Bab 22
Love dulu buat part ini ♥️
1000 komen baru lanjut.
***
Akhirnya mereka tiba di Singapore. Setelah makan siang mereka langsung menuju hotel. Ana dan Aditya tidur di kamar terpisah. Ana lega, ia tidak bisa membayangkan jika harus tidur bersama Aditya. Karena disini ia juga tidak memiliki uang sama sekali. Jadi ia hanya bisa mengandalkan Aditya.
Kamar hotel yang ditempati Ana begitu mewah. Ia terpana melihat beberapa potong baju yang sudah disediakan Aditya. Mereka akan pergi meeting bertemu klien setelah ini. Ia langsung mandi dan berdandan. Jujur Ana tidak tahu apa tugasnya. Karena baginya ini mendadak. Baru kemarin ia berada di divisi keuangan tapi sudah dipindah lagi.
Ana menatap cermin dress berwarna merah jambu yang diberikan Aditya pas membungkus tubuhnya. Padahal mereka akan pergi untuk meeting tapi kenapa dirinya merasa akan berkencan dengan pria itu. Ana menggelengkan kepalanya berusaha untuk tidak berpikir macam-macam.
Bunyi ponsel berdering menyadarkan lamunan Ana. Aditya mengirim pesan agar ia cepat keluar. Pria itu sudah menunggunya di lobi. Ana buru-buru mengambil tas dan beberapa perlengkapan seperti MacBook. Ia harus tampil baik dan tidak mengecewakan Aditya. Ia harus membuktikan pada Aditya jika ia tidak sebodoh dulu.
Ketika keluar dari lift. Ana bisa melihat bosnya yang nampak mencolok di lobi. Pria itu menggunakan setelan jas berwarna hitam senada dengan celanya. Ana menelan ludah, kenapa pria itu tampan sekali? Pria itu begitu mempesona di mata Ana. Ia sampai lupa caranya berjapas. Ana menggelengkan kepalanya untuk tidak berpikiran yang macam-macam.
"Ayo kita pergi." Ujar Aditya ketika Ana menghampirinya. Aditya beruaaha untuk tetap terlihat cool di hadapan Ana. Ia tidak ingin Ana tahu jika ia begitu mengagumi kecantikan Ana. Sial! Aditya mengeram dalam hati.
Kenapa matanya selalu berkhianat dengan hatinya? Kenapa Ana bisa terlihat begitu cantik? Bahkan kenapa ia hanya bisa melihat Ana sebagai wanita yang paling cantik? Dari dulu hingga sekarang hanya Ana yang diakui matanya sebagai gadis yang cantik. Sedangkan gadis-gadis lainnya hanya terlihat seperti butiran rinso bahkan model-model seksi yang sering mengejarnya.
'Sepertinya Aditya merasa sudah gila,' pikir Aditya.
Kemudian mereka pergi ke restoran tempat bertemu dengan klien Aditya yang kebetulan warga nergara asing. Mereka di sambut dengan hangat oleh Mr. Andrew. Andrew adalah salah satu pengusaha terkenal di Singapura. Ana takjub karena Aditya memiliki relasi seperti Andrew. Mr. Andrew juga mengajaknya berbicara santai. Untung Ana bisa berbahasa Inggris jadi ia tidak minder. Ana menghela napas lega ketika urusan dengan klien tersebut berjalan dengan lancar.
***
"Kamu sudah pernah ke Singapure?" Tanya Adit di tengah heningnya perjalanan pulang.
Sekarang sudah pukul tujuh malam. Mereka akan bergegas ke hotel tempat mereka menginap. Saat ini mereka menaiki mobil. Aditya duduk di belakang bersama Ana. Pria itu menyewa supir selama berada disini. Maklum uang Aditya banyak, percuma saja jika uangnya tidak di manfaatkan sedikitpun.
"Belum."
"Sudah saya duga orang miskin sepertimu tidak akan sempat kesini." Ana kira Aditya sudah berubah 100 persen. Namun nyatanya tidak, pria itu masih menyebalkan seperti biasa.
"Iya pak."
"Karena saya bos yang baik hati dan tidak sombong. Jadi saya akan membawa kamu berkeliling di Singapure. Saya sudah lima kali kesini." Ucap Aditya dengan nada sombong. Ana tertawa dalam hati ingin rasanya ia mengganti nama pria itu jadi Aditya sombong Arjanggi. Ia tidak habis pikir jika Aditya sombong sekali.
"Terserah bapak. Saya ikut aja." Jawaban Ana membuat Aditya berdecak kesal. Kenapa Ana biasa saja? Seharusnya Ana bahagia karena bisa jalan bareng dengan pria sempurna sepertinya. Padahal Aditya sudah berbaik hati bahkan merendahkan harga dirinya agar Ana bisa menikmati indahnya Singapure.
Apa Ana tersipu malu? Sehingga berkata seperti itu? Aditya mengeram dalam hati. Kenapa ia merasa dirinya norak sekali? Kenapa ia harus memikirkan Ana sedemikian rupa? Aditya kemudian menyuruh supir mobil untuk membawanya ke Singapura Flyer.
