Bab 44
Love dulu buat part ini ♥️
***
Aditya berdiri di belakang Ana sambil menatap kedua orang itu kesal. Ingin sekali Aditya menarik Ana dan menyembunyikan di balik badannya namun ia tahan. Karena tak ingin menimbulkan keributan. Selain itu juga ia sudah berjanji pada Ana agar tidak menganggu ke dua orang itu sementara waktu. Bahkan Ana mengancam akan ikut Sean ke Italia kalau sampai pria itu mengganggunya.
Kalau dilihat ia seperti obat nyamuk, yang disuguhi tontonan ala drama Cinta dan Rangga yang berpisah. Aditya menghela napas panjang sudah hampir 5 menit apasih yang mereka bicarakan kenapa lama sekali. Aditya sungguh tidak tahan menahan semuanya. Apalagi melihat cara Sean menatap miliknya, Aditya tidak suka. Hanya dia seorang yang boleh menatap Ana penuh cinta seperti itu.
"Maaf aku tidak bisa datang ke pernikahan mu.." Sean mengucapkan itu dengan sendu. Walau didalam hati ia sedikit mensyukuri tidak melihat orang yang ia cintai bersanding dengan orang lain. Pasti hatinya akan ikut hancur. Ia tidak akan kuat melihat Ana dengan Aditya bersanding di pelaminan.
"Seharusnya aku yang minta maaf. Karena kecemburuan Mas Adit. Kamu harus kerja di Italia."
"Tidak apa-apa, lagipula orangtuaku senang dengan kepindahan ku ini. Apalagi ketika tahu aku diposisikan sebagai Direktur. Ada hikmahnya." Ucap Sean dengan bijak.
"Boleh aku memelukmu untuk terakhir kalinya." Pinta Sean. Ia menyesal karena sejak dulu tidak pernah memperjuangkan perasaannya pada Ana. Ia benar-benar terlihat seperti pengecut, bahkan menyerah begitu saja ketika Ana menolak pernyataan cintanya dulu.
Ana menganggukkan kepala untuk memberikan Sean Akses. Namun belum sempat Sean memeluknya Aditya lebih dahulu menghalangi. Pria itu berdiri di hadapan Ana.
"No sentuh, No peluk, No cium, No cipika-cipiki." Larang Aditya sambil menatap tajam Sean. Hal itu membuat Sean mundur dengan pasrah. Untung saja pria di depannya ini adalah bos, kalau bukan sudah Sean tendang ke laut.
"Bagaimana kalau foto saja?" Usul Ana menghilangkan sedikit kecewa di wajah Aditya.
"Mas Adit tolong fotokan aku sama Sean." Ana memberikan ponselnya pada Aditya.
"Nggak boleh foto berdua bukan mahram jadi kita harus foto bertiga." Ana menghembuskan napas sabar. Astaga posesif sekali suaminya. Tadi dia bilang apa bukan muhram, padahal ia dengan Aditya saja belum nikah tapi sudah tinggal bersama.
Aditya mengambil ponsel Ana, lalu meminta orang yang tak sengaja lewat di hadapan mereka untuk memotret. "Nah kalau ginikan enak." Gumam Aditya berdiri di tengah Ana dan Sean.
"Mas, Aku aja yang di tengah masa di pinggir. Akukan kecil," protes Ana.
Aditya dengan tidak rela menukar posisinya dengan Ana. Jujur ia tidak rela jika Ana berdiri di samping Sean. "Jangan cemberut gitulah mas, cuma foto aja."
"Iya cuma foto aja." Timpal Aditya malas.
"Tolong jaga Ana, jika kamu menyakitinya maka aku orang pertama yang akan merebutnya darimu." Bisik Sean ketika sesi foto mereka sudah selesai.
Mendengar itu Aditya mengerang, belum sempat membalas Ana lebih dahulu menarik tangannya. Enak saja dibilang dia akan menyakiti Ana. Ia bahkan berjanji dengan seluruh hidupnya untuk membahagiakan Ana-nya.
"Hati-hati Sean. Jaga kesehatan, see you..." Ujar Ana sambil melambaikan tangan mengiring kepergian Sean.
"Kenapa mukanya bete gitu mas?"
Pertanyaan Ana tak dijawab. Aditya masih setia dalam mode ngambeknya. Ana hanya menggelengkan kepala melihat tingkah calon suaminya yang seperti anak kecil.
"Mas laper nggak?"
"Makan yuk di warung gacoan mas. Mumpung ada diskon beli satu gratis satu buat pasangan."
