Bab 21

Love dulu buat part ini ♥️

1000 Komen baru lanjut ya

Seandainya kamu mencintaiku, pasti semuanya akan lebih mudah..

****

Setelah mengantar Ana pulang. Aditya tidak langsung pulang. Ia mampir ke, rumah Arlan. Orang yang menemaninya selama ini. Bisa dibilang orang yang bisa ia anggap teman. Ia juga merangkap sekertarisnya.

Aditya memarkirkan mobilnya sembarangan, lalu ia masuk ke dalam rumah. Pasti Arlan sudah tidur. Maklum dia kan jomblo.

Aditya juga akan melakukan itu jika Ana belum datang ke kehidupannya. Bahkan lebih parah ia pernah bekerja di malam Minggu. Begitu ngenes malam minggunya. Tapi malam ini berbeda. Ia juga tidak menyangka Ana akan mengajaknya berkencan. Rasanya seperti mimpi.

Aditya memencet bel pintu rumah Arlan berulangkali hingga membangunkan pemilik rumah. Arlan membuka pintu itu tubuhnya terselimuti baju tidur. Ia menatap Aditya tidak suka karena telah mengganggu tidurnya.

"Lu gangguin tidur malem gue tau!!" Aditya tidak menjawab ia duduk di sofa lalu tersenyum dengan lebar kepada Arlan.

"Ngapain lo senyum-senyum gitu bikin gue takut!"

"Tebak gue dari mana?"

"Kantor." Jawab Arlan melihat setelan Aditya kemeja hitam dan juga celana putih panjang.

"Enak aja gue habis kencan."

"Serius!! Sama siapa? Pasti tu cewe sial banget bisa jalan sama Lo!"

"Malah cewe itu yang ngajak gue nonton, tahu Ana sekertaris gue kan dia yang ajak nonton." Arlan menggelengkan kepalanya tak menyangka padahal pertemuan pertama Aditya seperti menyimpan dendam bahkan tidak suka dengan Ana tapi sekarang malah tersenyum lebar habis kencan dengan wanita itu.

"Jadi sebenarnya lo itu suka sama Ana? Atau hanya sekedar mau melampiaskan dendam Lo itu?" Kalimat itu membuat Aditya terdiam. Ia juga bingung dengan itu. Walau ia sudah memaafkan Ana, ia juga tidak menampik jika rasa tertariknya masih ada. Ia masih menyukai Ana, buktinya jantungnya berdebar di dekat Ana. Malah ia juga ingin membuat Ana tergila-gila padanya sama seperti dia tergila-gila dengan Ana.

“Nggak tau.” Arlan menggelengkan kepalanya mendengar itu. Ia tidak pernah bisa mengerti jalan pikiran Aditya.

“Gimana Ana udah tahu penyakit lo?”

“Belum, lagian buat apa gue kasih Ana. Dia bukan siapa-siapa di hidup gue.” Balas Aditya.

“Yakin bukan siapa-siapa.” Ledek Arlan, ia saja hampir gila karena bosnya itu selalu memikirkan Ana. Mau makan ingat Ana. Mau berak aja bahkan inget Ana. Tapi masih saja gengsi mengakui perasaannya.

“Udahlah nggak penting ngurusin Ana!”

“Lo nggak mau cuti? Berobat gitu? Lagian uang lo udah banyak. Mending lo istirahat untuk sementara. Biar kantor gue yang handle.” Arlan khawatir dengan kondisi penyakit Aditya. Ia tidak ingin temannya itu kenapa-kenapa.

“Gue—” Aditya menghempaskan napas panjang. Ia bingung jika sudah membahas penyakitnya. Rasanya seperti mimpi ketika dokter memvonis penyakitnya. Ia juga takut menjalani pengobatan. Apalagi banyak yang bilang kanker itu susah dihilangkan. Ia pesimis.

“Lo takut?” Baru kali ini Arlan melihat sisi lemah Aditya. Biasanya pria itu selalu sombong dan percaya diri.

“Gue takut sia-sia. Gue mau nikmatin sisa-sisa hidup gue sekarang.” Ujar Aditya sambil menatap langit-langit rumah Arlan. Ia hanya ingin merasakan kebahagiaan sekarang. Tak apa jika Tuhan mengambil nyawanya sekarang, yang terpenting ada Ana yang menemani sisa-sisa akhir hidupnya.

