Enam Belas
Sudah satu bulan sejak Dane dan Syaqira bertunangan. Pertemanan mereka sudah sangat dekat. Dane selalu melindungi Syaqira bahkan ia tiap hari selalu mengantar dan menjemput Syaqira. Beda dengan Dane, Syaqira selalu merasa bahagia tiap kali bersama Dane, ia bahagia karena tentu saja ia mencintai Dane. Namun di kantor, mereka bersikap selayaknya atasan dan bawahan. Tidak ada yang mengetahui tentang pertunangannya karena saat itu Dane sudah merencanakan untuk tidak mengundang orang kantor.
Siang ini aku akan mengadakan rapat dengan semua perwakilan dari tiap divisi yang ada di perusahaanku, dan aku tidak tahu apakah Syaqira akan datang sebagai perwakilan atau tidak. Yang aku tahu Syaqira adalah kesayangannya Bu Calysta manajer keuangan.
"Pak, semua telah berkumpul di ruang rapat," ujar sekretarisku sopan. Tentu saja aku sudah mengganti sekretarisku atas usul Kia. Bukan hanya karena ia berpenampilan tidak sopan, tapi kinerjanya juga ternyata sangat buruk.
"Baik. Kita berangkat sekarang," ucapku dan sedikit merapikan dasi.
Aku pun segera melangkahkan kaki ke ruangan khusus untuk rapat dengan para karyawan.
Sesampainya disana, aku pun segera masuk dan duduk di kursi yang telah di sediakan untukku, dan sekretarisku duduk di sampingku. Setelah melihat semua orang yang hadir ternyata diujung sana ada Kia di samping Bu Calysta. Ia menatapku dengan pandangan tidak suka? Mungkin. Tapi apa yang membuatnya tidak suka melihatku?
"Baiklah kita mulai rapat hari ini," ucapku mengawali.
Aku pun memulai rapat hari ini dan semua orang tampak mendengarkan apa yang aku katakan. Tapi tidak dengan Kia, ia tampak memandangku kesal, apa yang sebenarnya telah aku perbuat?
---
Hari ini aku ditunjuk bu Calysta untuk mendampinginya di rapat perusahaan. Sebenarnya aku malas untuk bertemu dengan Khana hari ini. Aku sangat-sangat kesal dengannya. Baru saja ummi menelpon bahwa hari ini ummi dan abi akan pergi ke rumahku untuk mengunjungi orang tuanya Khana. Ummi bilang bahwa Khana telah menelponnya dan mengatakan bahwa pernikahan ku akan dilaksanakan satu minggu lagi. Sedangkan Khana? Ia tidak mengatakan apa-apa padaku tadi.
Aku melihat Khana memasuki ruangan rapat dengan sekretaris barunya yang tentu saja aku sarankan untuk Khana. Ia tampak melihat ke sekeliling ruangan dan mata kami bertemu. Aku menunjukkan kekesalanku lewat ekspresi wajahku dan ku lihat wajahnya sedikit mengkerut.
"Baiklah kita mulai rapat hari ini." Intrupsi Khana.
Ia pun mulai memulai rapatnya dan berbicara panjang kali lebar. Ketika semua orang mendengarkan dan memperhatikannya, aku hanya sesekali meliriknya dan kemudian membuang kembali pandanganku ke bawah meja.
"Baiklah sekian untuk rapat hari ini, mudah-mudahan ke depannya bisa lebih baik. Terima kasih atas kerja keras rekan-rekan semua. Dan untuk Syaqira setelah rapat saya tunggu anda di ruangan saya," ujar Khana menutup rapat hari ini. Aku pun hanya memutar bola mata ku malas karena ku yakin Khana akan banyak bertanya padaku.
Aku pun melangkahkan kaki menuju ke ruangan Khana. Sesampainya di sana, aku disambut dengan senyuman dari wajah sekretarisnya Khana.
"Silahkan masuk, Pak Dane telah menunggu anda," ucapnya ramah. Akupun hanya mengangguk dan mengikutinya yang hendak membukakan pintu.
Setelah masuk, sekretarisnya pun keluar dari ruangan Khana, dan menyisakan aku dan Khana saja.
"Duduk," perintahnya dengan nada dingin. Pandangannya tetap fokus pada macbook di hadapannya.
Apa-apaan ini, aku yang sedang marah kok dia yang jadi dingin bicaranya? Aku pun duduk di sofa yang ada di ruangannya.
Sepuluh menit telah berlalu, dan hanya ada keheningan yang terjadi. Aku yang mulai bosan akhirnya angkat bicara.
