20-Boundless
Jangan muluk-muluk katakan saja apa yang kamu rasa. --Deandra Avilla.
..........
Author
Perasaan Dean siang ini tak karuan. Sangat-sanggat tak karuan, seperti nya ia sedang membayangkan hal-hal manis yang akan terjadi pulang sekolah nanti. Sebenarnya iya sudah menyiapkan beberapa jawaban dari kemarin malam yang tentunya ia dapat dari google. Jadi Dean tidak boleh tegang, ia sudah mempersiapkan semuanya.
Kalau nanti Kenanth bertanya, "Lo mau nggak jadi pacar gue?" Dean pasti langsung menggangguk dan menjawab, "Iya gue mau." Secara, gila aja yang nolak cowok se-tenar Kenanth. Bahkan kalau Kenanth tidak bertanya apa-apa Dean pasti akan berkata, "Gue mau kok jadi pacar lo hehe." Dengan senang hati dan tanpa rasa malu pastinya.
Sekarang baru jam 11 siang dan baru selesai jam istirahat pertama, berarti waktu pulang masih 3 jam lagi.
Uh, lama nya!
Sebuah sentilan di kening membuyarkan lamunan Dean, "Aww! Paan sih?!" Dean mengusap-usap kening yang terasa nyeri.
"Dedek Dean kenapa sih bengong mulu? Mikirin abang ya?"
Dean menatap muka --sok imut tapi emang imut-- Rama sinis, "ew!" ia memutar bola mata.
"Ih dedek jangan gitu, nanti matanya nggak bisa balik lagi loh, nanti dede tambah jelek lho." Dean hanya memasang ekspresi jijik.
"Dedek kenapa gitu sama abang?" Suara berat Rama berubah menjadi lembut membuat Dean semakin jijik dengan sahabat nya yang satu ini.
"Dedek dedek, diem napa gue nggak kedengeran!" Rupanya Amel metasa terganggu. Amel menutup laptop nya rencana untuk menonton episode ke- 7 drama korea terbaru nya gagal.
Dean dan Rama saling bertatap muka, seolah sedang membaca pikiran satu sama lain. Empat detik kemudian mereka terbahak. Amel yang kebingungan dengan kelakuan tersebut malah ikut tertawa, ia tertawa lebih kencang dari Dean dan Rama. Kencang sekali, sampai teman sekelas nya menatap Amel heran.
Amel mulai menyadari sesuatu yang janggal, ia memelankan nada tawa lalu menatap keseluruh penjuru kelas sambil cengengesan gaje.
"Kampret lo." Amel menatap sinis.
Rama memasang mimik sok-imut khas nya sambil mengerjapkan bulu mata, "Ihhh dedek atut." Katanya, sambil menarik Dean keluar kelas. Eits sebentar.
Keluar kelas? Bukan lkah salah satu dari sejuta peraturan di sekolahnya melarang para murid untuk keluar kelas selama jam pelajaran, kecuali saat olah raga pastinya. Tapi bukankan Rama sedang melanggar peraturan? Peduli amat dengan petaturan sekolah yang memenuhi seluruh ruang kelas. Rama tidak tertarik dengan hal seperti itu, ia lebih tertarik pada anak perempuan yang sedang ia tarik sekarang.
Mereka pun menonton anak yang sedang bermain basket di lapangan dari atas. "REBUT AJA JI! REBUT!" Dean berteriak dengan keras nya menyebut nyebut nama Aji wakil ketua osis sekolah nya.
"BAGUS!" Kata Dean dengan mengacungkan jari jempol setelah bola Aji menerobos ke ring lawan, lalu di balas Aji dengan senyuman lebar. Sedangkan Rama hanya diam saja menikmati permainan dari atas, merasakan panas nya angin siang yang menyentuh kulit nya dan merasakan keberadaan Dean di samping nya.