Ana, ada banyak hal yang ingin aku lakukan bersamamu. Tapi, aku takut waktuku tak banyak lagi.

****

Ana tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini. Aditya telah memaafkannya. Hubungan mereka sudah membaik. Ia pergi bekerja dengan suasana hati yang senang. Ia bahkan tersenyum dan menyapa setiap orang yang ia temui.

Seminggu yang lalu ketika ia tiba di ruangannya, tiba-tiba ia terkejut melihat barang-barangnya sudah tidak ada lagi disana. Ana takut seketika, apa Aditya memecatnya. Namun bukannya dia sudah berbaikan dengan Aditya dan memulai semuanya dari awal.

"Ana kamu dipindahkan ke baikan personal Asisten pak Aditya lagi. Beliau ingin kamu kembali kesana." Itulah alasan yang ia dapatkan dari bagian HRD. Banyak orang-orang yang berbisik-bisik mengenai hal itu. Mereka merasa ganjal dengan Aditya yang memindahkan Ana seenak hati lalu juga adegan heroik bos yang menyelamatkan Ana.

Ana berjalan masuk ke dalam lift. Jantungnya berdebar, ia mengingat malam minggu mereka kemarin. Rasanya seperti mimpi bisa jalan berdua bersama bosnya itu.

Ketika pintu lift terbuka, Ana mengetuk pintu menemui Aditya. Pria itu seperti biasa berdiri di dekat jendela dengan angkuhnya. Ana jadi ragu untuk mendekat. "Siapkan diri kita akan ke Singapora sekarang."

"Singapore?" Mulut Ana membeo seolah meyakinkan jika ini bukan mimpi. Baru saja Aditya mengajaknya ke Korea.

"Iya urusan bisnis. Saya sudah mengurus semua dokumen keberangkatan kamu." Aditya memang sengaja mengajak Ana. Ia ingin menghabiskan waktunya berdua dengan gadis itu.

"Tapi pak saya belum menyiapkan pakaian yang akan saya bawa."

"Kita beli disana. Jangan jadi orang miskin." Ana mendengus mendengar kalimat terakhir Aditya. Orang miskin katanya, Ana tahu ia miskin. Tapi jangan dijelaskan juga.

"Ayo berangkat."

Aditya berbalik mencengangkan tangan Ana membawanya keluar dari ruangan. Hal itu membuat Ana terkejut. Ia menurut, hatinya tak henti berdebar menatap tangannya yang digenggam Aditya. Mereka berjalan menuju lift. Rasanya seperti mimpi bagi Ana bisa akrab seperti ini dengan Aditya.

"Jangan senyum-senyum kamu membuat saya takut." Mendengar suara sinis Aditya malah membuat senyum Ana semakin lebar. Aditya berubah lagi jadi dingin tapi malu-malu kucing. Sepertinya ego pria itu belum runtuh. Ana harus membuat Aditya luluh padanya.

"Saya seneng aja bisa akrab  sama bapak."

Aditya terdiam, ia berusaha menahan diri. Ia tidak ingin terlihat seperti cowok murahan. Cukup kemarin ia jatuh terpesona pada Ana. Ia memang menyukai Ana, tapi ia ingjn Ana yang memperjuangkannya. Ia juga ingin melihat Ana tergila-gila padanya. Biar mereka impas.

"Jangan kegeeran kamu."

Kemudian pintu lift terbuka. Banyak pasang mata menatap mereka berdua. Gosip kemarin tentang Aditya yang menyelematkan Ana saja belum padam. Ini ditambah lagi bos mereka jalan berdua dan posisi Ana yang dipindah lagi. Para karyawan mulai memunculkan asumsi jika ada apa-apa diantara mereka. Pasti Ana adalah pacar bos.

"Adiitt..." Suara teriakan seorang wanita membuat tontonan semakin menarik. Indah berlari menghampiri Aditya.

Aditya menatap bosan wanita itu. Bagaimana Indah bisa masuk kantornya? Bukannya ia sudah memblacklist wanita tersebut. Aditya menatap tajam satpam yang ikut berlari di belakang Indah. Pasti Indah akan membuat ulah lagi.

