Igauwa. Not Memorable?

Tigapuluh dua/Thirty two/San Juu Ni

Not memorable?

Itulah pandangan Ami terhadap Randy yang dulu.

Mengapa suatu kenangan bisa terlupakan?

Penting maupun tidak, bukankah melupakan dan dilupakan memang manusiawi?

Alasannya simple, jika kenangan masa lalu terlupakan maka kenangan tersebut adalah salah satu dari rangkaian tak berkesan dalam hidup orang lain. Tidak termasuk pada kehidupan lainnya yang begitu berpengaruh.

Singkatnya seperti kita sedang berjalan santai pada pagi hari dan bertemu dengan orang lain yang sedang tersesat lalu kita memberikan arahan yang benar agar orang tersebut tidak kehilangan arah. Bagi kita itu memang biasa, kita langsung melupakannya dan beralih pada tujuan awal mengapa berjalan di pagi hari. Sebaliknya pada orang tersebut ia menyimpan sedikit kenangan karena telah di tolong di saat genting. Ketika orang tersebut merenung, mereka akan mulai mengenang kembali bagaimana bisa ia sampai pada tujuan dengan selamat. Tentunya kita ikut andil dalam kenangan itu.

Sama halnya dengan kasus Ami yang melupakan Randy. Ami sebagai orang yang sedang berjalan menemukan Randy yang tersesat. Memberikan cahaya terang agar Randy bisa sampai pada tujuannya dan tidak terbelenggu oleh rasa takut. Setelahnya Ami melupakan Randy namun sebaliknya tidak.

Paham?

Ami adalah sosok periang tanpa beban pikiran, sangat mungkin baginya melupakan tindakan kecil tersebut.

Semakin mengingat dan masuk ke dalam memory masa lalu. Ami selalu dihantam kenangan pahit tentang kedua orang tua yang begitu ia sayangi serta sosok Kenzo yang begitu dekat dengan Ami dahulu. Itulah mengapa Ami tidak ingin berbalik ke belakang, ia ingin terus maju dan melupakannya. Walau masih saja bayang-bayang orang tercinta di masa lalu menghantui pikirannya.

Mungkin terus maju bukanlah hal yang terbaik. Terkadang melihat jejak kaki tidak buruk juga.

Di tengah angin malam, Ami berdiri dengan segelas susu hangat di tangannya. Angin dingin yang lumayan kencang menerbangkan penutup kepala hoodienya serta anak rambut yang menari-nari di pelipis. Bukannya merasa dingin, Ami merasakan sekujur tubuhnya menyegarkan. Seperti sesuatu yang dipendam selama ini dan memanas mulai mendingin dengan sendiri.

Jadi begini rasanya menikmati alam. Diantara tanaman liar yang menari bersama angin yang menerbangkannya. Bintang yang kerlap-kerlip di angkasa raya bersama bulat sabit. Ami saat ini sedang berdiri di halaman depan rumah dengan suasana tenang. Perlahan mata sipit Ami tertutup sempurna. Kedua tangan direntangkan sejajar. Terngiang kembali percakapan Ami bersama Nayla pagi tadi di kantor. Dimana Nayla menceritakan kembali kisah saat itu.

Ami pernah mengatakannya, sejak tinggal di Jepang dan bersekolah disana, Ami melupakan masa remaja di Indonesia. Termasuk Nayla yang menjadi temannya sejak MOS SMA. Dengan begitu mudahnya Ami melupakan persahabatan antar perempuan. Beruntung Nayla tidak sensitif, ia memaafkan dan menerima kenyataan itu.

"Sampai sekarang gue masih penasaran nih Mi."

"Sama apa?" tanya Ami setelah kembali mengingat Nayla serta Randy yang menjadi satu angkatan dengannya. Pantas saja ketika bertamu ke rumah Randy, ia menemukan berkas dengan nama sekolah yang sama dengannya dahulu. Ternyata mereka memang satu sekolah yang sama.

"Kenapa lo ngedektin Randy waktu itu?"

Ami tidak menjawab langsung setelah pertanyaan Nayla keluar dari mulut perempuan tersebut. Ia melupakannya. Entah sampai mana ingatan Ami kembali, yang terasa begitu asing.

"Kenapa ya?" tanya Ami pada dirinya sendiri.

"Lho malah nanya balik." Nayla berucap sambil melipat tangan di dada. Ami kelewat pikun.

"Gue inget-inget dulu deh."

"Gue hitung nih."

"Dih!"

Selama  Nayla mulai berhitung mundur dari angka limapuluh, Ami mulai membuka lembaran lama. Mengingatnya dari sebelum cerita Nayla dimulai. Sebelum Nayla menarik Ami dengan pikirannya sendiri.

