15-Boundless
I hate you that I love you.--Rama Delio.
..........
Author
Suara jam beker di pinggir kasur membuat Dean terbangun, gadis itu menguap dan mata nya masih buram. Berusaha mengumpulkan nyawa untuk mandi. Dean mengambil benda berukuran persegi panjang yang memperlihatkan sebuah nontification line masuk.
Kenanth : De gue jemput ya?
Kenanth?
Mendengar nama itu Dean tertegun. Gadis itu terbayang oleh kejadian kemarin malam, kejadian yang menurutnya sangat aneh. Bagaimana bisa sahabat yang selama ini menjagamu, memakimu karena sebab yang sangat tidak jelas. Aneh bukan?
Bahkan kalau Rama berbicara baik-baik dengan senang hati Dean akan menjaga jarak dengan Kenanth. Ralat dengan berat hati.
Ragu-ragu Dean membalas line dari Kenanth. Jari mungil nya mulai mengetik sesuatu,
Dean Av : Kayak nya gue nggak bisa dulu. Gue lg ga enak badan.
Eh tapi, kalo nanti gue ketemu di sekolah sama dia gue mesti jawab apa? Ganti ah... Batin Dean.
Dean Av : Nggak usah, kayak nya kita gausah ketemu dulu deh.
Nanti dia tanya lagi, kenapa? Dean menghapus satu persatu huruf, lalu memikirkan jawaban yang tepat.
Dean Av : Gausah ken, kayak nya gue bakalan telat deh. Lo duluan aja yha...
Send.
Read.
Kenanth : Oke.
Entah kenapa, setelah membaca balasan itu Dean menghembuskan nafas nya. Lega. Setelah nyawanya terkumpul Dean mengambil handuk lalu berjalan ke kamar mandi.
Pagi ini biasa-biasa saja untuk Dean, tak ada hal yang menarik, ia sendiri merasa bosan dengan rutinitas nya setiap hari. Yang tidah jauh dari sekolah-eskul-main-makan-belajar-tidur dan kembali lagi ke awal. Siklus itu berulang selama 3 tahun, membuat Dean bertanya-tanya, kenapa di dunia harus ada kata 'belajar?' Siapa sih yang nyiptain? Pinter dah kayak nya. Dean berharap semoga siklus itu tidak berulang sampai dia mati.
Belum lagi sekarang Dean sudah kelas XII yang pasti nya akan semakin sibuk dengan try out, pelajaran tambahan, ulangan semester lebih awal, ulangan praktek, dan puncak nya adalah Ujian Nasional. Membayang kan nya saja sudah membuat Dean pusing,hm.
Selasai sarapan Dean susah siap berangkat sekolah, kali ini karena Rama masih marah dan ia menolak ajakan Kenanth, ia memutuskan untuk naik ojek. Dean berjalan ke pangkalan ojek sebentar, lalu melambaikan tangan kepada salah satu ojek. Dan lihatlah!
Ojek nya langsung menghampiri Dean.
Nah, untuk para doi di luar sana. Abang ojek aja cuma di lambain tangan langsung peka. Masa lo yang udah di kodein mati-matian tetep nggak peka?!!!
Oke ini baper.
Dean pun menaiki ojek itu dan sampailah di sekolah dengan aman, nyaman dan sejahtera.
Bel sudah berbunyi dari setengah jam yang lalu, namun anak laki-laki yang duduk di hadapan Dean belum juga datang, bangku nya masih kosong. Sejak kemarin Rama tidak menampakan batang hidung nya di sekolah maupun di rumah. Dapat di simpulkan Rama bolos, dan hari ini ia melanjutkan aksi bolos nya itu.
Dean merasakan sesuatu yang mengganjal dalam hati, dia merindukan Rama. Jika sebelum nya mereka bertengkar selang lima atau tiga menit pasti Rama selalu mengalah. Namun kali ini beda. Dean merasa semakin dewasa seseorang tingkat ke-egoisan nya akan semakin tinggi, tidak terkecuali Rama dan diri nya sendiri.
Ingin sekali anak perempuan itu menelpon Rama dan berkata, "Ma, gue minta maap ya." namum niat itu Dean urungkan. Kembali lagi ke permasalahan awal, ini salah Rama.
"Come to earth Deandra." Teriak Amel di kuping kanan Dean. Membuat Dean terhuyung kebelakang karena kaget.
"Anjir. Biasa weh."
"Lagian lo pagi-pagi udah ngelamun. Emang ngelamunin apaan sih?" Tanya Amel menyelidik. Dan hanya di jawab gelengan kecil oleh Dean.
"Eh by the way si Rama kemana? Bolos lagi dia? Padahal kan sekarang kita udah semester genap, sebentar lagi mau un. Masih betah aja bolos bolosan." Cerocos Amel panjang lebar sambil mengeluarkan beberapa alat tulis nya.
Oh ya.
Dean sekarang sudah kelas XII semester genap, beberapa bulan lagi ia akan menghadapi UN. Bagaimana kalau Rama ketinggalan pelajaran? Lalu Rama tidak lulus sma? Kini pikiran Dean di gerayangi oleh beberapa pertanyaan seputar Rama. Sungguh Dean tidak mau hal buruk terjadi pada Rama.
"Amel diem. Bu Wiwin udah masuk." Kata Anna yang duduk di belakang. Membuat Amel langsung diam menatap lurus kedepan.
...........
