[Name]: d r e i

ari ini aku bangun tidur dengan damai karena apa? Karena pekerjaanku kemarin sudah selesai di hari itu juga. Sungguh, aku benar-benar bersyukur masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan ketika sudah menyelesaikannya, aku bisa menikmati rehatku dengan tenang. Setelah sarapan, membereskan piring aku pun pergi bekerja. Kakiku melangkah dengan earphone kupasang di kedua telingaku dan membenarkan sepatu hak tinggi yang kukenakan.

"[Name]-chan!"

Sejenak langkahku terhenti—hampir saja tersungkur—karena terkejut ketika mendengar suara ibuku memanggil. Kulihat ia berdiri di depan pintu dengan kotak bekal kain merah muda di tangannya.

"Kau ini selalu melupakan bekalmu! Jangan seperti ayahmu yang selalu melewatkan makan siang tahu?!"

Senyuman terlukis di wajahku, melangkahkan kaki menghampiri wanita yang kusayangi lalu mengambil bekal yang berada di tangannya. "Maaf deh, kaa-san yang kusayang~"

Ia lalu menggeleng. "Aku sudah sering dengar dari Miyagi-san kalau kau selalu menunda makan siang." Dahinya mengernyit, lalu menatapku dengan tatapan serius. "Semalam yang mengantarmu itu, calon penerusnya?"

"Kuroo-san? Ya ... dia, ada satu lagi sih tapi kuharap mereka berdua tidak diutus jadi penerus!"

"Kenapa?"

"Oh, Nona Sekretaris udah mau pergi ke kantor?"

Suara itu membuatku tersentak, begitupula dengan ibuku. Kami sama-sama menoleh ke sumber suara, melihat mobil merah menyala merk ternama dengan atap terbuka terparkir tepat di depan rumahku. Pria itu melambaikan tangannya dan tersenyum, membuat alisku berkedut. Sialan malah ketemu dia!

Kuroo keluar dari mobilnya, berjalan menghampiriku dan membungkuk—memberi salam pada ibuku. "Selamat pagi, bibi. Saya Kuroo Tetsu—"

"Hop!" Aku memotong omongannya dengan menunjukkan kedua telapak tanganku. "Anda tahu kalau anda berbicara itu sudah memakan waktu 30 detik? Memperkenalkan diri anda diperkirakan akan memakan waktu satu menit ditambah berbincang-bincang membuat banyak waktu terbuang jadi—" Aku menarik napas sejenak lalu kembali berbicara, "Silakan pergi, Kuroo-san."

Plak!

Satu tamparan keras meluncur di punggungku. Siapa lagi pelakunya kalau bukan ibuku? Aku meringis seraya mengelus punggungku.

"Kau ini tidak sopan! Dia ini akan menjadi atasanmu juga tahu?!"

Aku mendecih. "Untuk sekarang 'kan belum. Dia masih orang asing di kantor," cibirku dan kulihat ibuku hendak menabuk punggungku lagi, aku segera menjauh dan bersembunyi di balik tubuh Kuroo.

"Maaf ya, anak ini memang kurang ajar."

"Ah, tidak kok, bi." Pria ini berujar seraya tersenyum dan mengibaskan tangannya. "Setiap orang 'kan memiliki sifat yang tidak terduga."

Tidak terduga apanya?!

"Kalau begitu, saya izin membawa Nona Sekre—maksud saya [Last Name]-san ke kantor ya bi. Oh iya, izinkan saya memperkenalkan diri lagi." Kuroo berujar, lalu menaruh tangannya di dada. "Kuroo Tetsurou, calon penerus perusahaan Miyagi Revolution."

-ooooo-

Aku benar-benar tak menggubris apa yang dibicarakan Kuroo di jalan. Telingaku hanya berfokus pada lagu yang kudengarkan, sampai dengan kurang ajarnya dia menarik earphone-ku hingga ponselku. Kini aku turun dari mobil, tanpa mengucap terima kasih atau apapun. Ponselku juga masih dengannya, jadi bodo amatlah. Aku tidak terlalu membutuhkan benda itu ketika bekerja.

"Gak ada makasih atau apa gitu?" Ia membuka pembicaraan, membuatku mengepalkan kedua tangan dan berbalik—tersenyum padanya.