Bukannya mengingat apa yang harus diingat, Ami malah menemukan fakta menarik. Thora, lelaki suka tidur tersebut adalah kakak kelasnya dahulu. Thora adalah anggota tetap klub sepak bola, walau suka makan dan tidur, Thora lebih suka bermain di lapangan hijau dengan bermandikan peluh.

Suatu saat ketika kelas Ami mendapatkan kelas olahraga bersamaan dengan klub sepak bola yang sedang berlatih, Ami melihat sosok laki-laki berponi panjang. Ah itu namanya Randy yang kini menjadi bosnya. Thora mendekati Randy dan mengajaknya bicara. Tidak lama memang tetapi aura Randy terasa berbeda setelah diajak bicara oleh Thora.

Apa yang mereka bicarakan?

Kala itu Ami menjadi penasaran dan ikut mendekat ke arah Randy. Di waktu yang tepat, bola yang dipakai bermain oleh teman sekelas Ami menggelinding ke arah Randy. Dengan memutar fakta, Ami berlari hendak mengambil bola. Padahal bukan itu tujuan utamanya, setidaknya Ami mendekati Randy, itu keinginannya.

Benar, aura Randy kembali berubah setelah Ami ajak berbicara sama seperti sebelumnya bersama dengan Thora.

Ah iya, Ami mulai mengingat mengapa ia tertarik mendekati Randy pertama kali di halaman sekolah di saat Nayla sedang menunggu Ami di kantin lalu kebingungan sendiri karena Ami tidak kunjung datang.

Perasaan hangat yang disalurkan Kenzo alasan utama, namuan bukan hanya itu. Ami pernah beberapa kali menciduk Randy berniat untuk menyakiti diri dengan silet di sudut sekolah. Namun saat itu ia ketakutan dan tidak berani mendekati Randy. Karena bukan kali pertama lagi Ami melihat Randy secara langsung menyakiti diri sendiri, akhirnya ia bercerita dengan Kenzo lewat sambungan telepon. Pencerahan dari Kenzo menggigihkan Ami untuk menolong Randy yang notabenenya tidak bersalah.

"... dua, satu! Udah inget belom?" tanya Nayla yang ternyata sudah selesai berhitung mundur.

"Iya."

"Apa? Apa?" Bola mata Nayla membulat, jawaban yang sedari dulu menganggunya akan terjawab kini.

"Euum apa ya, kayaknya cuma rasa iba doang."

Nayla berdecak dengan suara helaan napas berat. Tatapan matanya melayu dan menatap lantai. "Gue nunggu lama cuma buat denger jawaban yang sangat biasa."

Ami hanya terkekeh dengan mengedipkan sebelah matanya. Ia berjalan menuju ruang kerja dengan diekori oleh Nayla yang masih berekspresi lesu.

Sebelum sampai pada ruang kerja yang sebelumnya melewati ruang kerja dibawah naungan Thora, Ami sedikit melirik ke ruang bos atau lebih tepatnya ruangan Thora. Kosong tidak ada orang, padahal biasanya Thora tertidur disana dengan mulut yang terbuka. Ami kembali berjalan dan dibuat terkejut ketika melihat Thora yang berpapasan dengannya. Mata mereka bertemu beberapa saat. Beda dari biasanya, Thora tidak menampilkan raut wajah malas. Kali ini ada sedikit senyum tertarik di sudut bibir tebal lelaki tersebut.

Thora sebenarnya tahu, hanya saja menutup mulut selama kurang lebih empat tahun ini.

"Huh, Randy emang baik. Sampai segitunya inget jasa orang lain. Jadi itu alasan dia memperkerjakan Bos Thora," gumam Ami di tengah malam sunyi.

Randy memang bukan tipe pendendam. Dia adalah lelaki rapuh bermental baja. Bagaimana menjelaskannya, Ami juga belum paham betul dengan lingkungan sekitarnya.

"Ami, ayo kita makan. Kamu jangan kelamaan di luar, nanti masuk angin!" teriak Rainy dari dalam rumah.

"Iya Kak!" jawab Ami.

Ia berpamitan dengan malam untuk memulai semuanya di esok pagi. Kembali seperti biasanya.

090820ailavutu.

Jadi gituuuu....

Tunggu tamatnya BS2 Sabtu depan yaa... Sedikit lagi udah selesai, apa Aila bilang, cerita yang Aila buat konfliknya sederhana.

Jangan lupa mampir ke Dreame buat baca BS1 secara lengkap dan lebih rapi dari sebelumnya. Tap love dan follow juga :)

Akhir-akhir ini Aila sering banget nemu cerita tentang isekai gitu, Aila jadi kepikiran untuk buat, gimana menurut kalian?

Jumpa lagi Sabtu depan, bye-bye!

⬇Tap bintangnya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top