2. Bimbang
"Wulan kamu sekarang ada di mana, nak? Ibu ingin bertemu."
"Saya masih kerja bu. Setengah jam lagi saya selesai."
"Ibu, ke tempat kerja kamu saja ya kalau begitu?"
"Silahkan bu. Saya tunggu."
"Oke, setelah ini ibu akan kesana." dan akhirnya panggilan telepon itu pun berakhir. Sudah hampir satu bulan Wulan mengenal bu Lestari. Wanita itu selain menyenangkan, ia juga begitu baik hati.
Setelah pertemuan pertama mereka hampir satu bulan yang lalu. Wulan dan bu Lestari tak sekalipun putus kontak. Wanita baik hati itu sering menghubungi Wulan atau bahkan mendatangi tempat kerja atau rumah kost Wulan.
Wulan juga sudah dua kali ke rumah bu Lestari yang ternyata berjarak tempuh tak lebih dari lima menit dengan naik angkutan umum dari tempat kerja Wulan.
Wulan juga pernah beberapa kali menemani bu Lestari berbelanja. Lumayan bisa cuci mata dan tak ketinggalan, Wulan selalu mendapatkan upah yang setimpal. Bagaimana tidak, setiap bu Lestari membeli sesuatu, di pastikan Wulan juga akan mendapatkan barang yang sama.
Terakhir mereka berbelanja, Wulan mendapatkan sepasang sepatu juga sebuah tas. Padahal sebelumnya ia sudah mendapat satu stel blouse juga jeans. Ya sedermawan itulah bu Lestari. Mungkin ia merasa senang saat bertemu Wulan. Wulan mengingatkannya akan anak keduanya yang sudah berkeluarga dan menetap di Kuala Lumpur bersama suami dan kedua anaknya.
Sedangkan kedua anaknya yang tersisa di sini adalah laki-laki, tidak mungkin untuk bu Lestari mengajak anak pertama atau ketiganya untuk berbelanja atau ke salon bukan? Mereka terlalu sibuk dengan urusan kantor setelah suami bu Lestari--Bambang Wijanarko--pensiun beberapa bulan yang lalu.
***
Tiga puluh menit kemudian saat Wulan keluar dari pintu samping Restoran, mobil bu Lestari sudah terparkir manis di halaman parkir Restoran yang kebetulan tidak terlalu ramai.
Begitu melihat kedatangan Wulan, bu Lestari segera membuka kaca jendela belakang mobil dan melambai memanggil Wulan untuk segera memasuki mobil. Saat pantatnya mendarat di jok belakang di sebelah bu Lestari, Wulan segera meraih punggung tangan wanita itu dan menciumnya.
"Ibu sehat?" pertanyaan pertama yang selalu Wulan ajukan membuat wanita di depannya merasakan kehangatan seorang anak. Sudah lama ia tidak mendapatkan pertanyaan seperti itu.
"Ibu sehat, kamu bisa lihat sendiri kan? Kalau ibu kurang sehat pasti tidak akan menemui kamu disini," wanita itu tersenyum teduh.
Tak lama berselang mobil yang mereka tumpangi telah melesat pergi. Kali ini sebelum mencapai rumah kost Wulan, bu Lestari mengajak Wulan mampir ke sebuah restoran. Wulan yang pada awalnya menolak akhirnya hanya mampu pasrah saat dirinya diseret masuk ke dalam pintu restoran. Sejujurnya Wulan masih merasa sungkan dengan perhatian berlebihan dari bu Lestari. Ia tak mungkin mampu membalas kebaikan wanita itu.
Setelah menyelesaikan makanan mereka bu Lestari pun memulai percakapan. Ia sudah menunggu berhari-hari untuk menyampaikannya kepada Wulan.
"Lan, jika kamu tinggal di rumah ibu bagaimana? Kamu mau kan?" bu Lestari langsung mengungkapkan keinginannya tanpa basa-basi.
"Maksud ibu bagaimana ya? Saya kok nggak paham." perempuan baya di depan Wulan mengulas senyum.
"Kamu di sini kan kost, ibu ingin mengajak kamu tinggal di rumah ibu. Menemani ibu. Rumah ibu kan dekat dari tempat kerja kamu. Jadi kamu nggak akan terlalu capek sepulang kerja."
Wulan mengernyit. Yang didengar telinganya barusan benar apa nggak ya? Masak ada orang yang menawarkan tempat tinggal cuma-cuma?
"Ibu nggak salah ngomong kan?" Wulan ingin memastikan.
"Ibu ingin mengajak kamu tinggal di rumah ibu. Jelas? Ibu sudah bicarakan hal ini dengan suami ibu. Beliau sangat senang jika ada seseorang yang bisa ibu jadikan teman. Meskipun suami ibu sudah pensiun namun beliau masih sering membantu anak-anak ibu di kantor." tambah bu Lestari.
"Bagaimana dengan anak-anak ibu? Apa mereka sudah tahu dengan rencana ibu? Apa mereka tidak akan terganggu dengan kehadiran saya?" Wulan hanya ingin memastikan.
