8. 1. Kejutan Si Bungsu

Juniandra Wardhana (Juni) : Wanita cantik yang mandiri nan sukses yang mempunyai banyak cara untuk menghabiskan isi dompetnya. Prinsipnya, selagi masih punya uang kenapa tidak dinikmati.

Biantoro Atmojo (Bian) : Bos Juni yang baru saja menyandang status duda akibat ditinggal mati istrinya yang selingkuh. Pria matang kalem yang hidup lurus dan setia.

Bhumi Prasojo (Bhumi) : Kekasih Juni namun mempunyai sifat bertolak belakang dengan Juni. Pria mapan nan tampan namun terlalu menyayangi isi dompetnya.

Apa jadinya jika 3 karakter ini ada dalam satu kisah?

Juni Dan Isi Dompetmu jawabannya!
Open PO  guys 5-20 Agustus 2020

###

"Kalau itu tanya aja sama orangnya, Lan. Nggak perlu minta maaf sama aku." Panji tersenyum menenangkan.

"Ayo kita makan aja ya." Panji kembali berkata setelah keheningan mengelilingi mereka. Wulan pun mengangguk lalu mengikuti langkah Panji. Pria itu menghampiri meja panjang tempat berbagai jenis makanan di sajikan.

Beberapa orang tampak menyapa Panji. Pesta itu diadakan oleh teman Amanda namun beberapa teman Panji ternyata hadir di tempat itu. Meskipun Panji selalu memastikan Wulan berada di dekatnya saat ia berbincang akrab dengan teman-teman yang kebetulan ia temui, namun tak urung Wulan merasa bosan dan akhirnya berpamitan ingin pergi ke toilet meskipun pada akhirnya ia duduk menyendiri di ujung taman Vila itu. Jauh dari keriuhan juga sorak sorai yang cukup menganggu di telinga Wulan.

"Kamu kok sendirian di sini?" Wulan seketika bangkit dari kursi taman yang ia duduki begitu mendengar suara seseorang di sampingnya.

"Mas Bhagas ngagetin aja. Aku kira siapa?" Wulan menepuk dadanya mengusir rasa kaget yang perlahan lenyap. Ia pun kembali mendudukkan dirinya disusul Bhagas di sampingnya.

"Kamu dari tadi melamun sih. Jadi nggak dengar saat aku datang." pria itu terkekeh pelan.

"Mas Bhagas juga ngapain ke sini. Mana Mbak Amanda?"

"Kamu ditanyain kok balik nanya. Amanda lagi ngumpul sama teman-temannya. Biasa para perempuan sedang sibuk dengan dunianya. Lalu mana Panji?" pria itu balik bertanya.

"Dia tadi ketemu teman-temannya juga terus aku pamit ke toilet dan akhirnya ke sini."

Hening. Tak ada yang berucap.

"Kamu sudah memutuskan untuk berhenti bekerja kan, Lan?" pria itu akhirnya memecahkan kesunyian.

"Aku tidak ingin terlalu banyak membebani," Wulan menjawab pelan. Jemarinya ia tautkan saling meremas pelan pertanda ia dalam kebingungan. Banyak hal yang ia pikirkan. Ia tak ingin terlalu membebankan hidupnya pada keluarga Wijanarko.

"Aku sudah pernah mengatakan kepadamu untuk tidak lagi memikirkan hal itu kan? Kamu bagian dari keluarga Wijanarko sekarang. Jangan pikirkan yang lain."

Wulan mengangguk pasrah. "Iya, Mas. Besok Wulan akan mencoba bicara dengan manajer Wulan di restoran."

"Bagus. Itu baru gadis kesayanganku." Bhagas mengacak rambut Wulan pelan yang seketika saja membuat Wulan berjengit kaget. Entah kenapa sentuhan Bhagas terasa begitu menenangkan dan Wulan sepertinya mulai menyukainya.

Berdua mereka menghabiskan waktu mereka tanpa menyadari jika hari semakin larut. Hingga akhirnya getaran ponsel Bhagas tiba-tiba saja pria itu rasakan.

Setelah mengusap layar ponselnya pria itu menempelkan benda persegi itu ke telinga. Dan beberapa menit kemudian mengakhiri panggilan.

