Malas. Jadi Pacar?

Limabelas/Fifteen/Juu Go

Jadi pacar? Memang semudah itu menjadikan seseorang kekasihnya?

Nyatanya kebanyakan yang pertama jarang menjadi yang utama.


"Selamat ulang tahun Rainy dan Ami, semoga yang kalian semogakan tersemoga."

Ami dan Rainy yang duduk berisisihan saling menatap lalu terkekeh mendengar ucapan selamat dari Rangga. Mereka berempat termasuk Yuta kini berada di ruang keluarga dengan sebuah kue serta makanan sederhana yang Rainy buat.

Tunggu, Rainy membuat kue untuknya di hari ulang tahunnya? Tapi, lebih aneh lagi si kembaran, Ami, yang melupakan hari lahirnya.

"Aneh banget lo Mi, masa ultah sendiri dilupain."

"Ya mau gimana, sejak ga ada Bang Ken, ga ada yang kasih kejutan di kamar kayak dulu, jadi langsung lupa deh hehe," Ami tertawa renyah membuat atmosfer ruangan berubah menjadi menyedihkan.

"Mi ..."

"Hei-hei kita nobar yuk! Kayak tahun lalu, lumayan udah lama ngga bareng-bareng gini." Rangga mendorong Ami untuk duduk di sofa. Rangga tahu keadaan menjadi suram karena kalimat Ami. Mereka sudah begitu lama tinggal dan bersama, Rangga pun mulai mengerti seiring waktu. Rainy pun ikut bergabung sedangkan Yuta masih sibuk memakan kue di atas meja.

Ami tersenyum. Bodoh sekali dia membuat hari bahagia ini menjadi down. Sama seperti Ami yang biasanya, ia bodoh melihat situasi. Terlalu bodoh mengungkapkan kata yang ingin diucapkannya padahal tidak bermaksud menyakiti.

"Yang horror yuk," tantang Ami sekian lamanya Rangga dan Rainy mencari film di laptop.

Rangga dan Rainy saling bertatapan mereka tersenyum sinis, "Yakin? Yaudah!"

Malamnya, Ami tidak berani tidur sendirian. Dasar Ami!

Suasana kantor tiba-tiba menjadi tenang dan saking tenangnya tidak ada yang berani untuk berisik. Penyebabnya adalah Ami dan Randy yang tampak saling melayangkan tatapan sebal dan marah. Antara keempat kacung Randy terkecuali Ami, begitu heran. Mereka pikir kemarin Ami pulang lebih awal dengan keadaan baik-baik saja dan tidak ada bertengkar dengan Randy. Sedangkan sebaliknya pun juga begitu, bahkan kemarin Randy mentraktir mereka serta pulang lebih awal. Jika disimak baik-baik, bukankah ada yang aneh, tapi apa ya?

Ayo kita ulang menelaah. Ami ulang tahun dan diberikan kesempatan pulang lebih awal oleh Bosq. Randy membelikan boba-

Boba? Seperti sebuah suapan yang menarik.

Lanjut, lalu mengatakan akan pulang lebih awal ketika mereka sedang senang karena ditraktir. Mereka berdua sama-sama pulang lebih awal. Lalu boba seperti menarik perhatian pegawai agar tidak ada yang bertanya mengapa Randy pulang lebih awal.

Ketemu!

"Lo selingkuh sama Bosq ya Mi!" tuduh Jeje dan Geon dengan suara yang hampir bersamaan. Sedangkan Stevi hanya menatap seperti tidak ingin terlibat namun penasaran.

"Amit-amit cuy! Pemikiran kalian itu lho, dangkal!" sargah Ami cepat sebelum di dengar oleh Randy. Sayangnya lelaki tersebut mendatangi kubikel Ami yang sedang dikerubuni lalat –Jeje dan Geon- penasaran.

"Ami ..." panggil Randy.

Stevi tidak mau ketinggalan adegan, ia menggeser kursinya agar bisa melirik lebih jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Hm?"

"Mau nggak jadi pacar saya?"

WHAAAAATTT!!!

Stevi, Jeje serta Geon tidak bisa tidak terkejut walau hanya dalam hati, mereka tidak ingin menjadi pengganggu suasana. Sekarang tatapan tertuju pada Ami yang masih sibuk dengan layar tabletnya seperti sedang mencari sesuatu.

Dalam hati, Stevi, Jeje dan Geon berteriak kencang.

Terima! Terima! Terima!

"Enggak," jawab Ami santai dengan tatapan datar.

"Makasih." Randy mengangguk paham.

Apan-apaan ini?!

Tatapan Randy menyeluruh, "Kalian udah puas? Sana kerja!" perintah Randy dengan tegas. Mereka bertiga langsung diam di kubikel masing-masing. Kecuali Jeje yang pergi ke pantry mencari air dingin.

"Ga ada kerjaan amat Bosq," sahut Ami seraya menyodorkan tabletnya kepada Randy. Lelaki tersebut menerimanya dan kembali menggangguk. Lama-lama itu leher udah kayak burung pelatuk saja.

"Bagus, padahal kamu nggak denger saya suruh apa."