"Kuroo-san, saya tidak meminta anda untuk mengantar saya ke kantor. Kenapa saya harus berterima kasih?"

"Galak banget, neng. Masih marah ya sama aa'?"

Tak kupedulikan dia, kuputuskan untuk masuk ke dalam gedung namun entah karena perkara apa aku menabrak seseorang—yang tak lain tak bukan adalah seorang jerapah berkacamata—Tsukishima Kei.

"Pagi-pagi udah nabrak orang. Itu mata letaknya di kaki ya?"

Sabar [Name], sabar.

Kusunggingkan senyuman, lalu mengangguk dan melewati pria itu. Baru saja aku bahagia, tapi sudah dipertemukan dengan dua orang menyebalkan pagi ini membuatku benar-benar ingin mengacak-acak seisi kantor. Kutarik napas dan menghembuskannya berkali-kali guna menenangkan pikiran dan hatiku. Ya ampun, aku benar-benar ingin mengadu dengan bos besar atas apa yang telah aku alami sejak pertama kali aku menemui mereka!

Ketika aku berada di kantorku, segera aku berjalan ke arah ruangan bos besar—meski sejenak mampir ke mejaku untuk menaruh tas dengan kasar—membuat rekan kerja yang duduk di sebelahku tersentak. Aku mengetuk pintu dan langsung masuk tanpa menunggu jawaban dari dalam. Entah apa yang merasukiku kali ini, aku benar-benar kesal.

"Oh, [Last Name]-san. Ah tidak, [Name]." Beliau meralat panggilanku, mengulas senyuman sementara aku dengan tidak sopannya langsung duduk di hadapannya—membuat bodyguard-nya terkejut, terlebih melihat wajahku yang begitu masam. "Ada apa?"

"Paman ... hiks," Kedua mataku mulai berair dengan bibir yang dimanyunkan. "Kenapa dua anakmu ini sinting sekali?! Aku benar-benar sesak napas setiap melihat tingkah mereka!"

"Oh, separah itu mereka?"

"Iya!" Aku menjawab begitu bersemangat. "Yang satu banyak omong, satunya lagi ... irit tapi nyelekit. Paman yakin mau menjadikan salah satu dari mereka penerus?!"

Oh iya, sudah kusinggung 'kan kalau keluargaku dan keluarga Miyagi begitu dekat? Aku sudah menganggapnya sebagai keluarga, begitupula dengan keluarga Miyagi sendiri. Terkadang aku memanggil paman, pak atau memberi embel-embel –san. Tergantung situasi, yang pasti keluarga kami memang sudah begitu dekat.

Kulihat bos besar tampak berpikir—dengan mengelus dagunya. "Itu memang sifat alami mereka sih. Tapi kau sudah menyuruh mereka untuk menggaet klien 'kan?"

"Sudah, mereka sama-sama mampu menarik klien yang tidak bisa kita ajak kerja sama dalam sekali coba. Tapi paman..."

"Ohayou, Miyagi-sensei~ Lama tak jumpa!" Kudengar suara itu, siapa lagi kalau bukan Kuroo? Ia membuka pintu ruangan dan masuk beriringan bersama Tsukishima, membuatku buru-buru mengusap mataku dan mendecak—beranjak dari kursi dan berdiri tepat di samping bos besar.

"Ah, ya. Bagaimana perjalanan bisnis kalian?" Bos besar membuka pembicaraan. Keduanya pun duduk di sofa yang berada di dekat meja kerja.

"Menyenangkan tentu! Kurasa aku jadi banyak mendapat pengalaman."

"Biasa saja."

Bahkan berbicara dengan guru mereka pun terlihat santai. Muncul perempatan imajiner di tanganku, ingin kutonjok satu-satu ke wajah mereka. Aku menghentakkan kaki, benar-benar frustasi ketika mengingat kelakuan kedua pria ini. Benar-benar menyebalkan.

"[Last Name]-san, kau bisa keluar sebentar 'kan? Akan kupanggil lagi nanti."

"B-Baik, Miyagi-san. Saya permisi."

