Pan. KaPAN Nikah?

Delapan/Eight/Hachi

Kapan nikah? Awet sekali jomblonya

Perkataan yang selalu dihindari orang-orang.

Selain ruangan kerja anggota bawahan Randy, ada juga ruangan bawahan anggota dari Thora. Ruangan yang bersebelahan dengan ruang kerja Ami ini sama kacaunya dengan ruangan Ami. Sama-sama anehnya tingkat akut. Sudah pernah disinggung bahwa kantor ini memang tidak beres. Bagaimana mau dikatakan kantor idaman jika bosnya saja sudah tidak waras, ditambah dengan para pegawainya yang juga sama. Memang benar ungkapan pepatah, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya.

Sebutan untuk Randy yang menyandang gelar bos yang hanya menerima pegawai rupawan atau malaikat karyawan menjadi surga bakat kegoblokan. Mungkin itu lebih bagus. Lebih mencerminkan isi kantor.

Seperti biasa, bos Thora selalu tidur di ruangannya. Beruntung Randy memasang peredam suara agar suara dengkuran tak sampai terdengar keluar kantor. Masalah seperti itu, Randy memang cepat tanggap. Sedangkan masalah menyangkut klien yang tidak sesuai kriterianya begitu lama.

Pukul sebelas siang, Lany baru saja datang dan sudah ribut sendiri di kubikelnya. Perempuan tersebut tampak marah-marah seraya memandang ponsel miliknya.

"Nggak lagi deh gue beli barang online."

Nada hanya menoleh sekejap lalu mengendikkan bahu, lebih penting ia makan. Talia mengurus ketiga anaknya dengan menyuapi bubur satu persatu tidak bisa membagi pendengaran dengan ocehan Lany. Percayalah isi pantry dikuasi oleh makanan balita milik Talia serta cemilan Nada. Beberapa juga ada yang menyimpan kopi kemasan atau mie. Yang bermurah hati bertanya hanyalah si graphic artist, Baim yang juga sedang menganggur. Saking menganggurnya, Baim malah menghitung deru napasnya sendiri.

"Kenapa Mba? Kena tipu yah?"

"Iya nih. Masa gue pesen pemandian buat bayi gak dateng-dateng sampai sebulan. Untung duitnya belum gue transfer Im."

Baim ingin menyahut namun ia hanya bisa membisu seribu kata.

"Anak-anak nanti kalian harus pinter ya jangan kayak tante Lany." Talia memberikan penyuluhan pada anaknya secara spontan.

"Hey!" seru Lany tak terima di jadikan contoh jelek walau ia tidak tahu maksudnya.

"Ribut banget, berisik." Randy tiba-tiba nongol lalu berbalik menuju ruangan sebelah. Membuat kaget saja. Ternyata berada di luar jangkauan Randy juga masalah. Lelaki tersebut suka sekali muncul lalu pergi begitu saja. Aneh memang. Kelakuan Randy selama beberapa detik tersebut membuat pegawainya terkejut.

Nada tersedak cemilan.

Talia salah memasukkan sendok ke mulut balitanya.

Thora bangun, lalu sedetik kemudian tertidur kembali.

Lany menutup mulut rapat-rapat.

Baim meminum air. Apa? Baim hanya haus saja.

"Bosq tadi itu salah ruangan ya?" tanyanya pada Ami dan Jeje yang baru saja datang dengan wajah lesu. Mereka bertiga –Randy, Ami dan Jeje- pergi ke kantor klien serta membeli sd card untuk Geon.

"Ngambek, gara-gara Jeje," tutur Ami. Jeje menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia berlalu menuju ruangan sebelah dengan langkah lebar. Capek, capek berurusan dengan dunia kecuali ghibah.

"Oh, mood jelek?" Ami menganggukkan kepalanya. Ia permisi berjalan menuju ruang sebelah mengikuti Jeje yang telah dahulu memasukinya.