Angin siang menerbangkan beberapa helai rambut Dean membuat gadis itu beberapa kali menyelipkan rambutnya di belakang daun telinga, "eh tau nggak? Gue belom ngasih tau, ya?"
"Apaan?"
Dean menghadapkan wajahnya ke arah Rama, sorot matanya bahagia dan bersinar karena cahaya matahari masuk disana. Sangat indah. "Kenanth mau ngomong sesuatu sama gue." Katanya sambil melompat kecil.
"Terus?" Rama menjawab cuek.
"Kan lo cowok, harus nya lo tau maksud kata-kata gue, huh!"
"Ya emang apaan?"
"Kalo ada seorang cowok yang mau ngomong sesuatu ke cewek maksud nya apa coba?" Dean memajukan sedikit bibir bawah nya kedepan.
"Mau... nagih utang?"
Dean menyatukan alisnya, bingung. "Lah kok?"
"Lo punya utang sama si Kenanth?"
"Dia mau nembak gue bego, ah lo mantan player begitu pun tak tahu." Dean meniru logat upin-upin.
Rama menatap bingung ke arah Dean, "Nembak? Pede amat lo?" Suara Rama nyaris mengejek.
"Emang iya yeee, sirik aja! Jones sih."
"Banyak kali yang mau ke gue," Rama memasang muka sok ganteng nya sambil membentuk ibu jari dan telunjuk nya logo Nike. "Eh btw dia kan punya --udah putus kali, eh, gatau gue." Lanjutnya seperti berbicara sendiri.
"Apaan? Punya apa?"
"Enggak, enggak, ralat hehe." Elak Rama cepat. Dean yang masih bingung terus menatapnya aneh.
"Jangan natap gue kek gitu!" Dean cepat membuang tatapan nya ke arah lapang, sekarang lapangan sudah sepi, sepertinya waktu olah raga selesai otomatis jam pelajaran nya selesai, otomatis Dean akan cepat pulang.
Sungguh waktu sangat lama!
..........
"Gue pulang duluan nggak nih?" Rama berdiri di ambang pintu menunggu sahabat nya yang masih bercermin di meja.
"Gue udah cantik belom?" Tanya Dean setelah memoles bibir tipis nya dengan lipblam warna pink favorit nya, lalu merapikan sedikit rambut nya yang di gerai sebahu.
Lo cantik.
"Yaelah kalo dasar nya jelek di apain aja jelek kali." Bukan bermaksud untuk menyinggung perasaan Dean, tapi Rama hanya ingin Dean terlihat cantik dihadapan nya saja, bukan orang lain, siapapun itu.
"Ih jahat!"
"Pulang nggak?" Rama bertanya lagi, masih pertanyaan yang sama.
"Nggak. Gue mau ketemu Kenanth." Jawab Dean sok cuek, sepertinya ia sedang marah sekarang atau pura-pura marah?
"Jeh, ngambek?"
"Nggak."
"Pulang nggak?"
"Duluan aja sana ihh," Dean mendorong tubuh Rama dengan susah payah karena pasti badan nya lebih besar dari pada badan Dean.
"Yayaya selo ih, inget lo di apa-apain sama Kenanth hubungi gue." Kata Rama sebelum akhirnya menyerah meninggalkan Dean.
Dean mengabaikan perkataan Rama, tak peduli. Yang ia pikirkan hanyalah hal-hal manis tentang Kenanth. Jika ada yang bilang cinta itu buta, mungkin kali ini ia merasakan nya. Iphone menampilka notif line masuk,
Kenanth: lgsg ke halaman belakang y
Tanpa ba-bi-bu Dean menuruni tangga dan berlari ke halaman belakang sesuai perintah, disana ia tak menemukan apa-apa hanya ada sebuah bangku di bawah pohon apel. Dean memilih duduk disana, rasa kecewa mengerayangi pikiran nya. Tak ada apa-apa disini.
