu sialan banget.
Gue bener bener nggak bisa tidur. Lalu gue ngelirik ponsel itu.
Otak gue keinget si Rama.
Gue mencari kontak Rama dan gue pencet kontak yang bernama 'RA-MAyat'
Terdengar lima kali nada sambung.
Nih orang pasti molor pules banget dah?
Pas gue mau matiin panggilan.
"Hm," terdengar gumanan berat serak khas orang bangun tidur dari sebrang telepon.
"Ma?"
"Hmm" Dia ngulang lagi jawaban nya.
"Gue ganggu, ya?" Suara gue terdengar sedikit ragu. Nggak yakin bocah itu bakal dengerin gue.
"Enggak kok De, santai aja." Suara nya terdengar lebih normal, gue denger decitan kasur. Kayak nya tuh bocah lagi ganti posisi, duduk mungkin.
Gue diem. Bingung mau ngomong apa ya?
Terjadi keheningan beberapa menit.
"Lo mimpi lagi?"
"Kaya biasa dah." Gatau gimana, gue yakin Rama ngangguk setelah jawaban gue. Dan terjadi keheningan lagi.
Gue denger decitan kasur lagi lalu suara helaan nafas. Tiba-tiba gue ngebayangin kalo si Rama lagi ngusap kasar muka nya, frustasi gara-gara gue nelpon tengah malem cuma buat diem.
"Ma?"
"Hm?"
"Lo ngantuk banget ya?"
"Nggak kok, lo tidur gih. Gue tungguin sampe lo tidur" Rama bersuara pelan dan tenang. Nyaris kaya orang bisik bisik. Tapi bikin hati gue nyaman.
"Thaks ya."
Rama diem gue yakin dia menyergitkan dahi nya. Pasti tuh bocah nggak ngerti maksud perkataan gue apa. Dan akhir nya dia memilih menjawab, "Buat apa?"
Oke, itu lebih baik dari pada dia nggak jawab sama sekali.
"Buat semua nya." Setelah jawaban dari mulut gue. Gue menyadari satu hal, bahwa Rama lah orang yang paling membawa pengaruh untuk hidup gue. Dari sifat nya yang tenang yang bikin gue nyaman, kesabaran dalam menghadapi gue, dan yang paling penting dia adalah satu-satu nya orang yang memutuskan untuk tetap tinggal.
Gue ngerasa kalo Rama senyum di sebrang telepon. "Anytime."
Hening lagi.
"De?"
"Apa?"
"Lo tau kan?" Gue merasakan keraguan dari nada suara nya.
"Enggak, apaan?"
"Kalo gue--" dia menghela nafas sebentar, diam mengantung kata-kata nya, "bisa lo telpon kapan aja."
Gue ketawa pelan, "Iya" dan Rama ikutan ketawa.
"Udahan. Lo tidur."
"Yaudah," Gue juga emang udah ngantuk lagi kok. "Sekali lagi makasih ya, Ma."
"Sama-sama, Tidur ya?"
"Iya."
Lalu Rama memutuskan sambungan.
Gue bisa ngerasain kalo kita berdua sama-sama senyum ketika nutup telpon.
Lihatlah, betapa beruntung nya gue punya sahabat sejenis 'dia'.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top