Uwanam. Satu Rasa Yang Dapat Dipahami.
Duapuluh Enam/Twenty Six/Juu Ni Roku
Satu rasa yang dapat dipahami, dirasakan.
Membuat hati menjadi lebih tenang.
Keadaan Randy tidak memengaruhi pekerjaan di kantor. Mereka masih beroperasi seperti biasanya. Berpikir bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi kemarin malam. Tidak ada yang menjenguk Randy, lebih tepatnya dilarang oleh lelaki tersebut. Randy bahkan membebani mereka dengan bertumpuk-tumpuk pekerjaan.
Hari ini sudah genap seminggu Randy tidak memperlihatkan wajah mual atau muntah di tengah ruangan tersebut. Sedikit terasa canggung, walau mereka yakin Randy mengawasi mereka dari CCTV yang terhubung dengan ponselnya. Jaman sekarang, semuanya sudah canggih. Mengetahui Randy mengawasi mereka, tetap saja ada yang curi-curi waktu untuk tidur, bermain ponsel, makan, mengurusi anak dan lainnya. Randy juga selama seminggu ini seperti telah ditelan bumi. Tidak terdengar bagaimana kabarnya. Padahal yang mereka tahu Randy sudah pulang dari rumah sakit pagi hari setelah siuman. Lalu setelah itu terkirimlah email pada masing-masing karyawan untuk memberikan tugas dan tidak terlihat lagi. Semua laporan yang dikirim Ami juga hanya terbaca tanpa terjawab. Padahal biasanya lelaki tersebut suka sekali protes mengenai narasi Ami yang sangat kacau.
Pernah sekali Ami menjenguk, itupun karena warga kantor khawatir pada bos mereka. Antara khawatir dengan keadaan Randy atau khawatir mengenai gaji mereka. Maka dari itu Ami yang turun tangan. Bersama dengan Agus yang mengantarnya. Mereka datang ke rumah Randy di hari keempat setelah kepulangan Randy dari Rumah Sakit.
Saat itu, Ami membawa sekeranjang buah yang dibeli dengan uang patungan antara warga kantor. Serta beberapa dari perkebunan milik Stevi. Satu buket bunga camellia berwarna merah gelap yang dibawakan oleh Lany dari perkebunan bunga milik suaminya.
Ami dengan gayanya memakai kaos santai dipadukan dengan midi skirt selutut berwarna cerah. Flat shoes yang tidak bersuara ketika berjalan membuatnya seperti maling saja. Disebelahnya ada Agus yang memakai kaos bergaris dipadukan dengan celana pendek dan sneaker. Dikepalanya terpasang sebuah topi, memang ciri khasnya sejak dulu. Kemanapun Agus pasti memakai topi entah jenis apapun. Mereka berdua berjalan menuju pagar rumah Randy, sebelumnya Agus memarkirkan mobilnya terlalu jauh. Katanya agar tidak terkena paparan sinar matahari, maka dari itu ia memarkirkan benda beroda empat tersebut tepat di depan sebuah pohon besar.
Sejauh ini, mereka berdua seperti pasangan saja. Ami membawakan bunga yang dirawat oleh suami Lany, karena warna serta bentuknya yang cantik, Ami sampai tidak rela memberikannya pada Randy. Sedangkan di sebelah Ami, Agus menenteng keranjang buah.
Jujur, ini pertama kalinya Ami bertamu ke rumah Randy. Ia tak tahu apakah Randy akan senang atau marah dijenguknya. Mengetahui bahwa Randy orangnya tertutup jika masalah urusan pribadi.
Sekarang Ami berdiri tepat di depan rumah Randy. Agus memencet bel masuk beberapa kali namun tidak ada jawaban. Ami tidak memperdulikan Agus yang masih berusaha memencet bel, matanya hanya melihat ke arah perumahan yang semuanya berjejer rumah-rumah orang kaya, megah. Tidak terkecuali juga rumah Randy. Dari luar gerbang, terlihat rumah tersebut memiliki dua lantai serta pada atapnya berisi seperti kolam mini dan taman. Dari bawah saja sudah terlihat cantiknya, apalagi memasukinya. Ami baru menyadari, perumahan ini dihuni oleh rakyat elit. Tidak seperti dirinya, rumah Randy bahkan dua kali lebih luas dari rumah yang ditinggalinya berempat. Entah seberapa banyak orang yang ada di dalam rumah tersebut?
Karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari arah dalam, Agus akhirnya menyerah. Ia menggeleng seraya menatap Ami. Gadis tersebut melihat ke arah buket bunga yang digenggamnya lalu beralih pada keranjang buah yang dibawa oleh Agus. Memikirkan bagaimana perasaaan teman-temannya dikantor yang pagi tadi sangat excited memberikan hal ini pada Randy. Wajah gembira mereka satu persatu terbayang pada benak Ami.
"E-eeh Mi? Kok nangis? Aduh jangan nangis dong." Agus mulai kepanikan karena Ami meneteskan air matanya. Membasahi karangan bunga indah yang sedari tadi digenggamnya kuat-kuat. Bahkan Agus masih ingat bagaimana gadis tersebut bersikukuh untuk tidak memberikan camellia tersebut pada Randy.
"O ... orang ... semua-nya udah ... se-semangat banget ... buat kasih i-iini sama Boo-osQ. Ta-tapi ... gimana dong Pak?" Ami sesenggukan.
Ami menatap Agus lekat-lekat dengan matanya yang memerah serta buliran air yang terjatuh tepat di depannya. Agus mengerti apa yang dirasakan Ami saat ini, tapi mau bagaimana lagi? Seseorang yang berdiri kukuh di balik gerbang tersebut tidak mau membukanya. Agus tahu itu. Ia juga tahu kalau gerbang tidak terkunci dan mereka berdua bisa memasukinya dengan mudah.
Tapi, gerbang akhirnya terbuka. Menampilkan seorang lelaki yang tingginya hampir setara dengan Ami. Mereka bertatapan begitu lama. Terpaku pada posisi masing-masing. Agus tersenyum sedangkan Ami menghentikkan tangisannya. Gadis tersebut membuka mulutnya lebar-lebar.
"Pak Randy kalau sakit lucu yang jadi kecil gini," Ami berseru girang. Tangannya menepuk kepala adik Randy beberapa kali dengan senyuman.
"Anu ... Mi, dia itu bukan Randy. Ini dunia asli bukan dalam anime lho."
Ami memiringkan kepalanya, menatap Agus penuh tanya.
"Kenalin, adiknya Randy, Raka." Agus memperkenalkan Raka spontan.
"Ehm? Ra-Raka?" Ami memandang Raka lekat-lekat lalu menganggukkan kepala, mengerti dengan maksud yang dikatakan Agus. Wajah Ami langsung merona karena saking malunya. Dasar Ami. Ya mau bagaimana lagi, Raka memang terlihat seperti Randy versi kecil.
—
Randy menatap tajam ke arah Agus. Sedangkan lelaki tersebut hanya tersenyum gembira. Lama sekali mereka tidak bertatapan seperti saat ini. Agus tidak peduli jika mendapatkan ocehan dari Randy selama berjam-jam.
Saat ini Randy sedang duduk santai di meja kerja pada kamarnya dan Agus dengan lancang duduk di kasur Randy. Sedangkan Ami mengikuti Raka yang sedang menyiapkan minuman untuk mereka, sekaligus Ami ingin meminta maaf karena lancang menyentuh kepala Raka. Jujur, sebenarnya Ami sangat gemas ketika mata mereka saling bertemu.
"Anu ... yang tadi, itu bukan kesengajaan."
"Hm."
"Gue Ami, teman Bos—Randy maksudnya."
Raka menatap Ami dengan tatapan datar. Ia tidak percaya kakaknya memiliki teman. Ami tidak canggung menurutnya. Gadis imut tersebut tampak bersahabat dengan wajah ceria dan senyum manis.
