8.2. Kejutan Si Bungsu
Halo halooo halloooooo... Sudah ikutan PO belum? Yg masih belum yuk merapat. Jangan sampai ketinggalan ya.
###
Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Wulan sudah membicarakan masalah pengunduran dirinya pada manajer dan pemilik restoran, untungnya semuanya berjalan lancar. Ia akhirnya berhenti bekerja. Teman-temannya melepaskan Wulan dengan berat hati. Kebersamaan yang tak sebentar tentu saja menumbuhkan kedekatan batin diantara mereka.
Setelah Wulan tidak bekerja lagi, otomatis waktu luangnya lebih banyak. Kegiatannya hanya berkutat dengan kampus saja. Sepulang dari kampus ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Lestari. Menemani kemanapun wanita itu pergi atau juga membantu wanita itu berkutat di dapur. Bagi Wulan, kegiatan di dapur bukanlah hal asing. Terbiasa hidup serba pas-pasan membuatnya mampu mengerjakan pekerjaan apapun. Memasak adalah salah satunya. Makanya tak jarang Lestari akhirnya membiarkan Wulan menguasai dapurnya saat gadis itu berkeinginan menyiapkan menu untuk makan makan siang atau juga makan malam mereka sekeluarga.
Yang membuat lestari dan suaminya lebih bahagia lagi adalah kedua anaknya, si sulung dan bungsu justru kembali pulang ke rumah mereka. Terutama Bhagas. Meskipun si sulung telah memiliki rumah namun sejak kehadiran Wulan, pria itu justru hanya sesekali pulang ke rumahnya sendiri.
Keluarga Bambang Wijanarko kembali terasa hangat dengan kehadiran Wulan minus si tengah Rania yang tentu saja tinggal bersama suaminya.
"Nanti pulangnya aku jemput ya, Lan." Panji berucap saat pria itu sudah memarkir mobilnya tepat di depan gerbang kampus Wulan. Hampir setiap hari Wulan berangkat ke kampus bersama Panji ataupun Bhagas. Saat pulang jika kebetulan kedua pria itu sempat selalu meluangkan waktu untuk menjemput Wulan. Sebelumnya Wulan sudah menolak, ia merasa terlalu merepotkan, namun ternyata kedua pria itu pantang ditolak akhirnya Wulan pasrah saja. Padahal ada sopir keluarga Wijanarko yang bisa mengantarkannya kemana saja, tapi kedua pria itu tetap berkeinginan mengantar jemput Wulan bergantian jika mereka sempat.
Sering terselip rasa tak nyaman dibenak Wulan saat menerima semua kebaikan keluarga yang telah menampungnya itu, namun Lestari selalu menghapus rasa tak nyaman itu. Wanita itu selalu bisa membuat Wulan merasa begitu dicintai dan diterima di keluarganya.
"Nanti malam ikut ke acara reuni sekolahku yuk. Mas Bhagas juga ikutan kok." Panji kembali berucap tanpa menunggu jawaban pertanyaan sebelumnya.
Wulan menghentikan gerakannya yang hendak membuka pintu mobil. Tatapannya berpindah pada pria yang terlihat berwibawa dengan setelan kerjanya itu.
"Aku malu, Mas. Nggak ada orang yang aku kenal di tempat itu." Wulan masih ingat kejadian beberapa minggu lalu saat ia menemani kedua pria itu ke pesta teman Amanda. Ia merasa terasing dan tentu saja tak nyaman.
"Mas Bhagas ikut juga kok. Kamu nggak usah khawatir." Panji mencoba meyakinkan. Panji benar-benar berharap Wulan kali ini mau pergi bersamanya. Ia ingin memperkenalkan gadis itu pada teman-temannya. Gadis yang akhir-akhir ini perlahan mulai memenuhi sudut hatinya.
"Tapi ...,"
"Aku mohon." Panji meraih jemari Wulan yang seketika membuat gadis itu terkesiap kaget. Pandangannya ia jatuhkan pada jemarinya yang tergenggam erat dalam jari-jari Panji yang terasa hangat.
"Aku ingin membawa kamu ke acara itu, memperkenalkan kamu pada teman-temanku."
"Mas bisa mengajak teman Mas Panji yang lain, bukan aku."
"Yang aku inginkan itu kamu, Lan. Bukan yang lain." Wulan meneguk ludah. Apa maksud perkataan pria ini. Kenapa terdengar sedikit janggal.
"Kenapa?"
"Karena kamu istimewa. Semakin aku mengenalmu semakin aku jatuh cinta sama kamu."
Wulan mengerjabkan mata berkali-kali. Apa yang pria di depannya ini katakan? Jatuh cinta? Panji jatuh cinta kepadanya? Bagaimana mungkin.