Rama tidak berhenti mengecek jam di tangan kiri nya, sudah lebih dari satu jam ia berdiri di sini. Panas dan membosankan. Menunggui seseorang yang tidak kunjung pulang.
Ia mondar-mandir di depan pekarangan rumah Dean. Ngeliatin halaman besar tempat bermain nya dulu, hampir tiap hari ia, Dean, Dian dan gilang menghabiskan waktu di halaman ini. Sebuah pohon mangga berdiri kokoh di tengah nya, membuat ia rindu masa-masa dulu.
Pukul 14:05 seharus nya Dean sudah di jalan, batin Rama.
Rama merangkai kata-kata yang ingin di bicarakan nya kepada Dean, sebenar nya ia tidak pandai dalam merangkai kata tetapi demi gadis itu apapun ia rela. Detik demi detik berganti menit. Sampai seseorang dari balik jendela rumah gemas kerena Rama ngotot ingin menunggui Dean di pekarangan rumah.
"Den Rama, nunggu nya di dalem aja. Kasian panas." Kata bi Ijah dari balik pintu.
"Nggak usah bi, lagian bentar lagi Dean pulang kok?"
"Yaudah, kalo mau kerumah masuk aja ya den, kaya biasanya."
"Sip." Rama kembali berjalan hilir mudik.
Sela lima menit setelah nya terdengar suara motor. Seorang anak perempuan dengan seragam khas sma turun.
"Rama? Lo ngapain? Di hukum sama bi Ijah?" Dean bertanya sambil memberikan selembar uang dua puluh ribuan kepada tukang ojek tadi dengan tersenyum.
Rama terkekeh, "yakali bi Ijah ngehukum gue."
Dean juga ikutan ketawa. "Yuk masuk, nanti lo iteman." Dean melangkah kan kaki ke dalam dan di ikuti Rama di belakang, Rama merasa sangat gugup kali ini entah kenapa tapi dia benar-benar gugup.
Mereka berdua sudah ada di bekas ruang keluarga yang sekarang sudah di modif menjadi markas bermain vidio game saat tengah malam.
Kali ini Rama dan Dean tidak duduk berhadapan, melainkan mereka bersebelahan. Sudah lima menit mereka duduk tapi belum ada yang memulai pembicaraan. Sampai akhir nya Rama mengumpulkan keberanian dan memulai pembicaraan,
"De?"
"Hm?"
"Lo marah sama gue?"
"Enggak." Dean membuang nafas pelan kemudian membalik badan agar ia bisa melihat mata hitam pekat Rama. "Gue cuma kesel aja sama lo, abis nya ambigu banget."
Rama menggaruk tengkuk nya yang sama sekali tidak gatal, tandanya ia sedang salah tingkah, "Serius lo nggak marah?"
"Nggak, cuma rada kesel." Dean melipat tangan di dada.
Terhilat kerutan kecil di dahi Rama. "Nggak marah? Tapi kesel? Maksudnya?"
Dean berjalan ke arah dispenser menuangkan air kedalam gelas kaca setengah nya, ia sengaja hanya menuangkan setengah gelas membiarkan setengah nya lagi kosong. "Engg... Ya gitu, artinya gue hampir marah sama lo."
"Terus gue minta maaf jangan?"
"Minta maaflah." Dean duduk lagi di samping Rama dan meminum air dengan dua tegukan besar. "Terserah deng, lo mau minta maaf atau nggak."
"Yaudah gue minta maaf ya, sahabat ku yang paling baik dan rajin menabung." Tangan Rama memegang tangan Dean.
Seperti terkena sengatan listrik Dean merasa darah nya berdesir, sentuhan tangan Rama sangat.......... Berbeda.
"Mau banget ya gue maapin?" Dean berusaha agar suara nya terdengar senormal mungkin.
"Mau lah."
"Mau aja apa mau banget?"
"Serius Dee gue lagi nggak bercanda."
"Gue juga dua rius dah."
Rama berdecak, tapi ia merasa senang dengan perdebatan kecil seperti ini tandanya Dean sudah tidak marah lagi. Mungkin itu adalah salah satu hal yang paling Rama rindukan saat ia sedang tidak bersama Dean.
"Oke, gue bakal kabulin satu permintaan lo."
Seperti matahari yang baru keluar wajah Dean terlihat sumringah senang, sebuah senyuman terlukis di bibir nya. "Apa aja?"
"Serius apa aja."
"Janji?"
"Janji." Mendengar jawaban Rama senyuman Dean makin melebar. Membuat saraf-saraf Rama yang tadinya kaku terasa longgar. Dia cantik. Benar-benar cantik.
Rama merindukan sahabat nya yang dulu. Gadis kecil cengeng, tapi tomboy yang menyukai film-film disney, drama korea yang manis dan romantis dan film-film yang akhirnya happy ending. Bukan anak perempuan yang berganti lebih menyukai film action atau drama jepang yang berakhiran sedih dan kelam.
Menurutnya, ending yang bahagia cuma ada di film. Karena di dunia nyata lebih mendominasi rasa sakit.
Bukan maksud Rama lebih suka keadaan Dean dulu, dan ngebenci Dean yang sekarang. Bukan. Maksudnya Dean yang sekarang......... Ia nggak tau. There's something wrong, something off, something dead with her.
"Yaudah, berhubung kita udah baikan, ayo main vidio game!"
"Siapa takut."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top