"Kamu beneran mau putus sama aku?"

Banyak karyawan yang melihat itu penasaran. Mereka tertarik dengan kisah cinta bos. Soalnya selama ini Aditya terkenal jarang dekat sama wanita bahkan bersikap dingin.

"Kapan kita jadian? Saya bahkan tidak pernah meminta kamu menjadi kekasih saya."

"Tapi kamu mengajakku kencan. Memberikanku sepatu, tas dan pakaian."

"Itu saya hanya bersedekah.".
Indah mengeram kesal mendengar kata-kata Aditya. Memang dikira ia orang miskin hingga diperlakukan seperti ini. Sialan Aditya! Berani sekali membuatnya kesal. Indah tak terima ia maju hendak menampar Aditya. Namun pria itu lebih dulu menghentikan gerakannya.

"Sebaiknya kamu pergi jangan menganggu saya." Kemudian Aditya pergi meninggalkan Indah. Ana hanya diam mengikuti. Ia terpana dengan drama di pagi hari yang dibuat Aditya.

Ketika sampai parkiran, Ana kira Indah tidak akan mengikuti. Tapi wanita gila itu tetap mengejar Aditya. Seakan takut kehilangan tambang emasnya. "Adit aku mohon berikan aku kesempatan lagi. Aku janji akan memuaskanmu."

Aditya tertawa geli mendengarnya. Memang dikira Aditya Sudi mencari kepuasan dengan seorang pelacur seperti Indah.

"Sayangnya kamu terlambat, karena saya sudah mendapatkan kepuasan dari wanita lain."

"Siapa dia? Pasti dia kalah baik denganku."

"Kamu yakin mau tahu."

"Kalau begitu saya tunjukan."

Tiba-tiba Aditya menarik Ana mendekat ke tubuhnya. Lalu bibir pria itu mencium bibir Ana melumatnya dengan panas di depan Indah. Tubuh indah kaku melihat itu. Matanya merah akan amarah. Sedangkan Ana masih terkejut disela-sela ciuman. Bahkan bosnya itu tidak memberikan kesempatan untuk melepaskannya. Tubuh Ana jadi panas seketika.

"Kenalkan dia Ana pacar saya." Ujar Aditya sambil melepaskan ciumannya. Lalu ia memeluk pinggang Ana mesra. Hal itu sontak membuat Indah terkejut.

"Kamu brengsek!! Dasar bajingan!!"
Aditya tidak peduli ia menarik Ana masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Indah yang menangis seperti orang gila disana.

Ana duduk dengan jantung yang berdebar kencang. Ciuman tadi masih terasa dibibirnya. Entah kenapa Ana sangat menyukai itu. Apakah Aditya menyukainya hingga menciumnya seperti ini?

"Soal tadi itu hanya untuk membuat Indah berhenti mengejar saya." Ana terdiam mendengar itu. Ia kira Aditya melakukan itu karena menyukainya. Seharusnya ia tidak kegeeran.

"Iya pak saya mengerti." Ana berusaha untuk tidak kegeeran. Aditya tidak mungkin menyukainya bahkan menjadikannya pacar. Dimaafkan oleh pria itu sudah cukup untuk Ana.

"Tenang saja. Saya juga akan memberikan bonus untuk yang tadi." Hati Ana semakin sakit. Walau mereka sudah berbaikan tapi ternyata Aditya tetap saja memperlakukannya seperti ini. Menganggap semuanya dengan uang. Bahkan membeli dirinya dengan uang. Apa hanya uang yang ada dipikiran Aditya?

***

Ada yang mau disampaikan ke

Aditya

Arlan

Ana

Sean

SPAM ♥️

SPAM Adit Bucin

Adit sakit aja masih bisa nyebelin 🤣🤣🤣


#AdityaTidakPernahSalah
#ArlanSelaluSalah
#AnaItuCantik

Ada yang kangen aku?

Atau kangen si Adit doang? 😭

Ayo vote and Coment...

lanjut 😂😂😂😂

Love you

Salam

Gulla
Istri sahnya Lee min ho ♥️♥️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top