BAB 6
🍁🍁🍁
[Jangan lupa vote, and Coment 💜 cerita author]
Love dulu dong buat part ini ♥️
***
Ana menatap pintu ruangan Aditya kesal. Kemarin sore ia menangis setelah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Aditya. Pria itu dengan kurang ajar menciumnya. Ia tahu Adit sengaja melakukan itu untuk merendahkannya, sama seperti ketika meminta menjadi simpanannya. Ana mengepalkan tangannya lalu menguatkan hatinya. Ia harus membuktikan pada pria itu jika ia kuat dan tidak akan menyerah.
Ana masuk ke dalam ruangan Aditya. Ia sudah mempelajari apa saja yang harus ia lakukan. Tugasnya mengingatkan semua kegiatan Aditya termasuk menyiapkan segala kebutuhan pria itu. Mulai dari mengingatkan makan hingga menyiapkan kepentingan rapat.
Pria itu berdiri di hadapannya. Seperti biasa seringai itu tak pernah lepas dari mulutnya. Ana yakin jika Aditya memang memiliki niat untuk menghancurkannya hingga menjadi debu dan tak tersisa.
Ana menghembuskan napas, untung saja gaji yang ia terima sangatlah banyak bisa membantunya untuk membiayai rumah sakit ibunya. Ia hanya perlu bersabar menghadapi pria itu. Jika Aditya kasar maka ia harus bersikap lembut. Ini semua dia lakukan demi ibunya.
"Kau sudah datang?"
"Seperti yang bapak lihat." Aditya menatap Ana remeh. Ia duduk di sofa lalu mengangkat kakinya di atas.
"Bersihkan sepatu saya!" Perintah Aditya. Sontak hal itu membuat Ana terkejut. Apakah ini termasuk tugas seorang asisten?
"Tunggu apalagi!" Teriak Aditya tidak sabar. Pria itu menunggu Ana melakukan perintahnya. Bahkan mata hitamnya yang tajam mengamati pergerakan gadis itu.
Ana mengelus dadanya sabar. Pria itu sepertinya memang sangat membencinya sampai memperlakukannya seperti ini. Padahal sepatu pria itu masih terlihat bersih seperti baru.
"Sapu tangan kamu!" Pinta Aditya. Awalnya Ana bingung tapi melihat arah pandangan Aditya saku-nya yang berisi sapu tangan, mau tidak mau ia memberikan itu pada Aditya.
"Ini pak."
"Bersihkan sepatu saya dengan itu." Ana mengangkat wajahnya kaget. Ia menatap Aditya lekat-lekat. Saputangan yang dibawanya bersih baru ia cuci. Tapi pria itu menyuruhnya untuk membersihkan sepatunya yang kotor yang sudah menginjak jalanan.
"CEPAT LAKUKAN!!" Rasanya Ana ingin menangis. Tapi ia hanya tersenyum kemudian mengangguk. Tak ada gunanya membantah untuk saat ini. Aditya lebih berkuasa darinya saat ini dan pria itu bisa menghancurkannya sampai kapanpun.
Ana membersihkan sepatu Aditya perlahan. Hal itu tak luput dari pengamatan Aditya. Ia merutuki rambut Ana yang di gulung hingga memperlihatkan lehernya yang putih. Membuat tubuh Aditya berdesir.
Sial!
Gadis ini memang benar-benar bisa membuat tubuhnya panas dingin oleh gairah.
"Sudah selesai pak." Bukan jawaban yang Ana terima tapi tarikan di rambutnya. Tubuhnya bergetar ketika Aditya melepas ikat rambutnya.
"Lain kali jangan mengikat rambutmu."
Ana mengangguk walau ia tidak tahu untuk apa. Kenapa ia harus menuruti bosnya, padahal tidak ada larangan untuk mengikat rambut. Padahal karyawan lain bebas melakukan itu, sedang dia diatur. Bahkan pria itu tidak mengucapkan terimakasih. Ana menggelengkan kepalanya untuk apa pria itu berterimakasih karena dia disini bekerja dan dibayar oleh pria itu. Tentu saja pria itu tak akan sudi mengucapkan kata itu.
"Ana.." panggil Aditya.
"Iya pak." Ana bangun dari lamunannya.
