Lima
Syaqira terduduk dengan lesu di kursinya, ia sangat marah, kesal, tapi tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
Flashback
"Maksud Bapak ap ... kamu?" Syaqira terkejut ternyata CEO nya adalah pria itu, pria yang tak ingin pernah ia temui lagi. Syaqira langsung menurunkan jari telunjuknya yang hampir menunjuk ke arah wajah tampan Dane.
Sementara itu pria yang tak lain adalah Dane hanya tersenyum miring padanya.
"Nona Kia, kenapa anda terkejut? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Dane malah bertanya pada Syaqira yang sudah tingkah di posisinya.
"Emmm ... sepertinya kita tidak pernah bertemu pak." Syaqira berbohong.
"Baiklah, jika demikian silahkan duduk," ujar Dane sambil mengangguk anggukkan kepalanya santai.
"Terima kasih Pak." Syaqira duduk dan ia mengucap syukur dalam hati bahwa Dane tidak mengenalinya.
"Kamu tau apa kesalahan kamu?" tanya Dane dengan tatapan mengintimidasinya yang membuat Syaqira gugup.
"I- iya pak, saya kemarin tidak masuk kerja saat pelantikan Bapak. Tapi saat itu saya sedang sakit," jawab Syaqira membela diri.
"Karena banyak sekali kesalahan kamu, saya akan memberikan hukuman yang setimpal untuk kamu," ujar Dane sambil tersenyum miring dan entah kenapa senyum itu justru membuat Syaqira was-was di tempatnya.
"Lohh ... kesalahan saya kan hanya itu pak," bela Syaqira merasa tak terima.
"Baiklah. Saya tidak tahu apakah kamu terkena amnesia atau semacamnya, tapi saya akan mengingatkan satu persatu kesalahan kamu," ujar Dane sambil membenarkan posisi duduknya, dan itu tak luput dari tatapan Syaqira.
"Silahkan pak, saya rasa hanya itu kesalahan saya." Syaqira berkata seolah-olah ia memang benar-benar tidak mempunyai kesalahan. Padahal, dalam hatinya ia terus-terusan berdo'a semoga segala kebohongannya tidak terbongkar oleh pria ini.
"Kesalahan kamu. Pertama, kamu nabrak saya, kedua kamu memarahi saya, ketiga kamu tidak masuk kerja saat pelantikan saya, keempat kamu berbohong bahwa kamu sakit, dan ke lima kamu baru saja berbohong pada saya dengan pura-pura tidak mengenal saya." Terang Dane dengan wajah meremehkannya.
"Bapak lucu sekali. Tadi Bapak bersikap seolah-olah tidak tahu apa-apa tapi nyatanya sekarang Bapak membeberkan semuanya. Lalu kenapa Bapak bertanya pada saya jika Bapak sudah tahu jawabannya?" tanya Syaqira geram karena merasa dipermainkan oleh Dane.
"Saya hanya ingin kamu jujur, karena saya tidak suka dibohongi. Tapi ternyata semua wanita sama saja suka berdusta, kecuali Ibu dan adikku." Dane berdecih pelan.
"Dengan saya berkata begitu, bukan berarti saya adalah seorang pembohong ya bapak Khana yang terhormat. Baiklah saya permisi," pamit Syaqira sambil bangun dari duduknya.
"Tunggu! Siapa yang menyuruhmu untuk pergi? Saya bahkan belum berbicara intinya. Dan apa kata kamu? Khana? Kamu bisa memanggil saya Dane," ujar Dane.
"What??? Jadi tadi Bapak hanya basa-basi gitu? Bapak memanggil saya Kia bukan Syaqira, jadi terserah saya dong mau manggil bapak apa juga," ujar Syaqira dengan ketus dan kembali duduk.
"Saya bukan orang yang suka basa-basi, tapi tadi itu pembukaan. Baiklah saya rasa tadi panggilan sayang kamu buat saya. Hmmm ... Khana cukup menarik," ucap Dane sambil tersenyum.
"Baiklah terserah kata Bapak. Sekarang silahkan katakan yang intinya saja," ucap Syaqira pada akhirnya.
"Seperti yang saya katakan diawal bahwa saya akan memberikan hukuman pada kamu. Dan hukumannya adalah pertama, buatkan saya teh sedikit gula di pagi hari, dan antarkan makanan siang pada saya tapi harus masakanmu," ujar Dane mantap.
"Apa??? Bapak sudah gila ya, apa itu yang namanya hukuman? Kenapa bapak gak skors saya saja atau potong gaji saya gitu, itu lebih masuk akal." Syaqira menatap horor ke arah Dane.
"Memangnya saya bodoh, jika di skors itu akan membuatmu bahagia bukan? Potong gaji? Itu ide yang bagus tapi karena kamu yang mengatakannya saya tak akan mengambil ide itu. Bagaimana kamu terima hukumannya, atau silahkan angkat kaki dari kantor saya?" tanya Dane.
"Tap- tapi Pak, Bapak gak bisa gitu dong Pak. Selama saya bekerja, itu adalah hukuman yang paling tidak masuk akal. Bagaimana jika orang mengetahuinya? Bukankah itu akan mencoreng nama baik Bapak?" Syaqira mencoba untuk bernegosiasi.
"Saya anggap kamu menolak hukuman dari saya dan sekarang silahkan angkat kaki dari kantor saya," ucap Dane final.
"Baiklah, saya terima hukumannya, dan saya permisi," ujar Syaqira dengan nada lesu, bagaimana pun bekerja disini sudah terlalu nyaman baginya.
"Jangan lupa besok waktu hukuman dimulai," ujar Dane dengan cukup keras karena Syaqira telah beranjak dari tempat duduknya.
