14. Hari Itu 2
Note : part ini mengandung adegan indehoy asoy digeboy 🌚
Gua baru pertama kali bikin ginian, ampe panas dingin sendiri masa, jadi vomment yak 🔨😠
Ini bukan pertama kalinya aku ke rumah Jaehyun, tapi bukan berarti aku sering kesana. Jika dihitung, hanya 3 kali saja. Awalnya karena penasaran, kemudian untuk menonton film bersama; pernah dengan Chaeyeon, pernah juga berdua.
Bangunannya indah. Setiap bagiannya menggambarkan suatu tempat dimana seorang anak tumbuh dengan kasih sayang berlimpah dan kepedulian yang besar karena dia merupakan satu-satunya yang dimiliki ayah dan ibunya. Terbukti dari banyaknya foto pertumbuhan Jaehyun yang dipajang orang tuanya一kebiasaan yang nanti ia bawa ke kehidupan pernikahan kami.
Aku penasaran bagaimana kepribadian mereka; orang-orang hebat yang membesarkan Jaehyun, tapi juga malu, sehingga diam-diam, aku lega saat tak melihat mereka ketika kami tiba.
Aku berjalan memasuki rumah itu. Air menetes-netes dari tubuhku yang menggigil, jatuh ke karpet ruang tamu. Aku khawatir Jaehyun dimarahi karena sesuatu yang tidak ia perbuat. Walaupun tidak mengenal ibunya, aku tahu takkan ada yang senang mendapati ubin dan karpet merah fantastis mereka basah kuyup.
"Ayo," mengerti kekhawatiranku, Jaehyun tersenyum. "Nanti juga kering sendiri."
Dengan hati-hati dan perasaan tidak enak dalam benak, aku mengikuti langkahnya. Rumahnya masih seperti yang kuingat; besar dan rapi. Ruang duduknya dihias dengan beberapa batang bunga daisy, yang berasal dari kebun di halaman belakang.
Ibunya suka berkebun, dia bilang. Dan tampaknya Nyonya Jung belum pulang dari tempat kerjanya.
"Tunggu di sana." Jaehyun berpesan, menunjuk kamar tamu. "Aku akan mencari pakaian untukmu."
Setelah itu dia menghilang, meninggalkanku sendirian.
Berdua saja dengan seorang laki-laki seharusnya membuatku takut, tapi nyatanya aku merasa biasa saja. Jaehyun orang baik, dia tak pernah melakukan hal-hal yang membuatku berpikir sebaliknya.
Aku percaya padanya.
Perlahan, aku melepas blazer, rompi dan dasiku, menyisakan kemeja putih. Kutaruh mereka di lantai, bersama tasku sebagai alasnya.
Dingin.
Kapan hujan berhenti?
Kapan rasa sakit ini pergi?
Air mataku menggenang. Mencontoh hujan, rasa kecewa dan kesal yang kurasakan belum reda, terungkap melalui tangis yang sulit disembunyikan.
Tak lama, Jaehyun kembali dari perjalanan singkatnya berburu baju, membawa handuk putih, kaus pendek yang kulihat pernah ia pakai dan pasti kebesaran, serta sebuah celana olahraga kecil. "Jadi?" Dia beringsut duduk di sebelahku. "Kenapa menangis?"
Sisa-sisa tenaga yang kupunya kugunakan untuk berbohong, walaupun hasilnya tak meyakinkan."Tidak apa-apa."
Padahal, jauh dari itu, aku merasa capek dan berantakan. Sebab, tidak peduli sekeras apa menghindar, ada hal-hal yang tidak bisa dengan mudahnya diabaikan.
Sorot mata Jaehyun meredup. "Ini yang tidak kusuka darimu. Kau enggan memberitahuku saat ada masalah."
"Itu tidak benar..." Sanggahku lemah, meski kami sama-sama tahu itu kalimat paling jujur yang tidak bisa kami bantah. Memperburuk suasana, air mataku menetes lagi一air mata sialan yang memalukan.
Menyaksikan itu, Jaehyun mengulurkan tangan memelukku. Seragamnya basah, tapi tubuhnya memancarkan kehangatan dan aroma maskulin yang menggoda. "Kau tidak mau membicarakannya?"
Memang tidak. Aku mengangguk.
