Sepuluh
Syaqira telah tiba di kantor, ia langsung membuat teh dengan sedikit gula untuk CEO nya itu karena sesuai pesan dari Dane semalam yang menyatakan bahwa hari ini Syaqira masih dalam masa hukuman. Syaqira tidak mengindahkan perintah Dane kemarin yang memperbolehkan dirinya menggunakan pantry di ruangan Dane, Syaqira berpikir tidak baik untuk dirinya jika berlama-lama di ruangan itu. Setelah selesai membuat ia pun segera bergegas ke ruangan CEO nya, dan berharap bahwa mungkin Dane belum datang jam segini.
Disana tampak meja sekretaris kosong, Syaqira bernapas lega, itu artinya ia tidak perlu berurusan dengan sekretaris aneh itu. Ia pun mengambil kartu akses ruangan di meja sekretaris Dane karena semalam pria itu mengirim pesan pada Syaqira bahwa dirinya menyimpan kartunya disana. Syaqira pun langsung masuk ke dalam ruangan CEO dan betapa kagetnya ia di dalam telah duduk seorang pria yang tak lain adalah Dane.
"Kamu pagi sekali, ingin cepat bertemu dengan ku?" tanya Dane.
"Justru sebaliknya!" jawab Syaqira.
"Duduk" perintah Dane.
"Saya permisi Pak," pamit Syaqira tak menggubris perintas CEO nya tersebut.
"Duduk!" perkatan Dane tegas tak terbantahkan membuat Syaqira yang mendengarnya merinding.
"Aku mau bicarain tentang kita," lanjut Dane setelah Syaqira duduk.
"Kita? Memangnya ada apa dengan kita?" tanya Syaqira yang mulai gugup ketika Dane mengucapkan kata 'kita'
"Kamu tahu? Ummi kamu telah menelpon aku dan ia salah faham akan kita," jawab Dane.
"Aku tahu, biar aku yang menyelesaikan permasalahan dengan ummi," ucap Syaqira mulai berbicara informal.
"Tapi bagaimana dengan ibu ku?" tanya Dane yang membuat Syaqira bingung.
"Aku mengatasai ummi, dan Bapak mengatasi ibu Bapak sendiri. Jadi selesai bukan?" tanya Syaqira enteng. Walaupun dalam hati dirinya tidak yakin bisa mengatasi orang tuanya.
"Kamu pikir mudah gitu menghadapi ibu aku? Kamu tahu, jika ibu tahu kebenarannya, maka beliau benar-benar akan kecewa," ucap Dane dengan nada frustasi.
"Ini semua salah Bapak! Jika saja Bapak tidak membuat hukuman yang penuh drama kaya gini, mungkin kesalah fahaman ini tidak akan pernah terjadi!" ujar Syaqira dengan kesal.
"Ya aku tahu ini semua berawal dari aku, tapi apa kamu bisa membantu ku?" tanya Dane
"Membantu apa?" tanya Syaqira dengan cemas, pasalnya pria di hadapannya itu begitu sulit di tebak.
"Menikahlah denganku."
Syaqira diam membisu, ia tak tahu apa yang sekarang harus ia katakan. Laki-laki yang berwajah bak dewa Yunani ini mengajaknya menikah? jika saja laki-laki itu bukan Dane atasannya yang menyebalkan, tapi membuat jantungnya selalu marathon kalau di dekatnya, mungkin ia akan segera menerimanya, tapi ini permasalahannya beda. Situasinya pun sangat aneh jika dirinya menerima itu.
"Maaf Pak, tapi saya tidak bisa," ucap Syaqira tegas.
"Kenapa? Apa saya kurang tampan, atau saya kurang kaya untuk kamu?"
"Cukup! Memangnya Bapak pikir saya perempuan seperti apa? Perempuan dengan duit di matanya hah? Saya tidak pernah menyangka bapak yang terhormat berpikiran serendah itu. Memalukan!" ucap Syaqira dengan sedikit emosi menguasainya.
"Keluar! Keluar kamu dari ruangan saya."
Syaqira kaget mendengar bentakan Dane, apa ia salah bicara? Bukankah memang benar, bahwa itu pemikiran yang rendah sekali. Menganggap semua wania itu selalu lebih mementingkan uang? Walaupun kenyaataannya memang banyak yang seperti itu. Tapi tidak dengan Syaqira, ia berpikir untuk menikmati sisa hidupnya itu bukan dengan uang, tapi dengan sedikit cinta dan kebahagiaan.
Syaqira berjalan menuju ke ruanganya dengan memegangi perutnya, akhir-akhir ini perutnya sering merasa sakit. Setelah tiba di ruangannya, ia melihat Livia telah duduk di mejanya.
"Lo dari mana Sya?" tanya Livia.
"Biasa Liv tugas negara. Hehe," jawab Syaqira dengan tawa yang dipaksakan.
"Lo kenapa? Perut lo sakit?" tanya Livia karena ia melihat Syaqira memegangi perutnya.
"Gak papa kok Liv, gue baik-baik aja," jawab Syaqira mencoba menenangkan Livia dan dirinya sendiri.
"Lo itu ya bandel, udah gue bilang kalo lo itu harus cek lagi ke dokter, gimana kalau-"
"Udah stop Liv, gak usah dibahas lagi. Lagian gue baik-baik aja kok," Dan sekarang gue lebih baik mati dengan penyakit ini dari pada harus terus dibayangi oleh CEO sialan itu. Lanjut Syaqira dalam hati.
