Uwauluh. Sedikit Rasa Sakit Terdahulu.

Duapuluh/Twenty/Ni Juu

Sedikit rasa sakit yang terdahulu menyebabkan kebimbangan

Menyangkut perasaan, semuanya tidak memiliki logika.


"Begitu Ami, Ami paham sekarang?"

Jujur anak kecil tersebut belum paham yang dikatakan kakaknya saat ini. Ia masih lugu nan kecil untuk mengerti ocehan kakaknya yang jenius. Namun, ia berusaha untuk memahaminya dengan senyuman lebar.

"Kalau kayak gitu, Ami juga akan menyukai hujan sama seperti Kak Ken!" serunya.

Sedari tadi Jeje hanya bermain ponsel ketika karyawan lain menggambar ataupun mencorat-coret tablet untuk membuat sketsa. Lelaki itu memang kebanyakan nganggurnya daripada kerja. Mungkin hal tersebut yang membuatnya ikut menjadi si rangkap dua sama seperti Ami. Bedanya, Ami tidak sadar merangkap menjadi sekretaris sedangkan Jeje sangat-sangat sadar merangkap menjadi supir. Walau pekerjaan Ami lebih banyak pula daripada Jeje.

Beberapa kali audio pada ponsel Jeje memperdengarkan berita-berita yang sedang hot dan sangat baru. Kemungkinan besar itu akan menjadi susunan pergibahan untuk perkumpulannya.

"Gila, masih kecil aja udah bunuh diri, gedenya mau jadi apa!" marah Jeje pada ponselnya yang sedang memperlihatkan berita seorang siswi yang bunuh diri di lantai dua sekolahnya dengan cara melompat dan terjun bebas.

"Ya nggak gede lah, kan udah ninggal," sahut Stevi kalem.

"Iya kalau meninggal Mba, kalau cacat gimana? Seharusnya sih ada penyuluhan untuk remaja-remaja jaman sekarang. Mereka mudah banget down."

Suara langkah kaki, mereka menoleh bersamaan ke arah pintu masuk ruangan. Disana tampak lelaki tinggi nan rupawan dengan dua kresek bungkusan mie setan yang dibawanya. Seperti biasa, setelannya rapi namun informal.

"Penyuluhan apa?" tanya Randy.

"Makasih yoo Bosq yang terbaik!" seru Jeje seraya mengambil satu bungkus mie dan kembali duduk di kubikelnya.

"Belum juga saya tawarin, nih kalian ambil juga satu-satu. Nggak dipotong gaji kok, ini dari Agus." Randy berjalan menuju ruang pribadinya. Namun sebelum benar-benar memasukinya, ia kembali menoleh ke arah bawahannya yang kini mengambil bungkusan tersebut.

"Ngomong-ngomong bunuh diri, remaja memang harus di tekankan lagi. Masalah bullying misalnya," ucap Randy.

Ami, Stevi, Geon serta Jeje samar-samar mengangguk. Tumben sekali bos tersebut benar, biasanya malah ngaco.

Lagi, sebelum melangkah lebih jauh, Randy berucap, "Saya juga pernah kepikiran pengen bunuh diri pada masa itu."

"HAH?!" teriak Ami dan Geon. Jeje tersedak mie sedangkan Stevi hanya menatap Randy dengan alis yang terpaut.

Randy hanya merespon dengan senyuman kecil lalu melangkah dan menutup pintu yang terbuat dari kaca tersebut.

Setiap orang memiliki rasa sakit yang berbeda serta cara mereka yang menanggapinya dengan berbeda tiap orangnya. Bahkan teruntuk Randy serta Ami pun memiliki masalah tersendiri walau tak pernah diperlihatkan pada orang-orang. Mereka hanya sok tegar saja. Mereka mungkin memiliki cara keluar yang sama.

Tidak terkecuali Jeje yang selalu patah hati, Stevi yang bermasalah dengan keluarga suaminya serta Geon dengan rasa takut ditinggalkan seseorang. Mereka juga memiliki cara berbeda untuk mengatasinya. Walau begitu, satu senyuman kebohongan mengantarkan mereka ke perubahan serta satu tetes air mata merubah senyuman itu kini. Begitulah saling berputar.

Karena membuat suasana kantor menjadi agak suram, Randy ingin mencairkannya dengan menyalakan lagu dangdut ke seluruhan area kantor. Ruang sebelah yang awalnya kalem menjadi riuh karena terkejut dengan tindakkan Randy, sedangkan ruang bawahannya sendiri mulai bernapas lagi sejak saat itu. Sedikit terkekeh karena cara Randy menetralkan suasana kelewat batas normal. Dimana lelaki tersebut mendapatkan mental baja seperti itu?