"Mas kalau ngomong nggak usah usil deh." Wulan terkekeh gugup tak tahu harus mengatakan apa.
"Mungkin kamu tak percaya, Lan. Tapi kebersamaan kita akhir-akhir ini begitu istimewa. Dua bulan kamu tinggal di rumah membuat kami semua jatuh cinta kepadamu. Mama yang biasanya kesepian kini kembali menemukan anaknya lagi. Papa pun juga terlihat lebih bersemangat. Bahkan aku dan Mas Bhagas akhirnya kembali pulang. Entah apa yang kamu bawa, keputusan Mama untuk membawamu ke rumah kami memang hal yang tepat. Kami seperti menemukan Rania kembali. Dulu, Rania seperti kamu, bedanya hanya dia gadis manja yang tak tahu apa-apa. Namun sejak dia menikah kami seakan kehilangan kehangatan. Dia ikut suaminya dan karena jarak yang tidak dekat dia pun akhirnya jarang pulang. Dan yang lebih parah, aku dan Mas Bhagas justru meninggalkan rumah. Mas Bhagas menempati rumah impiannya, aku melanjutkan pendidikanku ke luar negeri dan begitu pulang justru tinggal di rumah mas Bhagas. Lalu tiba-tiba saja kamu datang seolah mengembalikan semua keadaan seperti sedia kala. Rumah yang ramai dan terasa hangat. Makanya kamipun akhirnya kembali pulang."
Wulan terdiam. Kalimat panjang Panji masih menyisakan ketidak percayaan di hatinya. Wulan merasa ia tak cukup berharga untuk menjadi seseorang yang begitu dicintai di keluarga Wijanarko.
"A... Aku tak seistimewa itu." hanya itu yang Wulan ucapkan yang seketika membuat Panji melebarkan senyuman.
"Bagi kami begitulah kamu, Lan. Terutama bagiku. Jadi, Wulan bisakah kita menjalani hubungan yang lebih dekat dari pada sebelumnya?"
Wulan bingung. Pikirannya bercabang. Apakah ia tak terlihat begitu serakah saat menerima Panji? Lagi pula apa yang kan kedua orang tua Panji katakan jika mereka tahu hubungan Wulan dan Panji. Apa mereka akan menerimanya? Mungkin tidak, itulah yang Wulan pikirkan.
"Aku bukan wanita yang tepat untuk Mas Panji. Aku tidak layak untuk itu." Wulan akhirnya menjawab setelah begitu lama terdiam.
"Jangan merasa rendah diri. Kamu pasti merasa tidak nyaman dengan posisimu saat ini kan? Kamu tidak usah khawatir. Papa dan Mama pasti akan menyetujui hubungan kita."
"Aku takut."
Panji mengangkat dagu Wulan memandang gadis itu lekat. "Jika kamu masih merasa tak nyaman, kita tidak perlu mengatakan apa yang terjadi kepada orang lain termasuk mama dan papa terlebih dahulu. Setidaknya jika kamu siap, kita akan mengatakannya kepada mereka. Jadi, Wulan maukah kamu menerimaku?"
Wulan lagi-lagi tak mampu memberikan jawaban. Gadis itu hanya bisa memberikan senyuman.
"Okey, aku anggap senyuman kamu adalah jawaban iya. Panji seketika meraih tubuh Wulan yang kaku karena kaget ke dalam pelukannya. Membuat Wulan semakin merasa bingung dan tak tahu harus berkata apa. Tak mungkin ia menolak Panji, namun menerima pun bukanlah hal yang tepat.
"Nanti pulang kuliah aku jemput sekalian kita makan siang." Panji melepas pelukannya. Pria itu membuka pintu mobil dan beberapa detik kemudian pintu di sisi Wulan terbuka.
"Ayo, kamu sudah nyaris terlambat." Wulan membuka lalu menutup mulutnya lagi. Ia hanya mengangguk lalu segera turun dari mobil.
Setelah berpesan beberapa hal, Panji akhirnya kembali melanjutkan perjalanan menuju kantornya. Meninggalkan Wulan yang masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Apakah Panji adalah pria sepraktis itu? Pria yang begitu cepat dan mudah mengatakan cinta lalu mengambil keputusan sendiri dan sebelum mengurai kekusutan di antara mereka lalu pria itu pergi begitu saja?
Lalu hubungan apakah yang telah terbentuk antara Panji dengan Wulan saat ini? Apakah mereka sepasang kekasih? Ataukah ...? Entahlah. Wulan tak tahu.
###
Rekor tercepat. Baru kemarin up skrg up lagi wkkwkwkw...
Nia Andhika
12082020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top