Dua Puluh Dua


Tiga bulan kemudian ...

"Kia, bisa kau pasangkan dasi ini secepatnya?" ucap Dane.

"Sebentar Khana, kau lihat aku sedang membereskan berkas yang harus aku bawa!" Jawab Syaqira setengah kesal dengan suaminya itu.

"Makanya aku bilang, berhentilah bekerja," gerutu Dane.

Syaqira segera membalikkan badannya dan memakaikan Dane dasi. Ia tidak mau banyak berdebat dengan Dane di pagi-pagi begini.

"Kita berangkat sekarang," ucap Syaqira dingin dan meninggalkan Dane.

"Hei, Kia aku hanya bercanda." Dane berlari mengejar Syaqira yang tampak kesal.

"Apa?" tanya Syaqira ketus ketika Dane menghadang di depannya.

Cupp ...

Dane mencium kening Syaqira, dan Syaqira hanya memandang Dane sekilas lalu berlalu.

"Kau masih marah?" tanya Dane setengah berteriak.

Syaqira mengabaikan teriakan Dane dan langsung masuk ke dalam mobil.

Entah kenapa hari ini mood ku benar-benar rusak hanya karena insiden dasi tadi. Akhir-akhir ini aku memang gampang tersinggung. Sepertinya aku harus banyak curhat dengan Mom. Oh ya, sudah satu bulan aku berpisah rumah dengan mertuaku, ternyata Khana telah mempersiapkan rumah untuk kami tempati.

"Sayang, senyum dong ..." ucap Khana yang sedang menyetir.

Kami memang selalu berangkat bareng dan ia akan menurunkan ku sebelum perusahaan. Itu memang permintaanku agar tidak ada orang yang curiga tentang kami.

"Maaf. Aku tadi hanya bercanda. Serius," ucapnya kembali sambil menoleh sekilas ke arahku.

"Ya," jawabku malas.

"Sepertinya Kia ku ini masih marah," ucap Khana.

"Khana, nanti kita nginap di rumah mom ya. Besok hari Sabtu dan kita libur. Ada banyak sekali yang ingin aku ceritakan pada mom. Aku kangen banget sama mom," ucapku panjang lebar.

Sepertinya kemarahanku telah menguap entah kemana. Buktinya aku malah curhat pada Khana.

"Siap Nyonya," jawabnya sambil tersenyum ke arahku.

***

Kami telah tiba di rumah mom. Aku segera keluar dari mobil meninggalkan Khana dan berlari ke dalam rumah.

"Mom" teriakku sambil berlari dan memeluknya. Seperti anak kecil bukan? Tapi aku selalu melakukan ini, rasanya rumah ini seperti rumahku sendiri.

"Dad," ujarku dan memeluk daddy juga.

Setelah menikah, aku memang dekat dengan daddy. Ternyata sikapnya waktu itu padaku yang seperti tidak menyukaiku aku salah. Sifatnya dad memang begitu tidak banyak bicara pada orang yang baru ia kenal.

"Suaminya ditinggal ya Non setelah ada ibu dan ayah," ujar Khana begitu muncul.

"Apaan sih. Mom, aku kesal sama Khana seharian ini," curhatku.

"Sayang sepertinya banyak yang ingin kamu ceritain kan sama Mom? Ayo kita pergi ke kamar saja, biarkan suamimu itu dengan dad," ujar mom seperti mengerti kegundahan hatiku.

"Ayo Mom," ucapku dan memeletkan lidahku ke arah Khana, dan ia hanya geleng-geleng kepala.

---

"Sayang, ada apa sebenarnya?" tanya mom ketika kami telah sampai di kamar.

"Mom, akhir-akhir ini aku sering merasa tersinggung, aku sensitif banget deh Mom," ceritaku mengawali.

"Emm, lalu apalagi?" tanya mom.

"Aku juga sering merasa mual kalau pagi, dan mudah lelah," ujarku.

"Apa? Dane tahu tentang ini?" tanya mom heboh. Aku hanya geleng-geleng kepala.

"Sayang, tanggal berapa kamu datang bulan?" tanya mom lagi.

"Emmm ... Ya ampun Mom, aku udah telat," ujarku histeris. Apa jangan-jangan ...

"Sekarang kamu istirahat, besok kita ke dokter," ucap mom pada akhirnya.

Setelah mom keluar dari kamar, tiba-tiba Khana muncul aku langsung tersenyum dan memeluknya.

"Hei ada apa?" tanya Khana.

"Tidak apa-apa, hanya ingin seperti ini," jawabku sambil tetap memeluknya.

"Pengaruh mom sangat besar ya," ujarnya sambil terkekeh dan mengelus jilbabku.

***

Pagi harinya Syaqira dan Ibu Dane pergi ke dokter. Syaqira menggunakan berbagai alasan supaya Dane tidak tahu kemana ia pergi.

Sesampainya di klinik, mereka langsung menuju klinik dokter kandungan. Ibunya Dane juga Syaqira sendiri telah curiga bahwa Syaqira tengah mengandung.