"Setidaknya saya bisa ... buang-buang waktu!"

Randy tersenyum mengejek. Membawa tablet tersebut ke ruang pribadinya. Sementara Ami merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

Bos yang tidak pengertian sama sekali.

Ami membawa cangkirnya menuju pantry, biasa meminta air panas untuk bubuk kopi yang tersedia juga di pantry. Setelah selesai membuat kopi, ia berpapasan dengan Nada, gadis itu nampak cemberut dari balik pantulan cermin. Sesekali mengusap sedih wajahnya dengan tangannya yang kotor.

"Lo kenapa Nad?" tanya Ami.

Ami menoleh, memperlihatkan pipinya yang mulai muncul bekas jerawat di area lemak pipi.

"Mukaku kok jerawatan ya Mba? Padahal rajin skincare-an. Mba Ami mulus gitu pake skincare merk apaan?"

Ami nampak berpikir sejenak, sampai kapanpun ia berpikir memang tak akan menemukan jawabannya.

"Enggak terlalu sih, paling sering cuma susu pembersih doang."

"Hah? Beneran! Ma-"

Ami berjalan ke arah Nada, menyela ucapannya, "Gue pengen beli skincare yang bisa mencerahkan masa depan, sampai sekarang belum ketemu juga."

Nada tidak bisa berkata-kata lagi, ia terlalu bisu untuk merespon ucapan Ami. Bahkan raut wajahnya terlalu datar untuk ditampilkan saat ini.

Mengetahui juniornya yang tidak mampu mengeluarkan pendapat, Ami melenggang pergi seraya mengibaskan tangannya. "Sebanyak apapun lo pake skincare, kalo yang lo lakuin selalu megang muka dengan tangan kotor, maka skincare yang berjuta-juta itu ga akan mempan, Nada."

Cukup puas untuk mendengar keluhan orang-orang yang hanya melihat dari sisi sebelah saja dan tidak memperhatikan sisi sebelahnya lagi. Ternyata percakapan tentang wajah tidak sampai pada ruang Nada saja, pada ruangannya juga sama lebih tepatnya Jeje yang selalu membicarakan tentang keluarganya. Biasanya kalau sudah kehabisan bahan, maka apapun yang ada di otaknya maka ia keluarkan. Tidak terkecuali membicarakan saudaranya sendiri.

"Ketika kumpul keluarga besar ngeliat saudara pada buluk-buluk. Terkadang gue berpikir, 'ini gue salah keluarga ato gimana?'"

Keluarga besar bawahan Bosq akan kompak disaat-saat seperti ini, mereka berteriak lantang, "BODO! SOMBONG LO BANCI!"

"Anjir santai dong jangan ngegas!" seru Jeje kalah dengan mereka semua yang mulai mengabaikannya.

Ami berjalan santai menuju kubikelnya, sesekali melirik ke ruang dengan pintu kaca, ternyata Randy tidak ada di sana pantas saja lelaki itu tidak berkomentar ketika ruangan ini gaduh. Dan pantas saja mereka santai-santai pada jam kerja seperti ini. Bos tidak melihat, tetapi ada CCTV. Mereka kadang memang tidak pake otak secara benar.

"Mi, kabar gembira untuk kita semua!"

Ami menoleh, menatap Geon yang sudah asik bersender di pembatas kubikelnya. Lelaki tampan tersebut terlihat begitu senang seperti anak anjing yang baru saja melihat tuannya pulang.

"Ehm? Kulit manggis kini ada ekstranya?"

Jangan ngiklan woy!

Dengan bodohnya Geon juga ikut merespon ucapan Ami tanpa keberatan, "Mastin hadir dan rawat tubuh kita."

"Bego lo, ngapain ngiklan?"

"Lo duluan Mi!" ngegas Geon tak terima. Ami hanya terkekeh saja. Memang benar ia yang memulainya.

"Nani?"

"Akhirnya gue bisa move on dari pacar pertama gue!" serunya kembali dengan mata yang berbinar.

Ami berdecak, "Kenapa harus yang pertama sih."

"Karena biasanya yang pertama ga awet Mi," sahut Stevi.

Memang benar begitu? Apa selalu yang pertama tidak akan jadi utama? Juga tidak bisa mengatakan yang terakhir menjadi akhir perjalanan.

Jeje menghela napas panjang, "Lo cepet banget move on, pake aplikasi apa?"

"Ini hati woy! Nggak bisa diunduh di playstore!"

Semua kecuali Geon tertawa lebar. Memang seperti inilah kegiatan mereka jika tidak ada Randy di kantor. Membicarakan hal yang tidak penting sampai yang memang benar-benar tidak penting. Tambahan, tiada hari yang lengkap dan indah jika tidak menghujat Jeje. Sepertinya mereka memang memiliki dendam pribadi dengan lelaki ngenest tersebut.

070620ailavutu.

Ada yang mau sama si Jeje nggak biar dia nggak di nistakan di kantornya? :'

Up lagi sabtu depan ya!

Gimana-gimana? Baru sampai limabelas, lanjut ga nih? Awkwkwkwk. Lanjut dong :v.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top