Bab 31
Jgn lupa follow, like and koment cerita ini ♥️♥️♥️
Love dulu buat part ini ♥️♥️♥️
Ada yg nungguin?
****
Setelah subuh Ana dan Aditya menaiki puncak Dieng. Mereka sudah membeli jaket dan sarung tangan. Saat ini mereka mengikuti beberapa orang yang akan menaiki gunung. Ana kira tempat ini sepi ternyata ramai sekali bahkan ada orang-orang yang jualan berbagai macam makanan dan oleh-oleh.
"Kamu lapar?" Tanya Aditya melihat Ana mengamati beberapa orang yang jualan gorengan. Ana menggeleng, ia tidak terbiasa makan jam segini. Ia hanya terpana saja melihat banyak orang-orang yang jualan.
Kemudian Aditya menarik tangan Ana ketika mereka sudah sampai di tangga pertama menuju puncak. Ana terpana melihat pemandangan alam yang baru pertama kali ia nikmati. Walau disini cuacanya agak dingin. Apalagi banyak orang-orang yang mendaki sambil bernyanyi juga ada anak-anak ataupun ibu-ibu serta keluarga yang naik.
"Mas pernah kesini?" Tanya Ana.
"Cukup sering, waktu itu aku mau mengajakmu kesini. Tapi kamu menolakku."
"Maaf." Ana menundukkan kepalanya, ia jadi merasa bersalah. Andai saja dulu ia menerima Aditya pasti mereka tidak akan salah paham seperti ini.
"Yang penting sekarang kamu milikku." Jantung Ana berdetak kencang mendengar itu. Aditya semakin menariknya dekat merapat dengan pria itu.
"Ini masih lama mas sampai puncak?" Tanya Ana menghilangkan canggung diantara mereka.
"Masih bahkan ini belum ada separuhnya." Perkataan Aditya membuat Ana terkejut. Padahal kakinya sudah pegal sekali. Tapi masih jauh, ingin rasanya ia menyerah. Masih banyak tangga yang harus mereka pijak untuk mencapai puncak. Ana sudah tidak sanggup lagi.
"Kamu sudah lelah?" Aditya seakan tahu apa yang Ana rasakan. Pria itu menarik tangan Ana lalu mereka duduk di dekat pagar pembatas. Mereka duduk sambil melihat langit pagi yang terbentang alam.
"Bagus bukan? Tapi ini belum seberapa kalau sudah sampai atas. Pemandangannya lebih bagus. Apalagi ketika matahari terbit." Ana membayangkan itu. Ia sudah tidak sabar untuk mencapai puncak. Tapi sepertinya masih jauh. Ana menghela napas, ia jadi berpikir apakah Aditya tidak lelah bergadang sepanjang malam lalu masih berniat menaiki gunung.
"Mas nggak capek?" Tanya Ana sambil memegang pipi Aditya. Tersadar akan apa yang ia lakukan gadis itu menarik tangannya cepat. Aditya menahannya lalu mengecupi tangan Ana.
"Tidak ada pria yang mau terlihat lemah di hadapan wanita. Bahkan aku masih kuat menggendongmu untuk naik ke atas." Jawaban Aditya membuat Ana tersipu, walaupun pria itu tetap sombong seperti biasanya. Pria itu selalu ingin terlihat sempurna di hadapannya.
Entah kenapa semenjak mereka berniat untuk menikah Aditya menjadi lebih manusiawi dan romantis. Apakah pria itu sudah melupakan dendamnya? Ingin sekali Ana semua hal yang dilakukan Aditya saat ini adalah karena cinta. Jadi ia tidak akan ragu mencintai pria ini sepenuh hati.
Aditya sebenarnya lelah. Terlebih penyakit yang dideritanya. Namun ia tidak ingin Ana melihat kelemahannya. Ia harus tetap terlihat kuat dan arogan.
Ana murung mengingat perjanjian pernikahan mereka yang hanya akan bertahan ketika Aditya ingin ketika pria itu tidak ingin maka Aditya akan membuangnya. Apalagi jika nanti Adit tahu ia tak perawan lagi.
Ana mengamati wajah Aditya dari samping. Pria itu sangat tampan, bahkan dengan senyum itu. Ia seperti melihat Aditya nya yang dulu. Andai saja dulu ia tidak menyakiti pria itu pasti mereka akan bahagia sekarang.
