Tujuh


"Dane apa yang kamu lakukan?" jerit seseorang dari pintu.

Aku pun menoleh ke arah pintu, dan astaga ibu ku sedang berdiri di depan pintu, dan dengan refleks aku melepaskan peganganku pada Kia dan

"Aww ..." jeritnya, aku pun kaget dan segera membantunya berdiri sambil memandangnya dengan rasa bersalah.

Ibu pun duduk di sofa ruanganku, dan dengan gerakan mata aku menyuruh Kia untuk pergi. Sepertinya ia mengerti dengan maksudku dan langsung merapihkan bajunya yang sedikit berantakan karena terjatuh.

"Pak, Bu, saya permisi dulu," pamit Kia.

"Tidak ada yang boleh keluar dari ruangan ini." Suara ibu mengintrupsi. Aku pun hanya mengangguk pada Kia sebagai tanda bahwa ia tidak boleh meninggalkan ruangan ini. Titah Nyonya Besar harus dituruti.

Kia pun duduk di sofa, dan aku pun duduk disebelahnya, aku tak tahu apa yang akan dilakukan ibu pada kami.

"Jelaskan pada Ibu, apa yang kalian lakukan?" suara ibu terdengar begitu menyeramkan.

"Kami sedang bertengkar bu," ujarku, memang benar kan, tadi kami sedang bertengkar?

Tiba-tiba Kia menyela ucapanku, "Kami tidak sedang bertengkar Bu, tapi lebih tepatnya berdebat. Ini hanyalah masalah pekerjaan." Tuturnya.

"Masalah pekerjaan? Kalian berdebat masalah pekerjaan, dengan jarak yang begitu dekat?" tanya ibu sarkas.

Sudah kuduga, ibu ini merupakan sosok yang senang sekali membolak-balikkan kata.

"Apa hubungan kalian?" tanya ibu tiba-tiba.

"Kami atasan dan bawahan bu," jawab Kia dan aku hanya mengangguk setuju.

"Ibu tidak percaya. Yang benar saja!" ucap Ibu.

"Kalian ada sesuatu yang special kan?" tanya ibu lagi

"Tidak!" refleks kami berteriak. Dan kulihat ada senyum kecil tersuging dalam bibir ibu, apa yang beliau pikirkan saat ini?

Sementara itu Syaqira harap-harap cemas dari tempat duduknya, ia harap Ibunya Khana ini tidak berpikiran macam-macam tentang mereka.

"Siapa namamu nona?" tanya ibunya Khana.

"Syaqira."

"Kia," jawab Khana berbarengan denganku. Mengapa ia harus ikut bicara disaat seperti ini? Lihat saja ibunya nampak bingung saat ini.

"Nama saya Syaqira Adzkiatunnisa bu, anak ibu saja yang sepertinya sulit mengatakan nama Syaqira," tuturku sambil melirik sekilas ke arah Khana, dan kulihat ibunya Khana bengong, tapi tiba-tiba ia tertawa.

"Hahahahaha ... kalian pasangan yang lucu sekali," ujar ibunya Khana sambil tertawa lepas.

Apa? Katanya pasangan? Lucu?

"Syaqira bisa pinjamkan ponsel mu?" tanya Ibunya tiba-tiba.

"I ... iya bu" ujarku sambil menyerahkan Handphone milikku walaupun aku tak mengerti.

Ia pun menempelkan ponsel ku ketelinganya, apa ia gak punya pulsa hingga nebeng nelpon dari nomorku, tapi kenapa tidak memakai ponselnya Khana saja? Aku menggelengkan kepala pelan dengan pemikiran absurd ku.

"Assalamualaikum." Aku tidak tahu dengan siapa sebenarnya ia bicara?

"........"

"Ini bukan Syaqira, tapi calon ibu mertuanya," aku pun melongo mendengar ucapannya dan melirik ke arah Dane yang menampilkan wajah datar. Keluarga ini kenapa sih?

"......."

"Nama saya Ny. Adiba Balla. Biasa dipanggil dengan sebutan Ny. Balla,"

"......"

"Hemm, ya anak kita sepertinya mempunyai hubungan khusus. Dan saya pikir mereka sudah sama-sama dewasa, bagaimana kalau kita atur tanggal pertunanangannya saja?"

"......."

"Ahh ... iya benar, kita biarkan saja mereka menentukan sendiri,"

"........"

"Baiklah, nanti kapan-kapan kita bisa bertemu langsung ya. Assalamualaikum,"

"......."

"Ini Syaqira, tadi yang ibu telpon itu Ummi mu," ucap Ibunya Dane santai dan menyerahkan ponsel kepadaku.

"A ... apa yang Ummi katakan bu?" tanyaku gugup. Kenapa Ibunya Dane sangat aneh sih?

"Ummi mu sangat antusias sekali mendengar berita ini," jawabnya dengan tersenyum senang.

"Tap ... tapi bu ..." ucapanku terpotong oleh Dane

"Kami benar-benar tidak ada apa-apa.," ujar Khana dengan tegas.

"Apa maksud mu Dane? Apa sampai saat ini kamu belum bisa melupakan Teressa?" tanya ibunya dengan nada tidak suka yang kentara.

"Cukup bu, cukup! Syaqira, kembali bekerja!" ucap Khana dengan nada yang cukup tinggi. Sungguh aku tidak suka mendengarnya berbicara dengan menyebut nama asliku.