"Si Bos kenapa dah?" tanya Jeje yang sekarang kembali asik memakan mie pedas tersebut.

"Kebanyakan nonton drama kali?"

Berbagai argument mengambang di otak mereka. Hanya Ami yang masih menatap lekat-lekat pintu ruangan kaca yang menampilkan diri si Bos. Entah apa yang dipikirkannya membuat dirinya ikut tidak enak.

Sebenarnya, seberapa dalam luka sayatan tersebut?

Perban apa yang bisa mengobatinya?

Apa itu awal mula penyakit Cacophobia dalam diri Randy? Pikiran itu pemicunya? Benarlah kata orang-orang, pikiran bisa membawa penyakit.

-

Sore hari ini, seperti biasa ketika ada Agus maka Randy menghilang. Entahlah, sejak dulu memang seperti itu. Atau memang sudah direncanakan? Tidak ada yang tahu.

Setelah bercerita tentang pengalaman menakutkan—seperti biasanya—Agus pergi dengan wajah yang lebih berseri. Seperti yang diketahui orang-orang, jika sekali saja Agus memendam cerita bisa membuatnya mulas. Ya orang-orang hanya hiperbola saja, padahal tidak separah itu, mungkin sampai tidak bisa tidur saja.

Ketika tidak ada Bos, para karyawan seperti biasa mencuri waktu-waktu kerja untuk istirahat. Dimulai dari Jeje yang mencari bahan ghibah di instagram lambe turah, Stevi yang melihat-lihat toko online dengan wifi kantor, Geon yang asik melihat status perempuan di salah satu aplikasi. Sedangkan Ami, adalah orang yang paling bebas tidak menggunakan waktu emas untuk kegiatan unfaedah—walau yang lainnya juga unfaedah—ia malah bengong sesekali membuat sketsa di sebuah kertas yang tak terpakai.

"Kapan dia bikin status ya?" gumam Geon yang terdengar jelas di telinga Ami.

Ami merespon, "Emang kenapa nungguin doi buat status?"

Lelaki tampan tersebut menoleh dengan mata sayunya, "Biar bisa chattan."

"Kalau pengen chattan, tinggal chat. Jangan nunggu doi buat status dulu baru di komenin."

"Ngomong mah gampang Mie!"

Mata Ami menyipit, telinganya mendengar sesuatu yang salah. "Lo manggil gue apa tadi?"

"Mi," jawab Geon singkat.

"Enggak, nggak, beda!"

Geon menghela napas, masalah unfaedah seperti ini Ami sangat peka. Mengapa bisa begitu? Kalau disuruh mendengarkan ketika rapat, kupingnya malah tertutup rapat. Eh?

"Iye! Iye! Mie."

Ami mendekatkan kepalanya ke meja kerja, memantulkannya beberapa kali, "Jadi pengen mi."

"Yau—" kalimat Geon tersela oleh pertanyaan Stevi yang tiba-tiba.

"Kalian ngomongin apa sih? Ga jelas banget."

Geon hendak menjelaskannya namun langkah kaki seseorang kembali menghentikan kalimatnya. Randy datang dengan tergesa-gesa melewati ruang mereka menuju toilet.

"Bosq, komputernya udah saya benerin," seru Jeje namun dihiraukan (dengan sengaja) oleh Randy.

Setelahnya terdengar suara orang yang muntah beberapa kali.

Mereka berempat berargumen, jikalau bukan bos sebelah, pasti tukang cilok yang sering mangkal depan kantor menjadi penyebabnya.

"Kira-kira, ada hubungannya ga sih tentang pengen bunuh diri sama penyakit aneh itu?" tanya Geon entah kepada siapa.

Ami, Jeje dan Stevi mengerti pertanyaan tersebut menjerumus kemana.

Mereka bertiga selain Geon bergeleng bersamaan. Stevi yang berbicara sebagai perwakilan.

"Coba lo mengheningkan cipta trus berpikir, kali-kali dipake tuh otak. Takut sama orang jelek sama mau bunuh diri?"

"Tapi Mba, siapa tahu si Bos pernah di putusin cewek jelek trus mau bunuh diri?"

Ami dan Jeje mengangguk, menyetujui juga argumen Geon. Cukup meyakinkan juga walau kecil kemungkinannya.

270620ailavutu.

Kira-kira karena apa ya penyakit cacophobia Randy?

Btw, Aila suka banget ya update pagi? hehe... Tiap Sabtu pasti pagi kecuali kelupaan :')

Promosi mode on :v
Ayo mampir ke lapak BS3~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top