Sejak memasuki rumah Randy, pada halaman depan, Ami menemukan sebuah air mancur dengan patung cupid ditengahnya. Halaman depan tertata rapi. Seperti ada yang mengurusnya setiap seminggu sekali. Memasuki bagian dalam rumah, pertama kali mereka disuguhi ruangan dengan berbagai lukisan serta hiasan seperti datang pada museum saja. Selanjutnya, mereka melintasi sebuah kolam renang dengan pancuran patung setiap ujungnya. Dapat terlihat taman anggrek mini yang menggantung serta tanaman menjalar yang membuat kolam tersebut sedikit tersembunyi. Lalu dapur yang terletak di pojok serta sebuah meja bulat di tengah ruangan tersebut.
Pada akhirnya, sampailah pada sebuah tangga yang mengantarkan Agus ke dalam kamar Randy. Raka tidak mengantarnya, menurutnya Agus sudah tahu dimana letak kamar kakaknya, sedangkan dirinya tidak mau ribet dengan bolak balik turun tangga dari kamar kakaknya menuju dapur. Ami juga tidak langsung pergi bersama Agus, ia menuruti Raka yang ingin membuatkan minuman.
"Ami. Lo udah tau kan nama gue?"
Ami awalnya terkejut karena namanya dipanggil begitu saja tanpa tambahan. Namun ia segera mengubah ekpresinya dengan senyuman. "Yups!"
"Sedekat apa kalian dengan dia?"
Dia? Sama seperti yang dikatakan Agus, tampaknya kakak beradik ini tidak terlalu akrab satu sama lain. Tapi Ami yakin kalau ada sesuatu yang belum diceritakan oleh Agus. Sepertinya itu berprivasi di antara mereka.
Setelah membuatkan minuman, mereka pun pergi menaiki tangga menuju kamar Randy.
"Kalian buang-buang waktu sama uang aja, tau nggak?" ucap Randy ketika Ami sudah muncul dari balik pintu.
"Yee ga ada bersyukur banget."
"Ami bawa ini tadi, mau ditaruh dimana?" tanya Raka pada Randy seraya menunjuk buket bunga camellia.
Randy dan Agus membelalakkan matanya. Sedangkan Ami hanya bisa menunduk seraya menelan salivanya beberapa kali.
"Ami?"
"Ya," jawab Raka pendek. Lelaki tersebut tampak tidak nyaman di pelototi oleh dua orang yang sudah tua menurutnya tersebut. Raka pun bertanya, "Kenapa?"
Randy bangkit, mendekati adiknya lalu menyikut perutnya membuat Raka meringis. "Dia lebih tua dari lo, yang sopan dikit napa!"
Ami menatap kelakuan kakak-beradik tersebut. Lalu tersenyum pada saat yang bersamaan. Kini ia tahu hal apa yang tidak diceritakan oleh Agus. Randy dan Raka bukannya tidak akrab namun mereka menyesuaikan kata akrab tersebut dengan kepribadian mereka sendiri. Bersamaan dengan Ami yang menatap dua lelaki yang sedang beradu tersebut, Agus menatap Ami dan tersenyum ketika mendengarkan suara hati Ami lewat ekspresi gadis tersebut. Akhirnya Ami mengerti dengan sendiri tanpa diberitahukan olehnya.
200720ailavutu.
Ada yang seneng gak Aila update hari ini? Seneng gak Aila updatenya beruntun??? Aila kira hari Senin ini bakalan sibuk, eh ternyata free yaudah Aila publish part 26. Sebenernya Aila mau slow update. Kenapa? Bukan karena Aila sibuk atau apalah, cuma Aila nggak mau pisah dari lapak ini :'(
Tentang castnya menurut kalian gimana? Ada yang kecewa? Atau malah suka? Part cast 2 Aila publish sore nanti atau besok ya, masih ada yang blom nemu soalnya.
Oh iya satu lagi, besok hari Selasa nih, masih inget jadwal update lapak mana??? Kalau nggak ada tugas Aila pasti publish!
Pesan Aila, selalu jaga kesehatan ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top