Sudah hampir setengah jam ia duduk sendiri sekarang rasa bosan lah yang menggerayangi nya, otak nya berkata ngapain lo disini? Udah setengah jam, pulang aja sih. Tapi hati nya berbeda pendapat tunggu sebentar lagi, pasti dia dateng!
"Dean!" Teriak seorang laki-laki yang di tunggu Dean dari tadi, laki-laki itu tampak kelelahan baju nya basah karena keringat dan nafas nya terengah-engah, seperti nya ia habis berlari.
"Gue lama ya? Maaf ya..." kata Kenanth sambil mengatu nagas nya lalu duduk di bangku sebelah Dean.
"Enggak kok, orang gue baru dateng hehe." Bohong.
"Oh ya? Wah kita bareng dong?" Nafas Kenanth sudah mulai normal, "Gue to the point aja ya?" Lanjut nya langsung.
"Yaudah, kayak nya penting banget dah." Dean tersenyum menahan jantung nya yang rasanya ingin melompat, seperti biasa saat bersama Kenanth kupu-kupu itu datang, membawa sensasi geli di dalam rongga perut Dean.
"Gue cuma mau nyatain perasaan gue yang dulu banget nih, soal nya nggak enak kaya ada yang ngeganjel gitu."
Deg.
Nyatain? Nyatain apa?
Perasaan?
Nembak dong!
Detak jantung Dean semakin kencang, sampai telinganya mendengar detak jantung nya sendiri. "Ya-- yaudah nyatain aja."
Kenanth mengatukan jari diatas paha nya, sepertinya ia sedang mencari kata-kata yang pas. "Gue bingung harus mulai dari mana," Dean nampak serius dengan semua kalinat yang keluar dari mulut Kenanth. "Lo inget nggak dulu gue culun banget? Waktu mos pertama?"
Dean jadi teringat hari pertama ia menginjakan kaki disekolah ini, waktu itu ia tidak kenal siapa-siapa kecuali Rama. Bahkan kalau Dean kena hukuman dari panitia Rama akan bertingkah aneh supaya Rama bisa ikut-ikutan dihukum, biar hits katanya. Dean juaga ingat dengan tampilan Kenanth saat pertama kali mos, waktu itu ia memakai baju putih biru yang dimasukan sangat rapih, beda dengan sekarang baju putih abu nya Kenanth keluarkan, rambut nya ia belah tengah, ingusan, sangat menjijikan.
"Iya gue inget." Kata Dean.
"Gue jijik banget ya waktu itu? Sumpah gue jijik banget kalo itu." Kenanth mengangkat bahu nya.
"Tapi yang penting sekarang lo keren man!"
Kenanth tersenyum, ia merasa bangga karena disebut keren. "Gue keren yak?" Ia mengangkat sebelah alis nya, "Ini berkat lo Dean makasih ya!"
"Lah kok gue?"
Kenanth mengubah posisi duduk nya menghadap Dean dan memegang pundak anak perempuan itu. "Jadi gini, gue dulu suka sama lu Dean, dan gue pengen jadi ganteng biar lo suka sama gue," Lalu Kenanth tertawa renyah, "Gue bocah banget yak?"
"Tapi gue suka sama lo, gue mau kok jadi pacar lo."
Kenanth menyerngitkan dahi nya. "Maksud nya?"
"Lo nembak gue kan?"
"Lah? Gue kan cuma nyatain perasaan yang dulu." Kenanth menatap lurus ke mata coklat Dean. "Gue harap pikiran lo nggak kemana-mana dah."
"Lo nembak gue kan? Katanya lo suka sama gue?" Dean bingung dengan maksud perkataan pikiran lo nggak kemana-mana.
"Bentar, apa gue salah ngomong ya?" Kenanth menatap daun pohon yang rindang diatas nya seperti mencari sesuatu, "Astaga Dean! Lo salah paham."
"Hah? Lo nembak gue Kenanth dan gue mau." Dean ngotot dengan pendapat nya sendiri.
"Biar gue jelasin deh, lo dengerin aja jangan motong omongan gue."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top