"Ibu punya tiga orang anak. Yang pertama laki-laki belum menikah. Sedangkan yang kedua sudah berumah tangga dan tinggal di Kuala Lumpur bersama suami dan kedua anaknya. Dan yang terakhir laki-laki juga. Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya di Cambridge. Sekarang dia mulai bekerja di kantor membantu kakaknya. Anak ibu yang pertama mempunyai rumah sendiri. Dia tak setiap hari ke rumah. Sedangkan yang ke tiga, dia malah lebih sering tinggal bersama kakaknya. Makanya ibu ingin mengajak kamu tinggal, Lan. Biar ibu ada temannya. Anak-anak ibu tak akan meributkan hal itu. Mereka pasti akan senang dengan rencana ibu."
Wulan terdiam memikirkan kata-kata wanita cantik di depannya. Penawaran yang benar-benar menggiurkan. Ia bisa menghemat pengeluaran bulanannya. Ia tak perlu membayar uang sewa kamarnya lagi. Bahkan kebutuhan makannya juga bisa terpenuhi. Bu Lestari jelas akan menjamin kehidupannya di rumahnya kan? Lagi pula meskipun rumah bu Lestari lebih jauh dari kampusnya tetapi jaraknya lebih dekat dengan tempat kerjanya. Kebalikan dari rumah kostnya sekarang, dekat dengan kampus, tapi jauh dari tempat kerja.
"Boleh saya minta waktu untuk memikirkannya bu?" pinta Wulan. Bu Lestari tambah berat namun ia terpaksa mengiyakan.
"Besok kamu sudah harus punya jawabannya ya. Ibu harap kamu bilang iya. Ibu sudah cocok sama kamu, Lan. Ibu sayang sama kamu. Melihat kamu mengingatkan ibu pada anak kedua ibu. Sudah lama sekali ibu tidak melakukan kegiatan dengannya. Ibu baru melakukan lagi saat ada kamu yang menemani ibu." Wulan tersenyum canggung, ia menjadi serba salah.
"Saya takut menyusahkan ibu."
"Kamu jangan mikir itu lagi, nak. Ibu kan sudah bilang tadi kalau ibu senang banget jika kamu mau tinggal di rumah ibu. Suami ibu bahkan sangat senang dengan rencana ibu. Agar rumah ibu lebih ramai. Jangan suruh ibu mengulang kalimat yang sama berkali-kali." Wulan hanya bisa tersenyum kikuk.
"Besok saya akan menghubungi ibu, ya." Akhirnya Wulan memutuskan. Ia perlu berfikir lebih dalam lagi. Ia harus mempertimbangkan keputusannya baik-baik.
"Sepulang kamu kerja mampir ke rumah ya. Nanti biar sopir yang jemput kamu."
"Eh, nggak usah bu. Kalau ibu ingin saya ke rumah. Saya yang akan ke sana langsung. Tidak usah di jemput. Dekat kok," kebaikan wanita di hadapannya ini luar biasa. Ia tak mau memanfaatkannya.
"Meskipun dekat, jaraknya masih lima menit perjalanan. Sama aja sekitar tiga kilometer. Kan lumayan juga, Lan," bu Lestari tak mau kalah.
"Pokoknya ibu tunggu Wulan di rumah. Jangan nyuruh sopir jemput Wulan. Takutnya Wulan masih lembur atau masih dibutuhin. Ibu tunggu aja ya, Wulan pasti datang" Wulan mencoba membujuk wanita di depannya. Untungnya wanita itu mengiyakan.
Setelah membayar makanan mereka, bu Lestari segera memasuki mobilnya diikuti Wulan di belakangnya. Tiga puluh menit kemudian mereka tiba di rumah kost Wulan.
Bu Lestari segera saja menuju kamar Wulan. Wanita itu sudah biasa melakukan hal itu sebelumnya. Bahkan ia sudah mulai akrab dengan pemilik rumah kost Wulan, bu Farida.
Terkadang saat menunggu kedatangan Wulan di rumah kostnya, bu Farida lah yang menemani bu Lestari berbincang.
"Kalau besok mau berkemas, ibu bantu, Lan. Nanti bisa minta tolong bibi di rumah biar cepat selesai," wanita itu berbicara sambil mengedarkan pandangan berkeliling kamar Wulan. Ia berbicara seolah-olah Wulan sudah menyetujui usulnya. Hal yang justru membuat Wulan semakin berat. Ia tak mau mengecewakan wanita baik hati itu. Di sisi lain ia juga tak mau terlalu banyak berhutang budi kepada orang lain. Namun jika tawaran bu Lestari tak ia ambil, ia pasti akan menyesal. Setidaknya ia tak perlu pontang-panting memenuhi kebutuhan hidupnya yang sudah sebatang kara.
###
Cerita ini sudah mengendap entah berapa lama wkwkkwk.... Semoga suka ya. Jika suka, jangan lupa bintangnya di sentuh sekali aja.
Kritik n saran selalu saya tunggu untuk memperbaiki tulisan saya ke depannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top