33. Ulang Tahun Yuta
Namanya Sang Waktu.
Makhluk tanpa tubuh, tak memiliki kelamin, dan tak berperasaan. Dia ada dimana-mana, menemani langkahmu tanpa di minta. Kalaupun di usir, tidak akan bisa. Sebab dia sudah seperti kulit kedua, yang tidak hanya melekat pada manusia, tapi juga semua makhluk di dunia.
Terkadang, ia bisa jadi temanmu, menyembuhkan luka yang kau derita, mengikis rasa sakitnya perlahan. Jika punya suara, ia mungkin akan berkata : tidak apa-apa, tidak apa-apa. Aku akan membantumu agar kau kembali baik-baik saja.
Nah, manis sekali bukan?
Oh, tapi jangan cepat mengambil kesimpulan. Sang waktu itu bak 2 sisi koin yang tak terpisahkan. Ia bisa menjadi musuhmu kalau ia mau; mengambil orang yang kau cinta, merebut harta yang kau punya.
Dalam kasusku, ia sudah membongkar bangkai yang kukira sudah kusimpan rapat-rapat. Tertawa ketika Jaehyun tertegun menatap foto Yuta, lantas mengejek, "Hei, Rose, tak ada rahasia yang bertahan selamanya!"
Bagaimanapun, dia benar.
Aku pintar. Yuta juga. Tapi dalam kompetisi melawan sang waktu, kami sudah kalah.
Tapi ini bukan akhir. Bukan.
Memangnya kenapa kalau Yuta berfoto dengan Cherry dan Hanbin? Selembar foto ya selembar foto. Takkan ada orang yang cukup bodoh untuk mengambil kesimpulan aneh apalagi karena aku tidak ada di samping Yuta di foto itu.
Maka setenang mungkin, aku merespon, "Ah, ya, dia memang temanku dulu. Tapi kami tak ada urusan lagi sekarang."
Jaehyun menatapku. Tidak bicara, hanya menatap tanpa suara. Wajahnya membentuk gurat-gurat kekhawatiran yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Untuk sesaat, meski dia lebih tinggi dan tak pernah menampilkan rasa takut一bahkan saat ia melindungiku dari ayah dan ibu一aku mendapat kesan bahwa dia seperti anak-anak yang butuh ditenangkan.
Dan di telingaku, tawa Yuta terdengar sangat nyata.
"Benarkah?" Hanbin yang masih menggendong Lily merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah kartu nama. Dia terlalu baik untuk tidak menepati janji atau permintaan seseorang yang telah ia sanggupi. "Padahal dia ingin kami memberi kartu nama ini padamu. Kau tidak mau, Rose?"
Nakamoto Yuta
Email
Nomor telepon
Alamat
Itu yang tertulis di kartu nama tersebut. Hitam polos tanpa hiasan apapun.
Tanpa diminta, aku merasakan tanganku terangkat hendak meraihnya. Aku ingin menyentuh sesuatu yang pernah jadi milik Yuta, semacam hadiah pertama sejak kami bertemu lagi. Itu cinta dalam bentuk terkecil; bukti bahwa selama ini kami saling mencari.
Tapi Jaehyun menyambarnya lebih dulu. Dia membiarkan jariku tergantung di udara dan akhirnya turun lagi tanpa memegang apa-apa. "Dia bilang apa? Apa dia ... mengatakan sesuatu?"
Hanbin mengerutkan kening saat ia berkonsentrasi mengingat-ingat. "Orang bernama Yuta ini, dia kelihatan gembira dan berkata dia adalah seniormu. Dia ingin memberi lukisan itu secara langsung, Rose. Katanya, dia merindukanmu."
Tangan Jaehyun terkepal erat di sebelahku.
"Dan dia tampan!" Cherry menyuarakan pendapatnya sendiri yang akan dengan mudah disetujui semua wanita. "Dia bersemangat sekali saat bertanya kabarmu. Dia terus berkata, "Apa Rosie sehat? Apa Rosie bahagia? Kehidupannya baik-baik saja kan?", jadi aku pikir kalian akrab karena dia sangat perhatian."