"Kamu foto kopi proposal-proposal ini." Aditya bangkit dari sofa menuju mejanya. Lalu pria itu mengeluarkan beberapa jilid proposal.
"Baik pak." Ana mengambil proposal-proposal itu. Membawanya ke dalam dekapannya. Baru saja ia akan pamit untuk keluar. Pria itu lagi-lagi menghentikannya.
"Siapa yang suruh kamu keluar?"
"Maaf pak." Cicit Ana. Ia baru tahu jika Aditya bisa se-angkuh ini. Padahal dulu pria itu dikenal kalem, penolong dan penyayang. Tipe pria baik-baik bahkan tidak akan sungkan melakukan hal yang seharusnya orang lain kerjakan. Ternyata waktu cepat berubah. Termasuk merubah sikap orang dan sialnya itu semua karena ulahnya dulu.
"Kamu ketik ulang surat kontrak yang akan di tandatangani untuk beberapa mitra perusahaan kita. Soft filenya hilang jadi kamu harus mengetiknya termasuk pasal-pasalnya." Ana menatap ngeri surat kontrak yang lumayan tebal itu. Aditya benar-benar iblis tidak tanggung-tanggung untuk menyiksanya. Membayangkan ia harus mengetik semua itu dengan tangannya benar-benar membuatnya gila.
"Ini daftar nama perusahaan yang bekerjasama dengan kita. Lalu kalau sudah selesai kamu print dan jilid yang rapih." Tunjuk Aditya. Lagi-lagi Ana hanya bisa mengangguk.
Ternyata ia baru tahu selain memiliki usaha di bidang teknologi pria itu juga memiliki usaha di bidang pariwisata dan properti bahkan periklanan. Ana bisa melihat daftar nama perusahaan pengrajin rotan atau nama-nama perhotelan. Pantas saja Aditya bisa sekaya itu, pasti pria itu tidak pernah istirahat dan mencoba segala hal untuk menghasilkan uang.
"Kerjakan ini, besok pagi jam tujuh harus sudah ada di meja saya." Bahu Ana lemas mendengar itu. Rasanya ia ingin menimpuk Aditya dengan tumpukan kertas yang tebal itu. Bagaimana bisa ia mengerjakan itu dengan cepat.
Apalagi jam tujuh malam dia ada tanggungan jadwal les privat, padahal jam kerjanya di kantor ini hanya sampai jam 5 sore. Kalau begini apa bedanya kerjaannya dengan tukang foto kopi yang kerjaannya print, ketik, fotocopy terus jilid. Ana meringis sambil mengelus dadanya sabar menguatkan dirinya untuk tetap bertahan. Ia tidak boleh kalah hanya dengan ini. Ia harus tunjukkan pada Aditya jika ia tidak lemah agar pria itu berhenti merendahkannya dan bertindak seenaknya.
"Baik pak." Ana mengambil kertas-kertas itu membawanya keluar menuju ruangannya. Namun ia baru saja sampai batas ambang pintu lagi-lagi Aditya menghentikannya. Ana memejamkan matanya menahan amarah. Apalagi yang diinginkan bos itu.
"Buatkan saya kopi, jangan terlalu manis!" Ana menghembuskan napas, ternyata ia benar-benar bekerja dengan seorang iblis yang memang sengaja membuatnya tersiksa. Tugas satu belum selesai ia harus mengerjakan tugas lainnya. Sabar Ana ini baru hari pertama hari selanjutnya pasti akan lebih dari ini. Ingin rasanya Ana meracuni Aditya dengan sianida.
"Iya pak." Kemudian Ana menutup pintu menaruh berkas-berkas itu di mejanya. Sekarang yang akan ia kerjakan adalah membuat kopi terlebih dahulu baru ia akan memfotokopi sambil mengetik mengingat ia memiliki laptop jadi disaat mesin mengkopi proposal itu ia bisa menyambi dengan mengetik kertas-kertas itu. Padahal ini baru hari pertama, namun rasanya berat sekali. Semoga ia kuat bertahan di hari-hari selanjutnya. Karena ia yakin Aditya berniat menyiksanya.
(Visual Arlan)
Gimana part ini?
SPAM KOMEN DISINI BIAR CEPET UPDATEEEE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top