"Apa ada yang perlu Bapak sampaikan pada saya?" tanya ku dengan formal.
"Tentu saja. Ada banyak hal yang perlu saya katakan pada karyawan yang tidak menyimak pembicaraan pada saat rapat," ujarnya sambil berdiri dan kemudian duduk di sofa depanku.
"Apakah bapak perlu mencampuri urusan pribadi karyawan bapak?" tanyaku dengan tatapan mengejek.
"Tidak perlu sebenarnya," jawabnya datar.
"Bapak sudah tahu rupanya," ucapku dengan nada penuh kemenangan.
"Tapi masalahnya, karyawan saya adalah orang yang sebentar lagi jadi istri saya," ucapnya dengan tatapan mengejek.
Aku hanya bisa mendengkus kesal mendengar jawabannya.
"Bapak, walaupun saya kelihatannya tidak menyimak tapi saya tahu apa yang Bapak katakan," ujarku sombong.
"Benarkah? Lalu apa yang saya katakan?" tanya Khana dengan nada menguji khas miliknya jika sedang mencari kesalahan karyawan nya. Kesalahan kok dicari! Dasar orang aneh.
"Sejak saya menjabat sebagai CEO disini saya lihat perkembangan perusahaan semakin baik. Ini semua karena dedikasi rekan-rekan semuanya. Saya harap kita bisa mempertahankan hal ini dan bisa meningkatkanya lagi," ujarku menirukan gaya suaranya.
Ia pun mengacak rambutnya frustasi.
"Kia ... bukan itu tapi isi dari hal yang tadi di bahas. Baiklah lupakan masalah itu dan sekarang katakan kenapa kau terlihat marah padaku?" tanyanya.
"Kau masih bertanya Khana? Setelah apa yang kau lakukan kau masih bertanya?" tanyaku yang sudah berbicara seperti biasanya.
"Memangnya apa yang aku lakukan?" tanyanya dengan wajah polos, yang justru membuatku semakin kesal.
"Kau memberitahu ummi ku tentang pernikahan kita akan di laksanakan satu minggu lagi? Dan kau tidak memberitahuku apa-apa?" ujarku dengan nada meninggi.
"Hahahahah ... ternyata itu yang membuat Kia ku marah," ujarnya sambil tertawa.
Aku yang kesal seperti dipermainkan olehnya langsung berdiri dan hendak pergi.
"Aku minta maaf," ujarnya.
Aku yang mendengar kata maaf langsung tersenyum cerah, dan membalikkan badan.
"Benarkah kau minta maaf Khana?" tanyaku dengan senyuman evil.
"Yaa ... memangnya kenapa?" tanyanya polos.
"Uhhh ... jangan bilang kau lupa dengan perjanjian kita. Bahwa satu kata maaf berarti satu permintaan akan terkabul?" jawabku.
Ia pun mengusap wajahnya kasar dan berkata, "Baiklah, apa yang kau inginkan Kia sayang?"
Kalau saja Khana memanggil sayang karena perasaan yang lain mungkin aku akan terbang ke awan. Tapi justru ini sebaliknya. Setiap aku mendengar ia berbicara sayang, justru aku semakin sakit.
"Keinginanku sederhana, aku hanya ingin pernikahan ini berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada perjanjian ataupun apapun. Bagiku pernikahan adalah suatu hal yang sakral dan merupakan penyempurna agama dan juga ibadah terlama. Aku sudah berjanji bahwa dalam hidupku hanya ada satu kali pernikahan. Jadi Khana, walaupun kita menikah tanpa ada rasa cinta, tapi aku ingin kau benar-benar menjalani pernikahan ini dengan normal seperti rumah tangga pada umumnya," tuturku dengan serius.
Aku melihat Khana tertegun sebentar dan perkataannya setelahnya cukup membuat ku lega. "Kia aku pikir permintaanmu itu apa. Memangnya kau pikir aku akan seperti di novel-novel yang melakukan perjanjian sebelum menikah? Tentu saja tidak Kia! Aku sangat berterima kasih padamu yang mau menikah denganku, dan mana mungkin aku mengkhianati komitmen mu. Kau lucu sekali Kia."
Aku mendengkus kesal melihatnya berbicara dengan senyum tertahan seperti itu.
"Terima kasih jika kamu berpikir begitu. Aku pamit," ucapku dan segera berdiri dan meninggalkannya sebelum kesabaran ku yang sedang di uji ini segera habis.
"Akankah aku tetap menjaga komitmen Kia?" tanya Dane dalam hatinya.
Hallo aku balik again :D
Maaf banyak Typo, dan jangan lupa komentarnya ya.. :)
Happy Reading
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top