"Dia dulu memang akrab dengan kami." Jaehyun mengakui dengan enggan. "Tapi kami sudah lama tidak berhubungan dengannya."
"Kenapa?" Mencium bau sebuah kisah menarik, Cherry menyangga kepalanya menggunakan sebelah tangan seperti murid yang rajin, siap mendengarkan. "Apa yang terjadi?"
Apa yang terjadi!
Masalahnya adalah, ada terlalu banyak hal yang terjadi. Ini cerita ketika aku masih berupa gadis 16 tahun yang tidak takut pada apapun. Aku pemberani, tapi keberanian itu menuntunku pada pernikahan dan status yang tidak kukehendaki ini.
Apa yang terjadi, Cherry, merupakan buntut dari rentetan kesalahanku yang meluas seperti serangkaian kebakaran hebat. Tidak ada air, atau alat pemadam yang bisa digunakan. Malah, api yang sama kini bertransformasi jadi api lain yang sama berbahayanya bernama perselingkuhan yang bagi diriku sendiripun, adalah hal yang mengerikan.
Tapi aku bisa apa?
Mengungkapkannya adalah hal terlarang, setidaknya, dihadapan putriku yang matanya membulat ingin tahu.
Aku memandang Lily; gaun bunga-bunga yang ia sukai, sepatu putihnya yang senada, dan tersentak.
Lily telah menjadi bagian dari pertaruhan ini, yang dimulai sejak aku menemukan koran dengan foto Yuta di dalamnya.
Pertanyaan besar muncul di benakku, kali ini api itu akan membakar siapa?
Jaehyun menggelengkan kepalanya. "Dia tidak penting."
Kau salah, Jaehyun.
Jaehyun tidak bicara sama sekali di mobil dalam perjalanan pulang, sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia diam saja meski Lily tertidur, atau setelah kami tiba di rumah hingga aku sangat gelisah dan tidak akan heran jika kepalaku meledak memikirkan apa yang sebenarnya ia pikirkan.
Kebisuan ini berlanjut di kamar, usai ia membaringkan Lily dan memberinya kecupan panjang. Aku merasa bodoh, tapi aku mengikutinya karena aku ingin bicara dengannya walaupun tidak tahu apa yang harus kami bahas.
Sebaliknya, Jaehyun tidak mempermudah ini karena dia malah mengulur-ulur waktu; mengecup Lily, merapikan selimutnya, menyalakan pendingin ruangan, lantas membuka setelannya dan berbaring di tempat tidur. Tangan kanannya terangkat menutupi dahi dan sejenak, kukira, ia sudah tertidur selagi aku menghapus make up yang menempel di wajahku.
"Rose."
Ternyata belum.
"Kau ingat hari pernikahan kita?" Suaranya pelan, dalam. Membawa kenangan saat ia melamarku di kamar yang sama, 7 tahun yang lalu
Aku mengeluarkan seruan-seruan tidak jelas dengan bibirku, yang terdengar seperti "hmmpppzz" yang dilebih-lebihkan. Yang benar saja, lupa? Sekacau apapun, itu bukanlah sesuatu yang bisa dilupakan seorang wanita. Itu moment berharga一tidak peduli seberapa banyak kesedihan yang menyertainya, atau air mata yang menetes tiap aku memutar ulang ucapan "teman-teman"ku yang bisa diibaratkan racun.
"Tentu. Kenapa?"
Jaehyun menurunkan tangannya dan memandangku lekat-lekat. "Aku minta maaf."
Dari cermin meja rias, aku membalasnya dengan tatapan bingung. "Untuk apa?"
"Semuanya." Dia menyeringai lemah一sesuatu yang lebih cocok disebut senyum muram, persis ketika kau datang ke suatu tempat membawa perasaan antusias yang menggebu-gebu, kemudian diberitahu orang yang kau tunggu tidak bisa menepati janji. "Maaf karena gagal menjadikan pernikahan kita menyenangkan seperti Cherry dan Hanbin."
