Chapter 5
Sorot mata Dimas menatap Nayla tajam. Sedangkan Nayla hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia memainkan jari-jarinya, takut menatap Bos kutubnya yang kini berdiri di hadapannya.
Dimas menghela nafas kasar, menyisir rambutnya dengan jari-jarinya kebelakang. Ia berjalan menuju jendela ruangan kantornya, menatap pemandangan kota Jakarta yang selalu padat setiap harinya.
Nayla mengangkat kepalanya, saat melihat Dimas lagi-lagi menghela nafas. Setelah itu ia menunduk kembali saat matanya dan mata Dimas bertemu.
"Jadi, materi yang saya minta kamu kerjakan kemarin belum selesai?" tanya Dimas.
"Bukan belum selesai, Pak. Tapi filenya enggak ke simpan." kilah Nayla.
Dimas menatap Nayla semakin lekat. Ia maju dua langkah, tubuh Nayla semakin bergetar tak tenang saat Dimas menatapnya lekat seakan mengintimidasi.
"Kamu yakin tidak di simpan?" tanya Dimas dengan memicing curiga ke arah Nayla.
Nayla mengangkat kepalanya, matanya mengerjap ketika tatapannya bertemu tatap dengan Dimas.
"Bukan, bukan tidak di simpan, sudah saya simpan tapi tidak ada di dokumen komputer saya nya, Pak. Hilang gitu, Pak. Kayanya komputer saya error."
Dimas menautkan alisnya, merasa bingung dengan penjelasan Nayla. Sesaat kemudian ia mengubah ekspresinya, dan mengangguk seakan percaya dengan ucapan Nayla.
"Kalau begitu, biar saya periksa komputer mu, saya bisa kembalikan dokumen yang hilang seperti ini, kok." Gretak Dimas. Nayla tampak gugup.
"Ja-jangan, Pak!" Nayla menghalangi Dimas yang hendak keluar ruangan.
"Kenapa?"
"Em.. Su-sudah ada orang yang membenarkannya, itu sedang di usahakan. Iya benar begitu." ucap Nayla mencoba meyakinkan Dimas.
"Siapa?" tanya Dimas.
"Siapa?" Nayla balik bertanya, tetapi percayalah dalam otaknya ia sedang berpikir. "Oh, Ma-mario. Nah, bener dia, Pak."
"Mario?" Nayla mengangguk cepat. "Memangnya dia bisa?" tanya Dimas.
"Bisa, Pak. Pasti bisa."
"Hm, bagus kalau begitu." Nayla tersenyum lega. "Tapi saya harus memeriksanya." seketika senyum Nayla hhilang terganti dengan belalakan matanya. Dimas berjalan mengabaikan Nayla yang berusaha mencegahnya. Kayak mengikuti Dimas dari belakang.
Dan..
Nayla hanya bisa menelan slivanya yang seakan berubah menjadi kulit durian yang terasa sulit di telan. Mario berada di kubikelnya sedang mengerjakan pekerjaannya.
Sedangkan kubikelnya tentu saja kosong.
"Mario." panggil Dimas.
"Iya, Pak?" Sahut Mario, suaranya mendayu-dayu gitu ih, Nayla tidak suka mendengarnya.
"Komputer Nayla sudah kamu benarkan? Gimana ada file-nya?" tanya Dimas. Mari mengerutkan dahinya.
Sedangkan Nayla yang berdiri di belakang Dimas, memberi kode dengan menggelengkan kepalanya.
Tapi Mario yang kepekaannya di bawah rata-rata, hanya bisa mengedikkan dagunya, bertanya pada Nayla. Dimas mengikuti arah pandang Mario. Namun, dengan cepat kilat Nayla mengubah ekspresinya.
"Ada apa Mario?" tanya Dimas.
"Itu, Pak. Nayla, geleng-gelengin kepalanya mulu, lagi dugem kali ya." Ujar Mario dengan tersenyum geli.
Oh God. Bolehkah Nayla menggantung Mario sekarang juga? Dimas mengerutkan dahinya.