"Ibu, berdasarkan hasil pemerikasaan anda dinyatakan positif hamil. Usia kandungan anda sudah tiga minggu. Selamat ya Bu," ucap dokter tersebut dan Syaqira hanya bisa melongo, dan kemudian ia memeluk Ibu Dane.

"Aku bakalan jadi mommy." Isak Syaqira.

"Kamu jangan nangis dong, selamat ya sayang," ucap Ibu Dane.

"Aku nangis bahagia Mom," ucap Syaqira sambil menyeka air matanya.

Setelah selesai mereka kembali pulang ke rumah dan Syaqira meminta Mom untuk merahasiakan kehamilannya dari Dane. Syaqira berencana agar Dane dapat mendengar kehamilannya dari dirinya sendiri bukan dari orang lain.

Sesampai di rumah, aku segera masuk ke kamar. Ku lihat Khana sedang duduk bersandar di kasur sambil memainkan laptopnya. Aku segera duduk di sampingnya.

"Udah pulang?" tanyanya.

"Iyalah udah, kalau belum masa aku udah ada disini," jawabku ketus.

Ia hanya mengacak-ngacak jilbabku sambil tersenyum. Khana kembali berkutat dengan laptopnya, aku menjadi kesal karenanya dan segera aku tutup laptopnya.

"Ya ampun Kia, kamu ini apa-apaan sih? Kamu tahu aku sedang memeriksa file untuk presentasi besok dengan Antoine Corp. ini amat penting Kia," ucap Khana sambil membuka laptopnya kembali.

Ini berlebihan! Kenapa ia harus marah padaku? Tidak akan terjadi apa-apa bukan dengan laptopnya walaupun aku menutupnya. Tak terasa air mataku menetes.

"Kia, aku sedang ingin berkonsentrasi dan tak ingin berdebat denganmu," ujar Khana kemudian ia berdiri dan berjalan ke arah pintu sambil mengacuhkanku.

Aku pun berteriak padanya, "Salahkah aku jika aku hanya ingin menyampaikan berita bahagia padamu tanpa diganggu laptop sialan itu Khana? Kamu tahu aku HAMIL. Anak KAMU!" ucapku dengan napas memburu.

"Aku hanya ingin berkonsentrasi Syaqira," ucapnya sambil keluar dan menutup pintu.

Aku yang mendengar jawabannya hanya bengong, dan kemudian aku menangis. Apakah ia tak bahagia dengan kehamilanku? Atau apa ia tidak mendengar perkataanku? Tapi aku sudah berteriak sekencang mungkin. Atau ia tidak pernah ingin punya anak dariku?

Brak ...

Seketika semua pikiranku bunyar karena suara pintu yang dibuka dengan kencang. Aku sangat terkejut.

"Apa Kia? Kamu hamil? Serius Kia?" tanyanya dengan mata berbinar.

"Heemmm ..." jawab ku dengan malas. Apakah suami ku ini terkena gangguan telinga?

"Anak aku Kia?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

"Bukan. Anak selingkuhan," ucapku asal.

"What? Kamu selingkuh Kia? Siapa laki-laki itu hah?" tanyanya dengan muka polos yang membuatku ingin melenyapkannya. Eh? Kalau dia lenyap siapa ayah dari anak ini dong?. Hentikan pemikiran konyol mu itu Kia!

"Laki-laki itu Tuan Dane Khana Balla, yang super MENYEBALKAN," ucapku penuh penekanan.

Dia kemudian membawaku ke dalam pelukannya.

"Kenapa kamu nangis Kia? Kenapa kamu gak bicara dari awal padaku?" tanya Khana sambil melepaskan pelukannya dan menatapku.

"Karena kamu asik selingkuh dan kamu gak dengar apa yang aku omongin," jawab ku ketus sambil memalingkan wajah darinya.

"Aku selingkuh? Sama siapa? Aku dengar kok, hanya otakku sedang loading saja," jawabnya sambil cengengesan.

"Ya kamu loading karena terlalu fokus sama selingkuhan kamu tuh," uapku sambil menunjuk laptop yang ia pegang. Khana hanya terkekeh dan itu membuat ku kesal.

Kemudian ia mendekat ke arah ku, tepatnya ke perutku. Ia mengusap lembut perutku yang masih rata.

"Maafin Daddy ya udah buat Mommy mu kesal," ucapnya lembut.

Aku hanya bisa tersenyum dan mengusap kepala Khana yang berada di dekat perutku. Ia menolehkan kepalanya dan tersenyum ke arahku. Tuhan ... Aku ingin kebahagiaan ini terus bersamaku walaupun setiap kebahagiaan tidak abadi, tapi aku akan terus memohon kepadamu hingga kau memberikan kebahagiaan ini selamanya.







Alurnya kecepetan ya? Tapi tunggu kejutan-kejutan berikutnya ya.. :D (GR. emang ada yang nunggu :D)


Happy Reading dan kasih masukannya ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top