"Kamu itu hobi banget ngajak makan di tempat promo gitu. Kamu lupa kalau calon suami kamu itu orang kaya. Kalau perlu mas beli itu restorannya." Ana menatap Aditya jengah bisa tidak dalam sehari aja pria ini tidak sombong. Aditya jadi ingat kencan mereka dulu di gerai eskrim yang menawarkan promo satu gratis satu untuk pasangan. Ana itu memang unik. Jangan-jangan dia sering begitu sama Sean. Aditya membuang jauh-jauh pikiran itu. Tidak perlu cemburu dengan Sean yang sudah ia kirim ke Italia.
"Ana percaya kok mas. Kita makan disana biar banyak yang tahu bahwa kita itu pasangan mas. Aku milik mas Adit dan Mas Adit milik Aku." Ucapan Ana manjur membuat Aditya berbunga-bunga. Aditya kembali semangat.
"Memang disana jual makanan apa?" Tanya Aditya penasaran karena tidak pernah mendengar nama itu.
"Itu mas mie iblis, mie setan, es gundurowo, es tuyul dan masih banyak lagi." Ana menyebutkan itu dengan antusias.
"Kamu itu mau ke rumah makan atau mau ke rumah hantu?" Ana cemberut mendengar itu.
"Mas kurang gaul, makannya sering nongkrong-nongkrong."
"Mending cari uang dari pada nongkrong nggak jelas gitu." Ana sebelum sama Aditya sering nongkrong makan bersama Sean. Waktu kuliah dulu bersama teman-temannya yang kini telah mengkhianatinya.
"Kepala mas jangan-jangan isinya uang doang."
"Ya jelas. Memang apalagi, uang sama aku itu tak bisa terpisahkan. Ada uang berarti ada Adit."
"Ngomong-ngomong mie iblis itu apa sayang? Makan mie bareng iblis gitu..." Ana langsung tertawa mendengarnya. Mana ada hal seperti itu yang ada orang-orang tidak jadi makan kalau makan bareng iblis.
"Mie iblis itu ibarat mie dengan level pedas mas, kalau yang iblis itu pedes banget rasanya kayak makan 20 cabai." Ana mencoba menjelaskan.
"Jangan makan macem-macem sayang. Besok kita nikah. Mas nggak bisa bayangin sakit perut waktu ijab." Aditya langsung panik mendengar itu. Apalagi ia tidak bisa makan pedas. Membayangkan ia bolak-balik kamar mandi pas mau ijab, Aditya bergidik ngeri.
"Hahahaha.."
"Yaudah pesen yang biasa aja mas," usul Ana menenangkan Aditya.
Ponsel Aditya berdering menghentikan langkah mereka. Pria itu mengangkat panggilan dari Arlan. Ana nampak memperhatikan setiap ucapan Aditya. Ia baru sadar jika pernikahannya itu diurus Arlan, sama seperti lamaran Ala Aditya di Dieng dulu.
"Mas yang nikah itu kita atau Arlan sih?" tanya Ana ketika Aditya mengakhiri panggilannya. Mereka kembali berjalan menuju parkiran.
"Kenapa emangnya kamu ngomong gitu?"
"Yang sibuk ngurus ini itu kok malah Arlan. Kita malah santai aja."
"Itulah gunanya punya suami berduit sayang. Makannya jangan sia-siakan suami potensial seperti aku ini." Ucap Aditya dengan bangga.
"Mas Adit sombong ih.. nanti nurun ke anak kita gimana kan bahaya."
"Aku bukan sombong Ana tapi percaya diri. Baguslah kalau sifat aku yang ini nurun ke anak aku. Aku itu bibit unggul Ana jadi anak kita pasti bangga punya ayah seperti aku." Ana hanya menggelengkan kepalanya. Mereka masuk ke dalam mobil meninggalkan bandara.
"Mas Adit semakin halu." Aditya hanya tersenyum sambil mengacak rambut Ana sayang. Kemudian Aditya melanjutkan ucapannya.
"Sebelum ke tempat makan mie iblis itu kita ke makam orang tua kita dulu ya sayang. Walau mereka sudah tidak ada kita tidak boleh lupa kalau mereka yang sudah merawat kita jadi bagaimanapun kita juga harus kasih tahu kabar baik ini."
Mereka menikah tanpa didampingi orang tua mereka sama sekali baik dari pihak perempuan maupun laki-laki. Bayangkan betapa mirisnya sebuah pernikahan tanpa ada dukungan dari orang tua. Aditya mengecupi telapak tangan Ana. Hal itu membuat Ana terharu. Mereka saling menguatkan di kesendirian mereka di dunia ini. Bahwa dibalik luka akan selalu ada cinta.
***
Lanjut or No?
Buat yg mau beli versi cetak Boss with love bisa beli di Shoope ya cari aja dengan kata kunci boss with love
Spam next disini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top