"Baiklah Bu, Pak, saya permisi,," ucapku dan meninggalkan ruangan itu. Sebelum aku benar-benar keluar, kudengar Khana mengatakan sesuatu pada ibunya.

"Teressa itu tidak akan pernah ku lupakan, dan tidak akan pernah terlupakan!"

Siapa sebenarnya Teressa? Dan mengapa aku seperti tidak terima ia mengucapkan kata-kata itu, seolah Teressa itu adalah orang yang paling penting dalam hidupnya? Sudahlah lupakan saja Syaqira, lagipula aku bukan siapa-siapanya dia. Akupun bergegas menuju lift dan langsung bergegas ke Mushalla kantor, huh jam istirahat ku hanya 15 menit lagi, dan sepertinya hari ini aku tidak akan makan siang.

---

Syaqira sedang duduk di kursinya sambil mengerjakan laporan keuangan. Maklum ini sudah akhir bulan, dan bisa dipastikan bahwa divisi keuangan akan sibuk dengan segala ini itu laporan keuangan. Matanya memang terfokus pada monitor di depannya yang menunjukkan banyak angka, tapi fikirannya sedang melayang ke ruangan CEO nya itu. Ia yakin bahwa semua itu tadi hanyalah gurauan semata, ia yakin bahwa ibunya Dane hanya berbicara tidak serius. Tapi bagaimana dengan umminya?.

Krukk ... Krukk ... Krukk ...

Perut Syaqira berbunyi, dan ia baru teringat jika ia belum makan siang. Ia pun membuka tasnya untuk mengambil makan siangnya, tapi ia terkejut karena kotak bekalnya telah kosong.

"Livi, sini lo!" perintah Syaqira

"Ada apa Sya?" tanya Livia dengan malas dan berdiri di depan kubikel Syaqira.

"Lo ambil makan siang gue lagi? Emangnya berapa sih gaji lo sampai lo gak kebeli makan siang?" tanya Syaqira kesal. Memang sih sejak kuliah dulu mereka sudah terbiasa dengan hal-hal seperti itu.

"Lo nanyain gaji gue, apa lo mau bilang sama pak CEO untuk naikin gaji gue?" Livia malah bertanya dan membuat Syaqira mengerutkan keningnya heran.

"Ngomong apa sih lo?" tanya Syaqira

"Cielahh yang udah makan siang dengan CEO nya. Hahaha" ucap Livia sambil tertawa lebar dan menarik beberapa karyawan di sekitar mereka.

"Apaan sih lo, jangan ngawur deh kalau bicara. Dan jangan berisik!" peringat Syaqira

"Gue gak ngawur kok, wong tadi yang bilang tuh CEO nya sendiri."

"Maksud lo?" tanya Syaqira tidak mengerti.

"Tadi waktu lo lagi shalat ia datang kemari dan nyerahin tuh kotak bekal sama gue." Kata Livia sambil menunjuk kotak bekal yang ada di meja syaqira.

"Lah ... kok gue gak lihat kotak itu disana sih?" ucap Syaqira dalam hati bertanya-tanya.

"Hemm ... Sya, tadi gue nanya sama dia apa kalian udah makan siang bareng, dan ia jawab iya. Makannya gue langsung buka tas lo. Dia pun nanya gue mau ngapain, ya gue jawab aja mau makan bekal milik lo, kan lo udah makan sama dia." Penuturan Livia membuat Syaqira tercengang memandang takjub dengan keajaiban sahabatnya itu.

"Makan pala lo botak kali Livi, gue makan cuma sesuap aja. Dan itu bukan makan siang biasa tapi hukuman !!" ujar Livia dengan menekankan kata hukuman karena tidak ingin ada kesalahfahaman.

"Wow ... lo dihukum kaya gitu? Mau dong gue dihukum terus, hahaha" ucap Livia sambil terkikik.

"Udahlah, sana pergi balik lagi kerja!" ucap Syaqira kesal dan Livia hanya mendengkus kembali ke kubikel nya.

Mereka pun kembali bekerja, tapi tiba-tiba bu Calysta muncul dan mengatakan sesuatu.

"Selamat siang semuanya, maaf mengganggu waktunya. Tapi hari ini pak Dane CEO baru kita, mengajak semua staf dari divisi keuangan untuk pergi ke kantin perusahaan dan makan bersama beliau. Saya tidak menerima protes apapun, dan mari kita pergi," ucap bu Calysta membuat semua orang kebingungan.

"Kenapa Khana mengajak divisi keuangan ke kantin setelah makan siang?Dan kenapa kebetulan sekali aku sekarang tengah kelaparan." batin syaqira.

Sekarang mereka, lebih tepatnya para staf divisi keuangan sedang berkumpul di kantin dan bertanya-tanya ada apa dengan CEO mereka yang tiba-tiba mengajak semuanya untuk ke kantin?

"Selamat siang semuanya." Suara bariton itu membuat mereka semua menolehkan kepalanya ke asal suara.

"Saya tahu, kalian semua pasti sedang sibuk karena laporan keuangan akhir bulan. Jadi saya meminta kalian semua untuk ke kantin dan mengisi perut kalian sejenak. Mungkin ini tidak wajar karena baru saja jam makan siang. Akan tetapi saya pikir mungkin saja karena kesibukan, diantara kalian ada yang belum makan. Jadi nikmati waktu ini, dan silahkan makan sepuasnya tanpa memikirkan untuk membayarnya," ucap Dane sambil tersenyum gembira.

"Kadar ketampannanya bertambah ketika sedang tersenyum seperti itu." Batin syaqira.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top