Jika ada berpergian, memang sudah biasa Jeje dan Ami ikut dengan Randy. Namun lebih sering lagi yang diajak Ami yang merangkap sebagai sekretaris. Sedangkan Jeje merangkap sebagai supir sangat jarang karena lelaki tersebut terlalu ribut. Contohnya tadi di dalam mobil. Randy termasuk orang yang menyukai kesunyian. Tanyakan saja pada Randy, hal apa yang tidak disukainya, maka Randy dengan tegas mengatakan, Jeje.

Beberapa jam lalu...

Jeje duduk di bangku kemudi sedangkan Randy dan Ami dibelakang. Ami tak banyak bicara, ia menyelesaikan ilustrasi Hyoukanya. Sedangkan Randy memilih untuk memainkan laptop –mengetik- Jeje yang paling berisik diantara mereka bertiga, berawal dari bersiul, bernyanyi, ngegosip gak jelas, jadi pembawa berita. Untung mereka memakai headset untuk mendengarkan lagu. Walau begitu, suara Jeje bahkan lebih keras lagi. Sampai menembus lagu dengan volume yang sudah paling keras.

"Bosq ngejomblo mulu dari tiga tahun gue kerja sama Bosq. Ga bosen Ran?" sepertinya Jeje mulai bosan berisik sendirian. Ia mulai bertanya hal sensitif.

Bosq hanya menjawab dengan deheman saja. "Hm." tidak ingin memperpanjang, namun Jeje malah menyahutnya.

"Pasti bonyok udah nyuruh bos nikah ya?" tanya Jeje lagi.

"Hm."

Ami sedari tadi hanya diam, ia menyimak saja.

"Gue tahu bapak masih muda, tapi sebagai pengusaha sukses, bapak harus pilih-pilih pacar selain pilih-pilih animasi." Jeje berlagak memberikan saran. Lelaki itu tidak berkaca? Dia juga jomblo akut.

Ami masih tetap kalem. Ia tidak ikut berkomentar. Takutnya Randy marah jika ia ikut memberikan api pada kompor Jeje.

"Gak usah nanya kapan saya nikah, nanti pas saya kasih undangan kalian bingung mau kondangan sama siapa." Randy menjawab dengan tenang.

Jeje terkekeh renyah, "Skakmat ya bosq."

"Saya padahal diem lho daritadi," ucap Ami.

"Saya baca pikiran kamu, Mi."

Hari ini adalah hari para jomblo bersedih sedangkan setan-setan keluar untuk menjadi orang ketiga diantara pasangan. Tau hari apa?

Ya, sabtu atau lebih tepatnya nanti, malam minggu.

Bagi Ami hari-hari sama saja. Berbedanya hanya ketika sabtu dan minggu ia tidak bekerja. Tak ada yang namanya malam jomblo ngenes bagi Ami. Ami bukannya sombong karena wajahnya yang cantik, ia hanya terlalu bodoh untuk menjalani hubungan. Ami lebih suka berdiam di rumah, menggambar benda acak atau bermain bersama Yuta. Hal lain yang disukainya membaca manga atau menonton animasi. Entah dari Jepang, Korea, Amerika atau bahkan Indonesia. Akhir-akhir ini ia sering melihat iklan-iklan televisi memakai grafis yang hampir bisa terlihat seperti karya orang Jepang. Anak negeri juga luar biasa serta sudah memiliki kemampuan dan alat yang canggih. Impian Ami, ia ingin menjadi salah satu orang yang memajukan dunia animator di Indonesia. Dalam salah satu anime yang ditontonnya juga memasukkan unsur Indonesia juga, ada pula yang memakai charater dari Indonesia, misalnya perpindahan siswa atau semacamnya.

Yang paling parno ketika weekend hanyalah si playboy tingkat kecamatan. Siapa lagi kalau bukan Geon Pramungkas. Dari namanya, banyak yang meragukan si pemberi nama ngefans dengan G Pamungkas pemenang standup comedy Indonesia season kedua karena nama mereka hampir sama. Bahkan mirip jika dihilangkan beberapa huruf.