"Ya sudah kalau begitu." Sahut Jaehyun, berusaha terdengar santai, menutupi kekecewaannya sendiri dihadapan gadis yang ia kira sengaja menutup diri darinya. Dia tidak tahu, aku hanya berpikir bercerita tentang Yuta bukanlah ide bagus. Itu tidak akan menuntun kami kemanapun kecuali jurang kecanggungan.
Kami diam, tetap dalam posisi itu untuk waktu yang lama. Ini mengingatkanku saat kami kencan di bioskop. Kepalaku di bahunya, kepalanya di atas kepalaku. Begitu dekat. Begitu nyaman. Bersandar di dada Jaehyun selalu membuatku betah.
"Kau harus mandi," ujarnya, menunduk untuk melihatku, khawatir aku tertidur. "Supaya tidak sakit."
"Nanti saja."
"Rose."
"Nanti, Jeffrey."
Ia tertawa, tak salah lagi, mengingat masa ketika ia masih anak-anak, tinggal di Amerika, dan Jeffrey menjadi nama panggilannya. "Aku akan menghitung sampai lima."
"Apa?"
"Satu," tidak menghiraukanku, Jaehyun mulai berhitung. Jarinya terangkat sesuai angka yang ia sebut. "Dua, tiga, empat, daaan lima. Sudah. Cepat mandi sana."
Aku tetap menggeleng, melilitkan tanganku ke lengannya. Biasanya aku tidak manja begini, tapi kini berbeda.
Aku mengangkat kepala, memperhatikan wajahnya lebih dekat. Kian dekat, mengagumi setiap incinya. Ia tampak mempesona. Seperti tokoh lukisan yang terlalu indah. Maksudku, aku tahu Jaehyun tampan, namun rasanya ia terlihat jauh lebih tampan hari ini.
Ataukah itu karena aku baru menyadarinya, setelah selama ini terlalu sibuk dengan Yuta?
Kulit yang sangat putih...
Bulu matanya yang panjang...
Dan bibir ranum itu...
Aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika aku bersikap berani. Akankah dia menolak? Atau malah menyambutku? Aku penasaranan.
Jaehyun berkedip一sangat pelan. Tatapannya jadi sayu, dan aku bisa merasakan tubuhnya menegang. Tapi dia tidak menjauh. Apakah itu semacam tanda? Aku mengepalkan tangan, bergumam, persetan dengan resikonya, lalu meraih dagu Jaehyun dan menyentuh bibirnya dengan bibirku.
Selain Yuta, aku tak pernah melakukan ini dengan siapapun. Perbedaan mereka benar-benar jelas. Yuta pandai dalam bidang ini, sementara Jaehyun bahkan hampir tidak bergerak.
Tapi aku tidak menyerah, terus mengecupnya. Napas hangatnya menerpa pipiku, merayu mata agar terpejam. Samar-samar, menyala peringatan yang dikirimkan kewarasanku bahwa ini tidak benar, bahwa aku tidak boleh melewati batas, tapi aku perlu Jaehyun saat ini, untuk menghapus rasa sakit dari Yuta. Jadi bagai jam weker, aku membantingnya dan suara peringatan itu pun lenyap.
Kemudian,
Kemudian...
Bintang-bintang seakan jatuh menimpaku saat Jaehyun akhirnya membalas ciumanku. Lidahnya bekerja, tidak terburu-buru, melainkan perlahan. Ia seperti sedang melangkah di atas lapisan es tipis yang rapuh, terlalu hati-hati.
Tidak sabar, aku menarik seragamnya, memperdalam ciuman kami. Tanganku terasa dingin, tapi tubuhku memanas oleh gairah.
Jaehyun memiringkan wajahnya, melumat bibirku, menyesap bagian bawahnya dengan cara yang membuatku mendamba lebih. Ciumannya memabukkan, merenggut segenap akal sehatku.
Jika tahu rasanya seperti ini, aku akan...
Akan...
Kami berhenti. Napas kami terengah-engah, membentuk simfoni yang terdiri dari nafsu dan hasrat terpendam. Ibarat benang yang kusut masai dan kelihatannya mustahil diuraikan, pikiranku kacau. Aku berada di mobil yang akan bertabrakan, tapi aku tidak bisa menemukan cara untuk menghindar. Ketika kakiku akan menginjak rem, suara Jaehyun yang melantunkan namaku dengan merdu melenyapkan konsentrasiku dan tiba-tiba, bodohnya, aku malah menginjak pedal gas keras-keras. "Rose..."