Aku membungkuk, berpamitan dengan bos besar dan keluar dari ruangan. Sekilas kulihat mereka, Kuroo menyunggingkan senyuman lebar padaku sementara Tsukishima mengernyit padaku. Wah kelakuan, apa-apaan tatapan si pirang itu?! Aku mendecak, memegang ganggang pintu lalu membukanya dan keluar dari ruangan. Helaan napas kasar tercipta, lalu sedikit kusibakkan mahkota [Hair Color] milikku ke punggung lalu berjalan ke mejaku dan duduk disana—mengeluarkan jurnalku untuk melihat kembali jadwal yang harus kulakukan hari ini.

"[Last Name]-san, bagaimana bekerja dengan dua orang itu?"

Rekan kerja yang duduk di sebelahku bertanya, membuat pandanganku teralihkan sejenak dari jurnal dan menatapnya kesal. "Kau tahu? Mereka berdua benar-benar menyebalkan! Aku baru saja berbicara dengan si kepala ayam itu tapi kadar kemarahanku sudah mencapai sumsum tulang belakang!"

"Gila, semenyebalkan itu?"

"Banget! Kau kalau tidak percaya coba saja bicara dengan mereka."

"Tapi aku tadi pagi bertanya dengan anak HRD ... katanya mereka ramah kok."

Tanganku spontan memukul meja dengan jurnal yang masih berada disana, membuat rekanku tersentak. Ramah, ramah darimananya?! "Omong kosong macam apa itu?"

"Heh, babu. Kau dipanggil Miyagi-sensei tuh."

Suara itu membuat perempatan imajiner muncul di dahiku. Spontan aku berdiri dari kursi, menunjuk pria yang sudah berjalan begitu jauh di depan. "Heh, Tsukishima! Sekali lagi kau menyebutku babu, aku tidak akan membantumu!"

Si anak yang namanya Tsukishima terdiam, lalu menoleh dengan wajah menyebalkan. "Oh~ Kau kira aku miskin kemampuan sampai harus meminta pertolonganmu?"

Astaga, mulutnya ini...

"Oke! Kalian ada meeting bersama Miyagi-san dan jangan tanya-tanya aku!"

Kurampas jurnal yang berada di mejaku lalu melangkah menuju ruangan Paman Miyagi. Lihat? Sudah kubilang mereka tidak ada ramah-ramahnya! Dasar pria-pria tidak tahu diri, mentang-mentang anak didik paman jangan membuat mereka besar kepala. Disini pengalamanku lebih banyak dari mereka!

"Apa perlu kusiapkan ruangan untukmu agar kau nyaman bekerja?" Bos besar meberi tawaran padaku ketika aku duduk di sofanya dan masih ada Kuroo disana, membaca laporan sepertinya. "Aku tahu kau tidak mungkin tahan dengan sifat Tetsu dan Kei."

"Sangat sangat tidak tahan, paman." Aku berucap lalu mendengkus. "Si jerapah itu mengataiku babu lagi! Aku benar-benar tidak terima!" Kebetulan ada Kuroo, maka aku akan menyuarakan keresahanku pada Paman Miyagi. Hanya saja, diberi ruangan sendiri demi menghindari dua orang menyebalkan ini terdengar berlebihan. Aku juga tidak enak pada teman-temanku walau statusku tetap sebagai seorang sekretaris. Aku sudah terbiasa bekerja di ruang terbuka bersama rekan kerja, kalau tiba-tiba diberi ruangan rasanya aneh. Pangkatku tidak spesial-spesial juga. "Tapi ... kalau diberi ruangan rasanya berlebihan, aku mungkin bisa menahannya."

"Ah, begitu ya?" Paman mengangguk pelan, menoleh pada pria di sebelahnya. "Kau jangan terus-terusan mengganggu [Name]."

"Aku tidak mengganggu kok, sensei~" ujar Kuroo seraya mengibaskan tangannya. "Apa makna 'menemani' di kamus Nona Sekretaris itu artinya mengganggu?"

Aku mendecih, lalu beranjak dari sofa dan pamit dari ruangan tanpa merespon ucapan lelaki bermahkota obsidian itu. Sungguh, padahal aku memiliki tingkat konsentrasi yang cukup bagus bahkan aku bisa mengabaikan rekan yang berada di sebelahku mengajak bicara, tetapi entah kenapa ketika mereka berdua hanya bernapas di dekatku aku begitu terganggu!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top