"Jaehyun一" aku berujar, dan dengan cepat berubah pikiran karena bicara mengenai persoalan penting rasanya salah bila kami saling berjauhan. Kuletakkan kembali kapas di genggamanku dan beranjak berbaring di dekatnya, praktis membuat kulit kami menempel satu sama lain. "Itu bukan salahmu. Kau tidak perlu minta maaf." Terutama karena kau tidak tahu apa saja yang sudah kulakukan. "Akulah yang salah. Lupakan saja, ya?"
Lengan Jaehyun tertekuk membentuk bantal bagi dirinya sendiri dan ia mengelus pipiku dengan lembut. "Bagaimana dengannya?"
"Siapa?" Tapi aku punya perasaan aku tahu siapa yang dia ungkit, seseorang yang kehadirannya kami anggap sudah tiada.
"Yuta." Jaehyun menutup emosinya rapat-rapat saat mengucapkan nama indah itu. "Kau sudah melupakannya? Apa kau ingin melupakannya? Kalian dulu sangat akrab, apa kau masih punya perasaan padanya?"
Aku menggeliat tidak nyaman. Semua itu adalah pertanyaan yang tidak butuh jawaban. 1 + 1 = 2. Rosie tentu punya perasaan pada Yuta-nya. Atau dengan kata lain, cinta.
Jaehyun tidak mengatakan itu.
Apa dia ... takut?
"Kenapa menanyakan itu?" Aku mengelak dengan mudah, telah mengira pertanyaan semacam ini akan terucap. Dia minta ditenangkan lagi rupanya. "Aku sudah punya kau dan Lily."
"Kalau begitu jangan temui dia, ya?" Jaehyun meminta, kali ini menatap mataku. Menelisik dalam-dalam, bagai ingin mengintip jiwaku yang kelam. Yang menyimpan banyak rahasia darinya. Jauh melebihi yang ia kira. "Entah karena penasaran, atau tidak sengaja melihatnya, pokoknya jangan temui dia. Janji?"
Janji?
Aku termenung. Hendak mengatakan itu, tapi kata-kata seolah tersangkut di lidahku. Menyadari bahwa kebohongan dan janji merupakan sesuatu yang sangat berbeda. Janji adalah hutang. Janji itu sakral. Bagaimana aku akan berjanji ketika aku sudah melanggarnya?
Tidak menemui Yuta dikala ia sangat dekat itu mustahil. Sama saja dengan menjauhkan makanan dari orang yang kelaparan. Rindu yang kutumpuk selama bertahun-tahun masih banyak, belum reda hanya karena 3 pertemuan.
Aku tidak ... bisa.
Sebagai gantinya, aku mengecup kedua pipi Jaehyun bergantian dan memasang senyum palsu sebaik yang bisa kulakukan. "Jangan khawatir. Aku milikmu saat ini."
Kebohongan yang dipadukan sedikit kebenaran agaknya membuat Jaehyun lega. Kekhawatirannya luntur, wajah murungnya menyingkir jauh-jauh. Dia balas memeluk dan mengembalikan ciuman yang dia terima dengan jumlah yang lebih banyak hingga aku tertawa.
Sore itu kami tidur tanpa makan malam. Malas dan kenyang karena sudah mengisi perut di tempat pernikahan Cherry. Tidurku nyenyak一jenis tidur berkualitas yang jarang kudapat. Tanpa mimpi buruk, dengan seseorang yang memberiku pelukan dan mendekapku ke dadanya yang hangat.
Tapi dering ponsel pada jam 11 malam membangunkanku.
Lagu forever young mengalun keras di kamar, karena aku sengaja meningkatkan volumenya, tidak ingin melewatkan sesi telepon dengan Yuta.
Pukul 11 malam adalah jadwal kami.
