[K.T.]: v i e r
Aku bertemu sekretaris cantik disini, di sebuah perusahaan dimana seorang pria mengajariku. Karena aku ini orangnya menghormati, jadi cukup kupanggil dengan nama depannya saja. Iya, Miyagi-sensei. Kalau kuceritakan bagaimana aku bertemu dengannya mungkin akan cukup panjang dan bagaimana aku bertemu si kacamata itu juga sama halnya. Aku tak tahu bagaimana ceritanya kami dididik oleh Miyagi-sensei dan dipercayakan untuk meneruskan perusahaannya mengingat beliau tak memiliki anak sama sekali dari hasil pernikahannya. Kudengar juga mereka tak mau adopsi karena ikatannya tak begitu kuat? Entah juga, aku tak paham. Pastinya, aku sudah memulai melakukan pekerjaanku disini untuk meneruskan perusahaan beliau. Yah, meski diantara kami berdua, aku dan Tsukki, hanya satu yang dipilih. Aku tetap akan merebut posisi itu tentu, aku 'kan pintar.
Karena kepintaran itulah aku harus mengambil hati sekretaris Miyagi-sensei bukan? Maksudku, perempuan itu harus suka denganku dulu. Tidak, bukan suka dalam artian cinta. Suka dalam artian dia mau menerimaku dan bekerja sama denganku. Aku tahu dia risih ketika aku berada di dekatnya, tapi begitulah caranya pedekate 'kan? Aku tidak akan menyerah begitu saja hanya karena dia selalu bersikap galak padaku.
"Heyyo, Nona Sekretaris~"
Kutemui lagi dirinya yang tengah duduk di balik meja kerjanya. Tangannya yang sedang menulis di buku tiba-tiba berhenti, lalu menoleh padaku dengan tatapan kesal. Kusunggingkan senyuman lebar serta dua jari mengembang didekatkan ke wajahku.
"Sibuk banget ya~? Perlu dibantu gak?"
"Menurut anda?" Adalah jawaban yang terlontar, sebuah pertanyaan yang terucap dengan nada kesal. Lihat, bahkan wajahnya masam serta kedua alisnya berkedut ketika melihat eksistensiku.
"Perlu. Kayaknya banyak banget."
"Makasih, tapi saya tak perlu bantuan anda."
Sampai detik ini pun dia masih berbicara formal denganku, benar-benar seperti seorang bos dan sekretaris beneran. Aku tidak risih sih, cuma kedengarannya aneh saja. Secara umur kita memang tidak berbeda jauh, bukankah lebih baik kalau mengobrol santai?
"Jangan formal gitu dong, nona Sekretaris~ Tidakkah kau mencoba untuk mengobrol denganku menggunakan kata aku - kau?"
Terlihat ia yang tadi melanjutkan kegiatannya-menulis-menghentikan aktivitas lagi lalu menghentakkan penanya di atas buku, menatapku dengan tatapan yang sama-kesal. "Apa hak anda mengatur saya? Bagaimanapun gaya bicara saya, anda tidak berhak untuk mengaturnya."
"Duh, kita 'kan cuma beda dua tahun! Aku gak masalah kok kalau hanya dipanggil Kuroo atau Tetsurou~"
"Saya bermasalah tentang hal itu, Kuroo-san," ujarnya lalu menghela napas kasar. "Apa anda sudah menemui klien anda? Tsukishima sudah melakukan pekerjaannya daritadi."
"Hei hei~ Kau bahkan tidak memberiku bahan dan siapa yang akan aku temui hari ini. Bagaimana aku bisa melakukan pekerjaanku?"
Memang benar kok. Daritadi aku menganggur karena tidak ada yang bisa kukerjakan. Sebenarnya Miyagi-sensei sudah memperingatiku untuk tidak mengganggu perempuan di hadapanku ini, tapi gimana ya~ Mana bisa aku tahan. Aku 'kan mau mengambil hatinya agar dia suka padaku dan dia bisa merekomendasikanku menjadi penerus perusahaan nantinya.
Kulihat [Name] terdiam, lalu membolak-balikkan lembaran buku di hadapannya dan menepuk dahinya sendiri-begitu keras hingga aku tersentak. "Sial, aku lupa memberikannya padamu."
"Are? Cara bicaramu sudah berubah?" godaku, membuat sang wanita mendecak dan mencari map yang berada di bawah mejanya. Sedikit kuintip apa yang tengah dicarinya, namun ketika ia hendak berdiri kepalanya kejedot meja cukup keras yang membuatnya mengaduh begitu kuat dan mengelus kepalanya sendiri. "Kau tidak apa, nona Sekretaris? Kau tidak lupa siapa dirimu 'kan?"
Ia tampak menahan malu dengan semburat merah di pipi, lantas menyodorkanku sebuah map dan berujar, "Ini jam dua," Satu map lagi diberikan padaku. "Yang ini jam dua belas, setengah jam lagi. Jadi persiapkan diri anda, Kuroo-san."
Aku menerima dua map yang diberikan olehnya, menatap kedua map secara bergantian lalu tersenyum kecil. "Bicaramu formal lagi tuh. Pakai aku-kau lagi, dong."
[Name] mengabaikanku, memutuskan untuk kembali pada kursinya dan mengelus kepalanya yang baru saja terbentur meja. Kekehan tercipta, aku lalu membawa map tersebut dan menghilang dari pandangannya. Oh, aku dan Tsukki tak memiliki ruangan. Belum, lebih tepatnya. Jadi kami diberi meja yang berada di dekat pintu masuk kantor yang memang kebetulan kosong, jaraknya sekitar 5 - 6 meja ke meja [Name]. Setidaknya ketika aku berdiri ataupun duduk, aku bisa melihat apa yang tengah dilakukan perempuan itu di mejanya. Terkadang aku gemas melihatnya.