"Apa?" Aku menantang, melepas sepatu dan membiarkannya menghantam tembok. Akal sehatku turut serta bersamanya. Hush, hush. Aku membuangnya jauh-jauh saat kabut kegilaan menyerbu. Segalanya buram dan membingungkan, berpadu menjadi badai yang bisa saja berdampak kerusakan besar. Tapi tak apa. Lebih baik nikmati. Lepaskan Yuta dulu dan rengkuh Jaehyun.
Terlebih, Jaehyun memperlakukanku dengan baik, dengan jari-jarinya yang mengandung kelembutan. Ia bernapas berat di atasku. Dahinya dihiasi titik-titik peluh di ruangan yang dingin ini.
"Kau mau aku berhenti?" Tanyanya. "Kita bisa berhenti sekarang."
Berhenti?
Aku menatapnya, melihat banyaknya cinta yang terpancar di matanya. Untukku. Hanya untukku seorang, terlepas dari berbagai caraku menyakitinya. Lebih dari sekedar kata cinta yang kadang tak bermakna, aku butuh seseorang yang bisa membuatku merasa berharga dan tidak layak dibuang. Bila bersama Jaehyun bisa memberiku 2 hal itu, apa gunanya berhenti?
Akan kubuat dia menyesal.
Aku menggeleng, menangkup pipi dan membelai rahangnya yang indah. Sungguh karya seni yang mengagumkan. Di telinganya, aku berbisik, "Lanjutkan."
Jaehyun pun menurut.
Dia melanjutkannya, mengambil alih permainan ini. Bibirnya, oh, bibir yang kurang ajar itu, mengisap dan menggigit di titik yang tepat. Jantungku berdegup kencang. Sensasi sentuhan itu membakarku dari dalam.
Langit yang masih menangis di luar sana tak dapat mengusik kami. Tidak peduli walaupun dia mengirimkan petirnya yang sesekali menyambar dan sinarnya menembus jendela, kami tak tersentuh. Di kamar yang pintunya tidak tertutup rapat, berbaring di dekat tas berisi makalah bahasa Inggris yang nilainya tertinggi di kelas, aku dan Jaehyun melangkah ke surga yang kami ciptakan.
"Kita seharusnya tidak melakukan ini," katanya, nyaris tidak bersuara.
Aku membalas dengan, "Aku tahu." karena aku sungguh tahu. Takkan ada pembenaran atas tindakan kami. Ini salah. Ini dosa. Tapi dosa yang teramat manis.
Aku mencengkeram bed cover saat rok seragamku jatuh ke lantai, seperti mawar yang gugur. Kupejamkan mata, membiarkan Jaehyun membawaku ke puncak.
Tirai jendela tersibak.
Tempat tidur berderit.
Tanganku yang lain menggenggam tangan Jaehyun erat-erat. Diiringi sentakan rasa sakit yang mengejutkan, kami menyatu. Dinding pembatas yang kubangun dan ikrar menjaga jarak yang menurutku adalah keputusan terbaik, runtuh berceceran di sekitar kami.
Aku menangis, namun tidak tahu untuk siapa sebenarnya air mata itu; aku, Jaehyun, Yuta, atau jangan-jangan kami bertiga.
Ketika aku menoleh ke samping, seraut wajah yang begitu akrab mendadak muncul bagai asap lilin. Yuta menggeleng, kelihatan sedih. Dengan suara yang sangat lirih ia memohon, "Hentikan, Rosie."
Tapi kali ini, Jaehyun bisa menyingkirkannya.
Ia menciumku berkali-kali, tidak bergerak sampai aku merasa lebih baik. Mulutnya terus mengucap "maaf" hingga rasa sakit yang kurasakan memudar. Semakin memudar, menyisakan kenikmatan yang membuatku merasa terbang sekaligus jatuh.
Aku mengalihkan pandangan dari orang yang telah mengecewakanku itu, lalu fokus pada Jaehyun, pada percintaan kami. Dalam hati aku berkata, lihat Yuta, sudah kubilang aku bisa bersenang-senang tanpamu.
APAAN INI WOI 😭
Gua gak tega bikinnya, kebayang mulu muka polos mereka 😭 yaa walopun Jaehyun kagak polos2 amat si, inget pan scene lubang intip di nct life in seoul 😂
Tapi ini gak terlalu frontal kan yak, pengennya bikin terkesan manis gitu ehehehehehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top