Syaqira pun keluar ruangan dengan menutup pintu dengan keras, hingga membuat sekretaris di depannya terkejut.
Flashback Off
"Hei! Hei!" Livia melambaikan tangan di depan wajah Syaqira yang sedang melamun.
"Eh iya ada apa Livi?" tanya Syaqira gelagapan.
"Lo kenapa melamun?" tanya Livia.
"Enggak lagi ngelamun kok, tapi gue lagi mikir," jawab Syaqira sambil cengengesan.
"Mikirin Boss ya?" selidik Livi.
"Jangan asal nebak deh lo!" ujar Syaqira ketus karena tebakan Livia benar.
"Halah ... Lo tinggal bilang aja iya, susah amat," ujar Livia.
"Udah ah gue kerja dulu, disuruh bu Calysta buat nyelesain laporan keuangan, mendingan sana lo balik kerja lagi." Usir Syaqira.
"Orang jatuh cinta gitu ya marah-marah mulu. Harusnya senyum terus sampai mampus." Seloroh Livia sambil jalan meninggalkan Syaqira yang sekarang sedang menatapnya kesal.
---
Hari ini cukup melelahkan, bukan hanya pekerjaan tapi juga pikiran ku yang tidak bisa membayangkan bagaimana besok. Dia pikir dia siapa? Iya dia emang boss aku. Akan tetapi, dia pikir aku istrinya apa? Harus menyiapkan teh di pagi hari, mengantarkan makan siang. Wait, apa aku berpikir aku ingin jadi istrinya kalau begitu?? Oh God. Pipiku menghangat hanya karena membayangkan nya saja, apa aku sudah ikutan gila sekarang?
"Kia ... Kia ...."
Sepertinya ada yang berteriak, tapi apalah peduli ku, namaku kan bukan Kia. Tapi, aku pun membalikan badan dan ternyata.
Shit !!
Kenapa dia ada disana?
"Aku akan mengantarmu pulang, cepat masuk." Dia langsung berkata begitu, apa dia pikir aku akan menyetujuinya? Enak saja.
"Maaf Pak, saya bisa pulang sendiri," tolakku.
"Cepat masuk atau kau harus-"
"Ok saya masuk," jawabku cepat karena aku tahu dia akan mengeluarkan ancaman menyebalkannya. Lagi pula energiku telah terkuras dan malas untuk berdebat dengannya.
Sekarang kami telah berada di dalam mobil dan hanya ada keheningan yang menyelimuti.
"Pak," ujarku memecahkan keheningan.
"Heemm," ia menoleh dan entah kenapa tatapannya sukses membuat jantungku berdebar tak karuan, ya Tuhan ada apa dengan aku?
"Iya ada apa Kia?" tanya dia kemudian.
"Oh. Hemm. Anu pak. Oh iya rumah saya di perumahan Asri pak," jawabku dengan gugup.
"Iya, saya sudah tahu," ujarnya tenang.
"Darimana Bapak tahu rumah saya?" tanyaku kepo.
"Kamu tahu kan siapa saya? Masa hal kecil saja saya tidak tahu," ujarnya jumawa.
Aku hanya memutar bola mata malas karena sifat sombongnya muncul.
"Kia," panggilnya.
"Iya Pak," jawabku.
"Sebaiknya kamu jangan memanggil saya Bapak. Ini diluar kantor," ucapnya tenang tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan yang ramai.
"Lalu saya harus memanggil apa?" tanyaku bingung. Masa iya aku harus panggil Mr. Songong atau Mr. Arrogant?
"Panggilan sayang kamu sama aku," jawabnya dengan cengiran tanpa dosanya.
"Maksudnya Khana?" Astaga! Aku keceplosan. Itu artinya sama aja kan kalau aku mengakui bahwa itu panggilan sayang untuknya.
"Itu kamu tahu," ujarnya dengan tersenyum lebar.
"I- itu bukan panggilan sayang kok, hanya kebetulan saja saya senangnya manggil begitu." Aku merasa aneh kenapa akhir-akhir ini bicaraku jadi gugup jika berdekatan dengannya.
Setelah aku berkata demikian, dia tidak merespon apapun bahkan untuk sekedar membalas perkataanku. Ya ampun, apa sebenarnya yang aku pikirkan? Apa yang sebenarnya aku inginkan darinya? Sadarlah Syaqira!!!
---
Dan entah kenapa aku tiba-tiba mengacuhkannya, aku senang ia memanggilku dengan panggilan yang cukup aneh. Tapi, ketika aku mendengar ucapannya aku jadi teringat pada seseorang. Ia sama dengan orang itu, sifatnya, dan juga perkataannya yang senang mengelak. Melihat gadis itu ibarat aku melihat Teressa. Sudahlah lupakan tentang Teressa.
Dan malam ini aku tidak dapat memejamkan mataku, bayangan akan masa lalu terus saja berkelebat dalam ingatanku. Aku tau, aku terlalu berharap banyak pada masa lalu ku. Aku selalu berharap bahwa suatu hari nanti dia akan datang dan menjelaskan segalanya padaku.
Bagaimanapun, ia adalah satu-satu nya orang yang selalu ada dalam hatiku, walaupun aku tahu dia juga satu-satunya orang yang membawaku terbang diatas awan, dan kemudian menjatuhkanku ke jurang yang begitu dalam.
Aku tak tahu sampai kapan perasaanku padanya tak akan berubah. Yang jelas, sampai saat ini pun posisinya di hatiku belum ada yang menggantikan.
Enjoy Reading
Tinggalkan jejak ya...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top