"Tau ah, bete gue ngingetin lo! Jangan sampai lo menyesal karena gak nurutin kata gue!" ujar Livia dan Syaqira hanya bisa tersenyum miris.
---
Jam pulang telah tiba, seperti biasa Syaqira menunggu bus yang lewat karena Livia gak bisa mengantarnya pulang karena harus lembur. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya. Ia telah tahu bahwa di dalam mobil itu telah ada CEO gilanya itu.
"Masuk!" Perintah Dane dari dalam dan Syaqira yang mengetahui akan seperti apa ending nya pun hanya bisa menuruti perintah Dane.
"Aku gak akan maksa kamu buat nikah sama aku. Maaf jika tadi aku telah bentak kamu. Tadi aku benar-benar frustasi gak tahu apa yang harus aku lakuin." Dane mengawali pembicaraan ketika mobil telah melaju.
"iya Pak, maaf saya juga tadi tidak bisa menjaga mulut saya yang berkata tidak sopan pada Bapak," ucap Syaqira yang merasa cukup aneh dengan sosok di sampingnya itu.
"Selama ini, saya menganggap kamu itu adalah sosok jelmaan dia." ucap Dane dengan pandangan lurus.
"Dia? Dia siapa pak?" tanya Syaqira bingung.
"Teressa. Ia mempunyai sifat yang hampir mirip denganmu, wajahnya pun sepertinya kalian hampir mirip," ucap Dane dengan terkekeh.
Seperti ada jutaan jarum tak kasat mata yang menusuk hingga menembus sampai ke hati yang paling dalam. Itulah yang Syqira rasakan. Ternyata selama ini, perhatian yang diberikan CEO nya padanya itu hanya karena ia mirip dengan seseorang di masa lalunya? Syaqira tidak bisa munafik, selama ini ia memang mempunyai perasaan yang aneh pada CEO nya, seperti ia merasa sakit hati ketika Dane mengatakan perempuan lain, ataupun ketika ia dibentak. Tapi untuk menyimpulkan bahwa itu dinamakan Cinta, mungkin itu terlalu cepat.
"Kamu melamun?" Ucapan Dane menyadarkan Syaqira dari lamunannya.
"Ahh ... anu ... Pak enggak," jawab Syaqira gelagapan karena kepergok sedang melamun.
"Kamu ternyata bisa lucu juga. Boleh bila kita berteman?" tanya Dane.
"Teman?" ulang Syaqira takut dirinya salah mendengar.
"Ia teman, setidaknya kita bisa berteman bukan? Saya tahu kamu orang yang baik. Dan saya yakin kamu orang yang bisa mengerti dengan sifat saya," ujar Dane membuat Syaqira mengulum senyum. Apakah bisa dia berteman dengan pria ini?
"Hemm ... bagaimana ya?" setelah sepersekian detik Syaqira menunjukkan ekspresi berpikir yang dibuat-buatnya.
"Kamu jangan kebanyakan mikir, nanti wajah saya yang super tampan ini keburu lapuk dimakan usia." Gurau Dane.
"Hahaha ... Bapak kan emang udah lapuk dimakan usia." Syaqira langsung menutup mulutnya begitu menyadari bahwa jiwa bar-bar nya mulai beraksi.
"Hahhahahaha ... kamu ternyata memang teman yang menyenangkan, kamu tidak pernah merasa sungkan dengan saya. Oh ya, kamu masih ingat kesepakatannya, jangan panggil saya Bapak diluar jam kerja," ucap Dane membuat Syaqira cukup terkejut. Pria ini tidak marah?
"Khana, boleh saya tahu siapa itu Teressa? Itu jika kamu nganggap aku teman," tanya Syaqira dengan senyum jahilnya.
"Hemm ... saya kangen dengan panggilan itu. Saya akan cerita, tapi sepertinya lain waktu saja karena kamu sudah sampai,," jawab Dane tersenyum penuh kemenangan.
Syaqira menengok keluar, dan benar saja ini sudah di depan rumahnya. Ia merasa begitu bodoh karena dari tadi tidak menyadari sudah memasuki kompleks perumahannya.
"Terima kasih atas tumpangannya Bang." ucap Syaqira sambil terkikik geli.
"Bang? kamu pikir saya supir angkutan?" ucap Khana melirik tak percaya.
"Baiklah Khana, terima kasih sekali lagi. Dan hati-hati di jalan ya," ucap Syaqira tak ingin mendebat.
"Ok. Besok aku jemput. Gak ada penolakan!" ucap Dane.
"Aye aye Kapten,,," jawab Syaqira dengan malas dan turun dari mobil.
Ada segurat senyum di wajah Dane ketika ia meninggalkan Syaqira. Mungkin ia tidak salah memilih Syaqira sebagai temannya, wanita cantik yang ceria, yang Dane tidak pernah tahu ada apa dibalik semua keceriaannya itu.
"Teman" gumam Syaqira dalam hati. Mungkin tidak ada salahnya dan tidak ada ruginya jika dirinya berteman dengan Dane. Hari ini ia benar-benar menyesal karena mengatakan ingin mati karena dibayangi Dane. Ternyata Dane tidak seburuk yang ia pikirkan. Memang benar dengan nasihat bahwa setiap orang tidak seburuk yang kita pikirkan.
Haii.. aku updatenya cepat, ya ini ganti karena kemarin telat update karena lagi UAS.
Happy Reading ya,
jangan lupa, tinggalkan jejak ok :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top