Sebelum Jaehyun terusik, aku bergegas bangkit sangat cepat sampai kepalaku disergap rasa pusing. Ponsel itu berada di tanganku saat aku menuruni tangga menuju tempat aman sekaligus tempat aku bisa memperoleh segelas air. "Yuta. Hai. Tunggu sebentar." Aku menggapai sebuah gelas, berniat minum dan menjernihkan pikiran, namun tanpa sengaja, mataku terbidik pada sesuatu berwarna hitam di tempat sampah. Sesuatu yang anehnya, cukup familiar.
Suara Yuta meledekku dari lubang suara ponsel. "Kau masih di alam mimpi?"
"Aku butuh ... minum." Aku menyelesaikan kalimatku dengan kaku, untuk selanjutnya sungguh-sungguh minum. "Tadi aku pergi ke pernikahan teman dan langsung tidur."
"Jadi hari ini kau sibuk." Yuta menyampaikan penilaiannya dengan nada menimbang-nimbang yang memberi sinyal padaku bahwa dia ragu. "Bagaimana dengan besok?"
"Kenapa?" Menjepit ponsel di antara bahu dan telinga, aku membungkuk, mengambil serpihan kertas hitam yang berada di sana dan untungnya, tidak tercampur dengan sampah-sampah menjijikkan.
Apa ini?
Kantuk yang belum sepenuhnya pergi dariku membuatku kesulitan menebaknya.
Aku bertanya-tanya, menggali ke dalam ingatanku kenapa barang ini terasa penting. Sementara lewat ponsel, Yuta terus bicara. "1 jam lagi tanggal 26. Lupa?"
"Ada apa dengan tanggal 26?" Mataku menyipit, aku menjejerkan mereka di meja dapur. Tebakan terbaikku, itu adalah kertas origami, walaupun aku tidak ingat apakah Lily punya yang warnanya sehitam malam tanpa bintang begini.
Kertasnya tebal, halus. Bukan tipis supaya memudahkan untuk dilipat ... aku menepis rambutku dengan tidak sabar, memungut lebih banyak potongan. Mendadak saja, pandanganku jadi lebih jernih. Setelah di bolak-balik, muncul huruf-huruf yang membentuk sebuah kata.
Tidak, tidak, tidak. Itu bukan kata.
Aku tersentak kaget.
"Ya ampun." Yuta berkata dengan gaya hiperbola andalannya, seolah mewakili keterkejutanku yang hanya keluar dalam bentuk sentakan napas keras. "26 oktober. Aku ulang tahun. Kau lupa? Kau tidak menyiapkan hadiah untukku?"
Aku tidak menjawab. Terlalu terkejut dengan temuanku.
Kertas ini, tak salah lagi, adalah kartu nama Yuta yang sudah di robek-robek menjadi banyak bagian, hingga tak mungkin disatukan.
Jaehyun ... ia pikir melakukan ini akan menjauhkan Yuta. Mengenyahkan dia selamanya. Padahal sia-sia saja. Ini tak ada gunanya selain membuatku marah.
Sudah menikah atau tidak, ada batas yang tidak bisa dilalui. Ada privasi yang harus dihormati. Dia tidak bisa sembarangan membuang kartu nama yang seharusnya jadi milikku.
Sekarang kartu nama. Nanti apa, mengecek pesan di ponselku?
Keterlaluan.
"Rosie? Hey, kau benar-benar mengantuk, ya? Mau kunyanyikan lullaby? Misalnya Hikari Ni Wa, atau一"
"Yuta?"
"Hm?"
"Besok kita bertemu di taman Dragon Ball, jam 9 pagi. Aku punya hadiah untukmu."
Karena sekarang ultahnya mas atuy, jadi dimohon dengan sangat bagi para reader yang budiman agar menahan segala hujatan buat dia sama Rose. Yang masih ngehujat di part ini sama part depan nanti awas 😡
Snack-nya enak jadi pengen orangnya eh 😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top