19-Boundless

Nothing.--Rama Delio.

..........
Author

"Enggak bu, aku nggak mau." Rama berusaha meyakinkan Mira yang keras kepala itu.

"Tapi ini udah keputusan ibu sama ayah, kamu nggak berhak nolak." Mira menegakkan posisi duduk nya masih dengan mimik serius matanya tajam tak lepas menatap Rama.

"Tapi bu --"

"Nggak usah nolak, ini demi kebaikan kamu. Nggak mungkin kan ibu ninggalin kamu sendiri disini?" Mira menyereput secangkir teh panas, lalu melanjutkan perkataan nya, "Inget, kamu anak satu-satu nya, dan kamu nggak berhak ngecewain ibu."

Skakmat. Kalau sudah bicara tentang anak satu-satu nya Rama tidak bisa berkutik, ia pasrah. Ia merutuki nasib sebagai anak tunggal, yang mewajibkan untuk menuruti semua perintah wajib sang orang tua.

Rama menggaruk rambut nya frustasi, jelas-jelas ia tidak mau, tapi sungguh Mira sangat menjengkelkan.

Melihat anak nya yang mulai malas dengan percakapan ini, ia pun segera mengambil tas kulit di atas meja berniat pulang. "Kamu pikirin ini baik-baik ya." Katanya sebelum pergi meninggalkan rumah penuh kenangan itu.

Hening kembali lagi. Seolah tidak pernah bosan menemani Rama sepanjang siang dan malam. Sekarang otak Rama terlalu pusing untuk memikirkan perkataan Mira. Yang kesan nya memaksa.

Rama mengapus wajah nya kasar ini adalah ke tiga kalinya ia menghela nafas kasar hari ini. Awan hitam seolah sedang berada di atas nya, ia memilih untuk tidur meringkuk di atas kasur kesayangan nya.

Ia melempar iphone sembarangan lalu membaringkan badan di atas kasur dengan hati-hati tanpa cuci tangan atau gosok gigi dahulu. Ia pun melirik jam digital di atas nakas sekarang pukul 20:50 pm jarang sekali ia tidur di jam jam begini.

Rama berusaha memejamkan mata, mengistirahatkan otak dan badan dari kegiatan bumi yang melelahkan.

Semakin Rama berusaha memejamkan mata suara suara aneh itu semakin terdengar. Seperti gaung selalu berulang-ulang di telinga, suara yang dapat menusuk dada, menyayat hati.

Gue anak tunggal.

G u e a n a k t u n g g a l (?)

Beri tau Rama. Apakah ia harus senang menjadi anak tungga? Atau tersiksa karena ia lah harapan orang tua satu-satu nya?

Kita kan sahabatan.

S a h a b a t.

Rama semakin berusaha memejamkan mata, suara nya kaki ini lebih jelas, nyaring, dan seram. Rama menyadari sesuatu, seharus nya ia bisa mengontrol perasaan nya. Seharus nya ia tidak pernah menyukai Dean.

Seharus nya ia tau, Dean lebih menyukai laki-laki yang ganteng jelas, cool, tajir dengan harta yang melintir, pintar, dan cowok yang memperlakukan pacarnya kayak orang cacat. Yang kalau lagi belanja di bayarin, turun dari mobil di bukain pintu, kalo beli novel novel nya di bawain. Seolah mereka tuh nggak ada apa-apa nya tanpa dia.

Rama memejamkan matanya rapat-tapat, persetan kalau Rama nggak memenuhi kriteria itu. Rama memang nggak pintar, ia cenderung bego. Tapi apa jatuh cinta itu salah? Apa berharap lebih sebuah dosa?

Rama membiarkan perasaan nya mengalir, ia akan mengikuti arus, pasrah kemana air membawa pergi. Akan terus berlayar atau tenggelam suatu saat nanti.

Perumahan masih ramai karena masih banyak orang yang sekedar berbincang-bincang dengan tetangga setelah pulang kerja, jalanan masih dihiasi oleh anak kecil dan orang berjualan, tapi Rama sudah tenggelam dalam mimpinya. Terbuai dengan manis nya mimpi malam ini yang berbeda jauh dengan pahit nya kehidupan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top