"Kita sudah dicari dari tadi. Ayo pulang." Bhagas bangkit dari kursi. Setelah Wulan mengikutinya bangkit pria itupun berjalan pelan di sisi Wulan kembali menuju Vila.

"Setelah ini kita mau ke mana lagi, Mas? Katanya kemarin kan setelah kita datang ke acara ini baru kita mau jalan." Wulan masih ingat apa yang Bhagas dan Panji katakan sehari sebelumnya mereka akan melakukan hal yang menyenangkan di akhir pekan setelah menghadiri pesta teman Amanda.

"Tanya saja sama Panji. Dia lebih suka memberikan kejutan." Bhagas tersenyum teduh yang tiba-tiba saja membuat dada Wulan berdebar. Wulan mencoba menarik napas lalu mengembuskannya pelan, tak ingin Bhagas di sebelahnya mengetahui jika ia kini mulai merasa tak nyaman dengan debaran di dadanya.

Tiga puluh menit kemudian mereka bertiga telah tiba di sebuah rumah bergaya mediterania yang ternyata adalah rumah Bhagas. Amanda sudah Bhagas antarkan pulang karena gadis itu mengatakan jika salah satu sepupunya baru saja tiba. Sepupu Amanda kebetulan ingin menghabiskan waktu untuk berlibur di kota ini.

Rencana panji juga gagal karena pria itu tiba-tiba tidak berkeinginan untuk melanjutkan rencananya. Pria itu bahkan meminta Wulan untuk membuatkan makan malam untuk mereka.

"Tadi kan Mas Panji sudah makan kok sekarang minta makan lagi." Wulan berkata sambil mengulurkan semangkuk mie instan lengkap dengan sayur juga telur mata sapi di atasnya.

"Kan tadi nggak jadi makan, lan. Terlanjur ketemu teman akhirnya keasyikan ngobrol jadi lupa sama makan. Kamu tadi gimana? Sudah makan?" Wulan menggeleng pelan.

"Kamu keterlaluan, Ji. Sampai Wulan nggak dilihatin." Bhagas menyela.

"Kan dia dari tadi sama Mas. Aku pikir Mas sama Wulan sudah makan."

"Kalau kamu aja batal makan, Wulan pasti juga nggak makan. Pasti sungkan makan sendirian. Ya kan, Lan?" Bhagas memandang Wulan meminta dukungan yang hanya dibalas Wulan dengan senyuman.

Tiga puluh menit kemudian mereka bertiga sudah menyelesaikan makan malam mereka. Dua buah cangkir berisi kopi tersaji di depan mereka. Entah kenapa tiba-tiba saja hujan di luar sana mengguyur deras. Menciptakan udara dingin yang demikian menusuk.

"Kita nggak pulang ya? Sudah setengah sebelas. Takut Ibu nunggu." Suara tawa Panji seketika terdengar.

"Kamu kayak anak sekolahan aja, Lan"

"Kan aku memang masih sekolah, masih kuliah." Lagi-lagi Panji terbahak.

"Mama sama Papa sudah pasti tidur jam segini. Lagipula mereka tahu kalau kamu keluar sama kami. Jadi mereka tidak akan khawatir." Wulan hanya mengangguk mengiyakan.

Sisa malam itu mereka habiskan dengan menonton film. Saat mata Wulan yang sudah begitu lengket akhirnya terpejam ia pun akhirnya tidur di sofa dengan Bhagas dan Panji yang mengapit di sebelahnya yang sama sekali tak menyadari jika gadis di sebelah mereka telah tak mampu membuka mata.

Pagi hari saat Wulan membuka mata, tiba-tiba saja ia menyadari sesuatu. Ia bangun bukan berada di kamarnya. Setelah mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia seketika ingat jika ia masih berada di rumah Bhagas sejak semalam dan ketika ia mencoba bangkit, ia pun tersadar. Ternyata ia telah tidur berbantal paha Bhagas dan tak cukup itu, kakinya terlihat berada di atas pangkuan Panji. Benar-benar memalukan.

###
Ini lumayan pendek dan bab di atas tertulis 8.1, berarti ntar ada 8.2 ye kan. Sambungannya besok atau lusa ya friends. Masih belum selesai ngetik tapi udah keburu pengen publish secepatnya 😆😆😆

Nia Andhika
11082020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top