"Kita ke atas lagi yuk mas." Ajak Ana tidak ingin larut dalam kesedihan.
"Kamu sudah tidak capek lagi?" Ana menggeleng menjawab itu.
"Atur napas kamu dulu." Perintah Aditya, karena mereka akan menaiki banyak tangga. Untung saja tidak hujan jadi tidak begitu licin.
Mereka berjalan menaiki tangga. Aditya berjalan di belakang Ana. Ia menjaga Ana takut wanitanya jatuh. Ia tidak mau Ana terluka. Ketika mereka sudah hampir sampai wajah Ana terlihat lelah. Aditya tidak tega melihat itu.
"Ana!!" Panggil Aditya membuat Ana menoleh.
"Iya mas?"
"Mau aku gendong?"
Ana terpaku dengan ucapan Aditya namun ia masih waras untuk itu. Ia tidak ingin Aditya jatuh sakit. Karena Aditya masih harus menyetir nanti. Sebagai gantinya Ana mendekat ke arah Aditya memeluk pria itu dan menggenggam tangannya. Entah datang dari mana keagresifan-nya tapi yang ada di pikiran Ana ia ingin mencoba apa yang Mbak Riri katakan untuk membuat Aditya bertahan bersamanya. Ia tidak ingin kehilangan pria itu. Bahkan terpisah dari anaknya, jika kelak anak itu lahir.
"Lebih nyaman seperti ini mas." Aditya terpaku. Namun pria itu menurut dan tersenyum senang. Rasa suka Ana padanya pasti sudah bertambah, Adit tidak sabar melihat reaksi Ana nanti jika sudah melihat kejutannya pasti Ana tidak akan segan untuk mencium bibirnya. Aditya tidak sabar menantikan hal itu.
"Hati-hati." Aditya merapatkan pelukannya ketika Ana hendak jatuh.
"Mas kita mau ngapain sih kesini jauh-jauh?" Tanya Ana penasaran. Akhirnya puncak Dieng terlihat sudah. Ia bernapas lega akhirnya ia mampu menaiki gunung.
"Nanti kamu lihat aja."
Ketika mereka sampai berada di puncak. Ana terkagum melihat beberapa hiasan lampu yang berwarna-warni, orang-orang berbaris sambil membawa lampion dan balon serta pemandangan alam yang indah. Ana menatap Aditya tidak mengerti apalagi ada spanduk bertuliskan Will You Marry Me, Anatasya? Bahkan juga ada media yang meliput mereka. Sebenarnya ini ada apa? Jantung Ana berpacu cepat. Ia benar-benar bingung sekaligus senang apakah ini kejutan dari Aditya untuknya.
"Mas ini?" Ana meminta penjelasan pada Aditya.
"Ini kejutan yang telah aku siapkan untukmu, hasil kerja kerasku." Aditya mengatakan itu dengan bangga tidak mempedulikan lirikan Arlan yang seakan ingin mengoreksi perkataan Aditya. Semua ini hasil kerja keras Arlan, bukan bosnya yang angkuh itu. Arlan hanya bisa mendesah pasrah lalu pamit mundur sebelum makin gila dengan kelakuan bosnya.
"Makasih mas, ini sangat indah."
"Marry with me, Anatasya." Aditya membungkuk lalu menyerahkan sebuah bludru berisi cincin kepada Ana.
Gadis itu mengangguk, Aditya memasukkan cincin ke dalam jari Ana. Tepat saat itu orang-orang menerbangkan lampion dan balon ke angkasa. Benar-benar indah sekali pemandangannya. Apalagi matahari yang terbit dari balik gunung disebrang sana sungguh sangat indah.
Ana terpana melihat itu ia memeluk Aditya senang. Hari ini begitu indah. Semua ini seakan nyata. Ia harap begitu. Semoga saja Aditya benar-benar mencintainya.
"Karena hanya laki-laki luar biasa sepertiku yang pantas untuk menikah denganmu, Ana." Ucap Adit dalam hati menahan rasa bahagianya. Ia bangga dengan dirinya yang mampu membuat Ana memilihnya.
***
SPAM Next yaaa...
Ada yang mau disampaikan ke
Aditya
Arlan
Ana
Sean
#adityatidakpernahsalah
#arlanselalusalah
#anaitucantik
1000 komen yuk...
Jangan lupa follow Instagram author @wgulla_ ♥️♥️ atau @wattpadgulla
Mau lanjut?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top