Panlas. Waktu.
Delapanbelas/Eightteen/Juu Hachi
Waktu yang dibutuhkan sebuah bunga untuk mekar kembali tidaklah secepat kilat
Seiring berjalannya waktu, kuncup bunga tumbuh lalu terjatuh ke tanah akibat hujan. Sia-sia.
Malas. Semua karyawan malas ke kantor jika tidak ada pekerjaan. Akhir-akhir ini pesanan lebih sedikit itupun masih bisa dihandle oleh junior. Bahkan sekarang yang sibuk malah para office boy dan office girl yang disuruh membuat minuman atau memesan makanan di kantin. Terlalu malas pergi ke kantin, alhasil hanya duduk di meja kubikel masing-masing. Lany pun akhir-akhir ini jarang datang, ia memilih melakukan pekerjaan –jika ada- di rumah seraya mengurus anaknya yang baru lahir beberapa bulan lalu.
Terkadang Agus datang dengan membawa kabar baik maupun buruk. Buruk ketika pekerjaan mereka diterima oleh kantor pusat, baik ketika tugas yang di setor tidak memuaskan. Jika tidak memuaskan pelanggan maka mereka akan bekerja. Itulah kebiasaan kantor gabut ini.
Semasa pekerjaan kosong dan ludes, Randy asik sendiri di ruangannya mengetik cerita baru. Usut punya usut dikabarkan bahwa Randy tidak mendalami dunia animasi sebaliknya ia memiliki kemampuan pada sastra. Tapi sampai detik ini para pekerja tidak pernah sekalipun membaca karya Randy. Atau mungkin namanya disamarkan? Tidak ada yang tahu.
Krieettt...
Suara pintu yang di geser, dengar, suara pintu pun sampai terdengar yang biasanya saja tidak ada yang menyadari saking sepinya.
Si pemilik ruangan menengok sekilas lalu kembali fokus menarikan jarinya di papan keyboard laptop. Seperti tidak menganggap gadis manis yang masuk ke ruang pribadinya tanpa mengetuk pintu.
Ami bisa saja mengetuknya, namun sepertinya suara langkah kakinya saja sudah terdengar apalagi ketukan pada pintu kaca. Bisa-bisa semuanya menatap pada detik yang sama. Apalagi Jeje, pasti lelaki tersebut akan heboh jika mengetahui Ami memasuki ruang Randy pada jam sekarang.
"Permisi Bosq ku, boleh saya minta waktu sebentar?"
Randy merogoh kedua saku celananya lalu mengeluarkan dompetnya. Ami hanya diam, mulai menebak hal yang akan dilakukan Bosnya selanjutnya. Percuma, Randy memang tidak bisa ditebak oleh akal sehat.
"Maaf, Bosq ngapaian yah?"
"Berapa? Kamu minta berapa?" tanya Randy seraya menyodorkan uang receh.
Receh? Memangnya Ami pengamen atau tukang parkir?!
"Maksud Bosq?"
Randy bangkit dari posisi duduknya. Bukan untuk menghampiri Ami, tetapi hanya untuk meregangkan ototnya.
"Tadi kamu minta waktu kan?" Ami mengangguk spontan.
"Definisi waktu dalam kamus hidup saya adalah uang, jika kamu minta waktu artinya kamu sedang meminta uang kepada saya."
"Bisa nggak Bosq mikirnya yang lebih deket gitu?" Ami tahu lelaki tersebut memang suka pada sastra tapi tidak semuanya juga dijadikan kata kiasan.
"Ehmm, kamu minta jam?"
Ya sudahlah, mari to the point saja Ami. Sudah lelah mengatasi Randy sendirian.
"Saya minta waktu untuk berbicara pada Bosq, hari ini kan lagi free gitu ya Pak, jadi saya mau pacaran dulu."
Wah terlalu polos, tidak adakah cara berbohong agar tidak secara langsung mengatakan kata pacaran? Pantas saja Ami takut jika Jeje yang mendengarnya. Ami hanya tidak mau digunjingkan oleh Jeje.
"Oh, yasudah."
"Jadi?"
"Iya saya izinkan, lagian kamu kan masa pubernya telat."
"Makasih lo Bosq ganteng," ucap Ami dengan senyum yang merekah, tidak peduli dengar ejekan Randy. Yang terpenting, ia bebas kini.
Randy ikut tersenyum juga, "Saya tau, saya memang tampan."