Kemarin denting telepon Geon lebih banyak daripada biasanya. Kecuali ibu kos, penagih hutang, teman yang meminta harga teman untuk dibuatkan grafik. Pesan tersebut dari kelima pacarnya yang ingin meluangkan waktu bersama. Stevi tak banyak bicara menanggapinya, sedangkan Jeje tertawa –seraya menangis mungkin- secara terang-terangan. Geon menatap Ami lekat-lekat. Ami sedang mengocok undian untuknya. Di dalam sebuah toples kecil ada lima nama pacar Geon dan nama siapa yang keluar pertama adalah orang yang akan diajak Geon bermalam minggu. Ya caranya sama seperti mengundi arisan. Siapa yang namanya keluar, maka orang tersebut yang mendapatkan hadian. Bedanya, nama-nama yang ada di dalam toples itu tidak mengetahui bahwa mereka sedang di jadikan permasalahan.

Satu kertas keluar setelah Ami mengocok toples beberapa kali.

"Tami." Ami membacakan nama yang tertera di kertas tersebut.

"Selamat, yang keluar adalah Tami. Dia cantik sekali seperti-"

Geon menabok kepala Ami sebelum gadis tersebut menyelesaikan kalimatnya.

"Lo kira gue habis brojol trus keluar anak?!"

Stevi terkekeh. Jeje tambah ngakak sampai-sampai air matanya keluar. Huh, mungkin lelaki itu sedang menangis sekarang. Hanya saja sedang ditutup-tutupi.

"Mau kemana kamu? Tumben pake dres."

Ami memandang lelaki yang ada di depannya. Memalukan. Lelaki tersebut memakai kaca mata hitam. Jaket hitam. Jeans hitam. Serta topi hitam. Serba hitam. Hanya saja kulit, bola mata serta giginya saja yang terlihat bersinar.

Ami mengibaskan rambutnya, "Kenapa? Cantik ya Bosq?"

Randy tak berekspresi, "Kalau nggak cantik, mengapa saya betah jadiin kamu karyawan selama tiga tahun?"

Benar juga, Ami sampai lupa cara lulus diterima kerja di kantor tersebut ialah wajah yang tampan atau cantik. Wajar saja sampai saat ini Ami masih bekerja disana. Tidak, Ami tidak sedang menyombongkan diri hanya saja menghargai ciptaan Tuhan.

"Terimakasih Tuhan."

"Ehm?"

Ami meminum jus alpukat yang dibelinya sedari menunggu Randy. Ah iya, di hari libur begini ia bertemu Randy karena tiba-tiba saja Pak Laksana menelpon Ami karena bosq tidak mau diajak mengobrol. Hadeh, mungkin Ami akan terus dipanggil secara mendadak oleh si bosq. Bagi Ami tidak apa juga, yang penting ia tak dipanggil oleh Tuhan. Mati dong.

"Kamu mau kemana sore-sore gini? Nyari pacar di taman ya?"

"Dih. Bahasa Bosq. Emang Bapak kira pacar itu sejenis barang?!"

"Lalu kamu mau kemana?"

Wajah Ami murung seketika. Tidak, ia langsung tersenyum ceria.

"Mencurigakan," gumam Randy.

Ami bangkit, ia mengambil cardigan yang tergantung dikursi. Mengecek ponselnya sekali lagi, "Pak saya sudah dijemput, duluan yah." Gadis tersebut melambai sebelum meninggalkannya sendiri.

Randy diam. Ia melihat Ami yang berlari keluar dari kafé. Tepat sebuah mobil terparkir di sana. Ami memasukinya lalu mobil tersebut melaju meninggalkan kafé. Randy membuka kacamata hitamnya. Ia muntah, lagi.

150520ailavutu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top