"Jangan panggil saya pak kalau di luar jam kerja." Aditya merasa risih dengan panggilan itu.
"Iya Adit." Ana kemudian tersenyum dengan sikap hangat Aditya. Sepertinya Aditya sudah benar-benar memaafkannya.
Dalam waktu lima belas menit mereka tiba di Singapore Flyer. Ana memandang takjub pemandangan indah yang di langit malam dengan lampu-lampu khas Singapure. Ia tidak menyangka jika Aditya mau repot-repot mengajaknya kesini.
"Wow gede banget biang lalanya. Waktu itu aku sama Sean ke pasar malam bianglala ya kecil mungkin nggak ada seperempatnya sama yang ini." Gumam Ana pada dirinya sendiri. Ia memandang takjub bianglala tersebut, namun Aditya dapat mendengar itu. Ia bahkan berlari-lari kecil mengelilingi tempat itu.
Rahang Aditya mengeras ketika tahu jika Ana pernah menaiki biang lala bersama Sean. Ia tidak suka membayangkan itu. "Tentu saja bianglala ini besar, bahkan terbesar di dunia setelah Landon eye."
"Hebat banget kira-kira berapa ya pak bayarnya?" Pasti mahal pikir Ana.
"Sangat mahal 100 kali lipat dari harga biang Lala yang kamu naiki di pasar malam." Ujar Aditya, dalam hati ia tersenyum karena berhasil menunjukkan sisi kayanya pada Ana. Sean kalah darinya. Aditya jauh lebih unggul yang bahkan rela mengeluarkan uang jutaan hanya untuk naik biang lala.
"Pak saya tidak bawa uang." Ana menyadari satu hal. Lalu bagaimana ia bisa naik biang Lala super mahal ini. Bagaimana ia bisa naik.
"Jangan khawatir, uang saya banyak. Tidak akan habis hanya untuk naik biang lala. Satu hal lagi jangan panggil saya pak. Panggil saja Adit."
"Maaf Adit. Aku belum terbiasa."
"It's okay, jangan ulangi lagi."
Aditya menarik tangan Ana membawanya mengantri. Untung saja tidak sedang ramai. Mereka jadi tidak perlu menunggu lama. Jadi mereka bisa naik dengan cepat tnapa perlu mengantri panjang.
Ana takjub, baru kali ini ia menaiki biang lala dengan design canggih dan mewah. Bahkan disaat biang lala tersebut bergerak memutar. Ana bisa melihat kota Singapura menyeluruh lengkap dengan lautnya. Sangat indah sekali, begitu juga dengan lampu-lampu warna-warni yang menghiasi kota.
"Kamu suka?" Tanya Aditya.
"Suka banget. Makasih ya Adit. Udah pernah ajak aku ke tempat seindah ini." Mau tidak mau Aditya tersenyum mendengar pujian Ana. Pipinya bersemu kemerahan berhasil mendapat perhatian di posisi Ana. Setelah ini Sean akan lenyap dalam pikiran Ana menyisakan Aditya seorang.
"Bagus tidak sia-sia saya keluar uang banyak." Ana tertawa kecil. Aditya lagi-lagi menyombongkan diri, kadang ia berpikir apakah Aditya tidak capek bersikap seperti itu?
"Sekali lagi terimakasih Adit. Terimakasih juga sudah memaafkanku. Aku harap kita bisa seperti ini terus dan tidak saling membenci." Aditya terbawa suasana di tambah wajah Ana yang terlihat lebih cantik dari biasanya. Hal itu membuat Aditya ingin mencium gadis itu.
Ada rasa takut di hati Aditya, ia takut jika suatu hari nanti ia tidak akan bisa bersama Ana lagi. Ia takut ia tidak memiliki kesempatan untuk merasakan bibir manis milik gadis itu. Ia takut umurnya tak lagi lama dan ia tak akan bisa lagi berada disisi gadis itu.
Lalu pria itu pindah untuk duduk di samping Ana. Tangan kanan Aditya menyingkirkan rambut Ana ke sisi kiri telinganya.
Ana menelan ludah ketika Aditya mempersempit jarak antara mereka. Apa yang ingin pria itu lakukan? Kenapa Aditya menatapnya lekat-lekat. Belum sempat Ana selesai berpikir, bibir Aditya lebih dulu menempel di bibir Ana. Pria itu mencium Ana melumat bibir gadis itu penuh cinta.
Ana terdiam sejenak ia membiarkan Aditya menciumnya. Jantungnya berdebar kencang menikmati ciuman pria itu. Mereka berciuman dengan mesra meluapkan perasaan mereka satu sama lain di bawah langit Singapure yang menjadi saksi.
****
Ada yang mau disampaikan ke
Aditya
Arlan
Ana
Sean
#adityatidakpernahsalah
#arlanselalusalah
#anaitucantik
Tadaaa sepertinya cerita tanpa Pelakor tidak akan lengkappp yuhuuuu...
Yuk
Kalian sungguh luar biasa ♥️♥️
Love you ♥️
Jadi pengen update atau mau Author?
Instagram @wgulla_
Susah juga dapet ide.. 😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top