Chapter 7

Banyak orang bilang, tidak ada yang namanya 'Hari Sial', dan Nayla tidak percaya dengan itu. Nyatanya hari ini ia merasa sangat sial. Bagaimana tidak merasa sial. Setelah mencari sepatunya yang hilang, harus berlari, kehujanan dan juga masuk kerja saat tanggal merah karena kesalahannya sendiri. Kini Nayla harus benar-benar bekerja, saat tak sengaja ia bertemu dengan Dimas. Bos nya yang kelewat tampan itu tapi berhati es.

Tadi, Nayla baru saja akan pulang, ia sempat berbincang-bincang sebentar dengan Dian saat mereka bertemu di Loby. Dian mengeluh karena ia harus tetap bekerja meski di hari libur. Lembur itu sangat membosankan. Pikir Nayla.

Dan ia merasa bersyukur tidak perlu lembur seperti Dian.
Itu pikirannya lima menit yang lalu, sebelum ia bertemu dengan Dimas di pintu masuk. Dan nyatanya, nasibnya dengan Dian tak jauh berbeda.

Dimas langsung menyuruhnya untuk membantu sedikit pekerjaannya yang memang sedang di tunggu dengan Boss besar.

Itu kata Dimas, pekerjaannya sedikit, sekali lagi SEDIKIT. sekali lagi ada penekanan di kata SEDIKIT. Tapi Nayla tidak melihat itu. Tumpukkan berkas menyelimuti meja kerja Dimas. Dan Nayla hanya bisa tercengang melihatnya.

"File yang mana yang harus di revisi, Pak?" tanya Nayla.

"Yang mana? Ya semuanya." Jawab Dimas enteng. Nayla melebarkan mulutnya dengan mata melotot.

"Se-semuanya?" tanya Nayla.

"Bukan di revisi, hanya memeriksa, kalau ada yang salah tolong benarkan. Bisa kan?"

Hello Dimas... itu sama aja. Ini bener-bener gak adil. gue harus kerja di hari libur yang harusnya gue nikmati ini. Dimas sialan, gue sumpahin lo jomblo. -- batin Nayla.

"Bisa, Pak." jawab Nayla yang langsung di rutuki dengan dirinya sendiri karena telah menyanggupinya.

Nayla melangkah mendekat ke meja Dimas. Ia menjadi ragu, ternyata bukan hanya menyelimuti. tetapi juga menumpuk dan menggunung.

"Ini kerjaan siapa sih, Pak? Kok sampe numpuk gini? Bapak gak pernah kerjain pekerjaan bapak ya." tuding Nayla tanpa memperdulikan sorot mata Dimas yang sudah menatapnya tajam.

"Saya cuma minta kamu memeriksanya saja Nayla. Bukan mengomentarinya." Nayla melirik sekilas ke Dimas. Lalu memfokuskan kembali tatapannya ke file-file yang telah ia rapikan.

"Ini pekerjaan dari devisi keuangan semenjak enam bulan yang lalu. Pak Hilman dari satu tahun yang lalu kurang aktif masuk, karena dia harus di operasi dan banyak istirahat. Sekarang disaat sudah sehat, beliau ingin memeriksa kembali.

"Harus sekarang?" tanyanya enteng.

"Hm." gumam Dimas.

Dimas pun mulai membuka file-file yang telah Nayla rapikan. Fokus masing-masing dengan pekerjaan  membuat mereka tak sadar hari sudah sore. Di luar hujan turun sangat deras. Udara pun terasa sangat dingin.

"Akhirnya." Kayak merentangkan kedua tangannya, meregangkan otot-otot nya yang terasa kaku. Di tatapnya Dimas yang masih fokus pada laptopnya.

"Pak." panggil Nayla.

"Apa?" sahut Dimas, matanya masih menatap laptop.

"Engga laper?" tanya Nayla hampir mirip dengan kode keras. Dimas menatap Nayla sesaat. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya.

"Pesan delivery aja, kantin gak buka." sembari melemparkan ponselnya ke pada Nayla. Sontak Nayla menangkapnya dengan gerakkan reflek.

"Ishh kasihnya baik-baik kenapa sih." gerutu Nayla.

Ia membuka salah satu aplikasi disana, memilah milih makanan. Ia memesan banyak makanan, tentunya untuk dia. "Bapak mau makan apa?" tanya Nayla.

"Saya gak laper. Kamu pesan saja." Nayla hanya mengedikkan bahunya tak peduli.

***

Satu jam kemudian. Makanan dan minuman yang Nayla pesan sudah berkumpul di hadapannya. Dengan semangat, Nayla membuka satu per satu box makanannya. Matanya berbinar bahagia. Ia mulai memasuki makanan pertama ke dalam mulutnya.

Dimas menutup laptopnya setelah sudah memeriksa lebih dari lima kali hasil kerjanya. Ia terkejut saat melihat meja sofanya penuh dengan bermacam hidangan.

"Kamu habis merampok saya?!" serunya, membuat Nayla menghentikan suapannya. Matanya melirik Dimas.

"Ishh, Bapak sendiri barusan yang bilang pesan apa aja."

Dimas mengerutkan dahinya. "Saya bilang gitu?" tanya Dimas yang langsung di beri anggukan dengan Nayla.

Dimas berdiri dari duduknya, ia melangkah mendekat ke arah Nayla yang kembali menikmati makanannya.
Dimas mengambil salad buah Nayla. Nayla melotot melihat makanan pembukanya di ambil begitu saja dengan Dimas.

"Pak, kok di ambil. Itu punya saya."

Dimas menyerahkan kembali ponselnya ke Nayla. "Pesan lagi aja, saya minta ini."

"Itu udah saya makan sebagian loh."

"Kamu punya penyakit menular?" tanya Dimas. Nayla menggeleng pelan. Dimas pun kembali melanjutkan makannya.

Nayla hanya bisa menghela nafas. Ia pun memutuskan tidak memesan kembali salad buahnya. Bukan apa, karena tokonya sudah tutup. Itu alasan utamanya.

***

Setelah sudah menghabiskan makanannya. Yang lebih benar adalah Dimas yang menghabiskan makanannya. Nayla pun segera membersihkan ruangan bos nya itu.

"Udah beres, Pak?" tanya Nayla. Dimas yang sedang memainkan ponselnya hanya mengangguk. "Kalau gitu saya pulang dulu ya, Pak." Dimas melirik jam tangannya.

"Biar saya antar, udah jam tujuh. Di luar juga lagi ujan."

"Siap, Pak!!" seru Nayla. Dimas mengangkat alisnya satu.

"Senang amat kalau gratisan." ujar Dimas sarkas. Nayla merengut Kesal.

"Ayo cepat, jangan soks marah-marahan. Bukan waktunya kamu kaya gitu." Nayla mendelik ke arah Dimas.

"Iya." jawab Nayla malas.

*bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top