-ooooo-
Jam dua belas tepat aku berada di sebuah ruang pertemuan. Klienku belum sampai, jadi aku bisa menunggu sampai ia datang. Sekilas aku sudah tahu isi map dan apa yang akan aku bicarakan mulai di waktu ini, jadi aku tak perlu membacanya lagi. Kuletakkan map tersebut di hadapan, melirik arloji yang bertengger di tangan kiri dan waktu terus berjalan hingga ketukan pintu terdengar.
Dua orang pria masuk ke dalam ruangan dengan senyuman lebar terpatri yang kubalas dengan gestur yang sama. Aku berdiri dari kursiku dan menjabat tangan mereka, mempersilakan mereka duduk dan di sisi kananku ada dua orang yang sudah siap diajak kerja sama oleh perusahaan Miyagi. Kuawali dengan berbincang singkat, menanyai kabar dan sekadar basa-basi meski aku tidak begitu kenal dua orang ini-melakukan sedikit riset dari internet cukup lumayan untukku. Aku lalu masuk ke bagian inti, membuka map dan membaca judul di atasnya yang membuat napasku tertahan.
Mampus, aku salah bawa map!
Aku juga tak bisa keluar begitu saja dan meninggalkan klienku, nanti mereka kabur! Kutarik napas perlahan lalu menghembuskannya. Apapun yang terjadi setelah ini, aku akan memohon ampun terutama pada [Name] karena dia pasti akan marah besar sebab aku melakukan kelalaian bodoh seperti ini.
"Ah, bisa anda ceritakan sedikit kenapa anda ingin melakukan kerja sama dengan kami?"
Iya, apapun itu aku harus memutar-mutar obrolan sampai mereka mulai melupakan apa yang seharusnya mereka lakukan disini. Bodoh, Tetsurou kau bodoh! Apa karena hari ini aku tidak makan ikan jadi aku kekurangan nutrisi di otakku? Ah, bodoh. Benar-benar bodoh!
Kudengar setiap kata demi kata mereka menjelaskan, hingga kudengar suara pintu diketuk dan kudapati [Name] disana dengan sebuah map di tangannya. Ia terlihat ngos-ngosan seperti baru saja lari maraton, namun bagiku ini adalah keajaiban. Sigap aku membawa map yang kuletakkan di meja dan menyodorkannya pada sang wanita, ia lalu memberikan map yang dipegangnya padaku.
"Sankyu~" ucapku padanya. Wajahnya terlihat masam, namun tak kupudarkan senyuman di wajahku meski responnya demikian. Ia lalu membungkuk untuk meminta maaf karena sudah menginterupsi lalu menutup pintu kembali. Aku benar-benar terselamatkan karenanya, benar-benar jelmaan malaikat.
-ooooo-
Aku menjabat tanganku kepada dua orang yang menjadi calon klienku dan mereka menyetujui proposal kami. Mereka pun keluar ruangan, diikuti aku yang berjalan di belakang mereka. Kulihat [Name] yang sempat membungkuk pada dua orang pria tersebut, lalu berbalik dan mendapatiku. Kini kami saling berhadapan dengan aku yang mengulas senyuman lebar dan map berada di tanganku.
"Lihat, siapa yang baru saja menggaet klien baru~" Aku berujar dengan bangga, namun sepertinya hal tersebut tidak diindahkan oleh [Name].
"Katanya pintar, tapi kenapa anda bisa melakukan kesalahan bodoh seperti ini?" Ia berujar dengan menekankan kata bodoh yang membuat panah menusuk jantungku karena tersindir olehnya.
"Hei, aku ini 'kan manusia. Wajar dong melakukan kesalahan?"
"Masalahnya kesalahan anda sangat fatal sekali, Kuroo-san!" [Name] berujar dengan nada tinggi. "Bagaimana kalau klien menolak kerja sama? Bagaimana kalau ternyata nama perusahaan jatuh hanya karena salah proposal? Bagaimana jadinya perusahaan ini kalau semua orang menghentikkan kerja samanya?!"
Ah, terlukis kekhawatiran di wajah sang wanita. Aku merasa bersalah jadinya karena terlalu menyepelekan pekerjaanku. Kutahu juga [Name] adalah manusia perfeksionis di sini, kupikir wajar saja dia bertingkah seperti ini.
Tanganku menepuk puncak kepala lawan bicaraku dengan senyuman yang terpatri, membuatnya mengangkat kepala dan menatapku. "Tapi aku berhasil, [Last Name]. Aku berhasil melewati semua itu," ujarku. "Seharusnya kau memberi pujian tahu."
[Name] mendecih, menghempaskan tanganku dari kepalanya dan berujar, "P-Pokoknya jangan sampai ini terulang lagi! Bagaimana jadinya kalau tadi saya tidak sadar anda sal-"
"Iya iya, aku berjanji aku tidak akan mengulanginya lagi," Aku memotong pembicaraannya. "Jangan khawatiran begitu dong. Aku ngaku salah deh,"
"Bagus kalau anda mengaku," Ia berujar, lalu memangku kedua tangan di depan dada. "Ya sudah, sekarang jam makan siang. Sebaiknya anda istirahat guna mengembalikan tenaga kembali, masih ada waktu dua jam sebelum pertemuan selanjutnya."
"Kau tidak mau makan denganku gitu?"
"Gak."
Aku ditolak mentah-mentah. Ia lalu membungkuk dan meninggalkanku. Netraku melihat punggungnya yang mulai menjauh lalu menggeleng. Anak itu ya, badannya sudah begitu tipis memangnya mau dibuat setipis apalagi sampai melewatkan makan siang?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top