"Ada apa, Nay?" tanya Mario.
Nayla menggeleng. "Dih, apaan sih io? Tuh di tanya sama Pak Bos. Jawab kenapa sih. komputer gue udah vener belum?" ujar Nayla.
"Komputer? emang komputer lo kenapa? Rusak? Kok minta benerin sama gue, gue mana bisa." ujar Mario.
Nayla hanya bisa memejamkan matanya sembari menggerutu pelan. "Jadi?" tanya Dimas.
"Kerjaan saya belum jadi, Pak. Permisi ah, Pak. Saya mau kerjain dulu." ujar Mario, kembali duduk dan melanjutkan pekerjaannya.
"Nayla." panggil Dimas.
"Yes, Bos." cicit Nayla.
"Kerjakan tugasnya sekarang juga, satu jam haru selesai." mata Nayla melebar.
"Sa-satu Jam." ulang Nayla. "Pak, masa cuma satu jam?"
"Anggap saja ini hukuman untukmu, karena sudah membohongi atasamu sendiri." ujar Dimas lalu pergi meninggalkan Nayla yang masih tercengang.
***
Nayla tersenyum lebar saat dirinya keluar dari ruangan Dimas. Kerjaan yang di berikan Dimas padanya sudah selesai. Secepat itu? Jangan salah, banyak tangan yang membantunya. Tentu saja ada Sahila dan juga Febri yang dengan baik hatinya ingin membantunya.
"Gimana?" tanya Febri.
"Beres dong. Thanks ya." ucap Nayla tulus.
"Makanya, lain kali tuh kalau di kasih kerjaan langsung di kerjain, jangan main kabur dan meninggalkan kewajiban."
Nayla memutar kedua bola matanya, Sahila itu hobinya ceramah, Nayla dan Febri sudah bosan dengar petuahnya. Padahal ia sendiri pun kadang seperti itu. Tapi apalah daya, Sahila sudah membantunya, jadi tak mungkin baginya membalas ucapan Sahila, yang sesungguhnya ada benarnya juga.
"Siap Bu Negara." sindir Nayla dengan menghormat pada Sahila. Sahila hanya mendelik.
Tak lama Dimas keluar dari ruangannya, Nayla tersenyum ramah padanya. "Mau rapat ya, Pak?" tanya Nayla.
"Engga, rapatnya di batalin. Saya mau cari sarapan dulu, belum makan pagi." ujarnya lalu berlalu memasuki lift.
Sontak Febri, Sahila terbahak mendengar ucapan Dimas, sedangkan Nayla hanya bisa melongo menatap lift.
"Gue gak salah denger, kan barusan?" tanya Nayla.
"April Mop, Bep. Lo abis di kerjain sama pak Dimas." ujar Sahila. Nayla mengepalkan tangannya erat.
"Damn Bos." umpat Nayla.
"Cobaan, Bep. Punya bos ganteng kaya pak Dimas tuh banyak cobaan nya, selain ganteng dia juga pandai."
"Iya pandai kerjain gue. Sialan tuh orang. Rasanya gue pengen remes-remes aja anunya."
"Ih, Nayla. Udah mulai nakal ya!" seru Mario dari kubikelnya, kepalanya di condonhkan keluar kubikelnya mengintip ketiga wanita yang masih berdiri.
"Diem lo. Lo juga sama nya, bukan bantu gue, malah so polos."
"Dih, gue emang masih polos. Gak kaya lo tuh, kenal anu-anu."
"Emang anu maksud lo tuh apa?"
"Itunya pak Dimas, kan?"
"Pikiran lo tuh yang kotor. Otak lo harus di amplas." sungut Nayla. Sedangkan Sahila dan Febri hanya tertawa menikmati perdebatan kedua sahabatnya.
*Bersambung*
Ada yang kangen sama cerita ini?
Nayla dan Dimas kembali lagi.
maaf terlalu lama, karena ide nya hilang gitu aja .
Komen yang banyak ya, biar aku bisa cepet up .. Makasih zeyeng
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top