Ami kembali mendorong pintu, ia tak mendengar celotehan Randy lagi. Tidak peduli lebih tepatnya. Terpenting ia sudah mendapatkan izin, itu yang utama.
Ami berjalan menuju kubikelnya, menggendong tas ranselnya lalu pergi dari ruangan tersebut. Tanpa permisi pada rekan-rekannya.
"Itu tadi Ami ya?"
Stevi mengangguk, Geon menoleh dan tidak peduli.
"Oh. J, ghibah kuy!"
—
Hari ini Abi menepati janjinya untuk mengajak Ami berkunjung ke pemakaman Feby. Mereka kini sudah sampai. Sebelumnya tidak lupa singgah untuk membeli bunga terlebih dahulu.
Yang terpancar pada wajah tegas Abi hanyalah senyuman tanpa jiwa. Ami tidak berani mengeluarkan kata-kata. Lebih tepatnya ia tidak tahu harus berkata apa saat mereka sudah sampai pada tumpukan tanah.
Abi berjongkok di sebuah makam. Disana sudah ada sepucuk bunga, sepertinya ada yang berkunjung sebelum mereka.
Atmosfer diantara mereka kini berubah semakin menghitam. Abi tampak murung menatap tumpukan tanah tersebut. Ami berdehem sesekali untuk meringankan suasana, ia ikut berjongkok di sebelah Abi.
"Kapan-kapan setelah Feby, mampir ke makam keluarga gue ya?" tanya Ami.
Abi menoleh, tersenyum dan mengangguk.
"Hai Feby? Gue Ami. Kata Abi lo sama ya kayak gue? Ehm kayaknya engga deh, gue nggak mungkin bisa sehebat lo dan seperiang lo. Lo tahu? Abi itu kekal, yeah maksud gue cintanya. Buktinya sampai sekarang dia masih suka sama lo, eh maksud gue itu bukan rasa cemburu ya, tapi kagum sama sosok lo."
Ami menyeloteh sendiri membuat Abi tidak hentinya menatap Ami seraya terkekeh beberapa kali. Ami memang tidak sama seperti Feby namun cukup membuat Abi nyaman. Selanjutnya, Abi yang akan membuat Ami nyaman. Entah sebagai sosok Abi atau kakak laki-laki seperti yang dikatakannya dulu.
Beberapa menit yang terasa singkat tersebut mengharuskan mereka berpisah. Hari juga mulai sore, Abi tidak enak jika mengajak Ami pulang malam. Akhirnya mereka berpamitan dan kembali ke mobil.
Sebelum sampai ke parkiran, anehnya Ami berpapasan dengan Randy yang membawa sebuket bunga ditangannya.
"Bosq?" panggil Ami.
Randy menoleh, menyembunyikan buket bunga yang dibawanya.
"Kamu pacaran di kuburan?" tanya Randy seraya menoleh ke arah lelaki acak-acakan di sebelah Ami.
Oh jadi ini tipe Ami? Klasik sekali. –Batin Randy.
"Bu-bukan, kami sedang Ziarah. Abi kenalin ini Bosq eh Bos gue, duh kebiasaan."
Abi tersenyum ke arah Randy dan dijawab senyum singkat oleh Randy.
"Seperti yang dikatakan Ami, saya Randy bosnya."
Abi diam, lalu ia memperkenalkan diri sebagai apa?
"Bosq ngapain disini?"
"Menurut kamu? Saya duluan ya." Randy tampak terlalu terburu-buru. Aneh. Mungkin Randy takut berziarah karena hari mulai gelap. Jadi ingat sesuatu. Kejadian yang Puput ceritakan padanya tentang Pak Laksana.
"Yasudah, Bosq punya hutang penjelasan!" teriak Ami karena Randy yang berlari menuju ke dalam kuburan.
Ami dan Abi kembali berjalan menuju parkiran sedangkan Randy berhenti pada sebuah pohon besar. Tersenyum miring seraya menggenggam buket bunga tersebut. Mungkinkah Randy harus kabur besok? Itu malah semakin membuat Ami penasaran. Beruntunglah Randy karena Ami sedikit miring otaknya. Mungkin saja besok Ami telah melupakan kejadian ini. Tapi, berapa besar kemungkinan tersebut? Ami semakin hari juga semakin berkembang. Mungkin perempuan tersebut sudah mengupgrade otaknya.
200620ailavutu.
Jangan bosen ya sama cerita ini:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top