Part 6 - Soft Launching

Tidak butuh waktu lama bagi Rose untuk menunggu kedatangan mobil sport silver berlogo kuda yang memasuki area drop off apartemen tempatnya tinggal. Sejak ia resmi berkencan dengan Moon Jaehyun, malam ini adalah kali kedua pria itu menjemputnya menggunakan mobil mewah tersebut. Gadis itu pun sama sekali tak mengalami kesulitan untuk mengenal mobil sang Kekasih. Maklum, ingatan Rose sangat baik.

"Hi!" sapa Rose singkat yang hanya dibalas anggukan oleh Jaehyun.

Lantas, Rose mendudukkan tubuhnya di kursi sebelah Jaehyun dan menutup pintu.

"Kau sudah mengganti warna lipstick-mu?" tanya Jehyun tiba-tiba.

Rose terdiam sesaat. Pria itu tak menggubris sapaannya, tapi justru mengomentari lipstick-nya. Apa ini cara pria itu mencairkan suasana?

"Ada yang salah?"

"Sepertinya warna bibirmu tak semerah ini tadi?"

Bola mata Rose mendelik sempurna. Apa Jaehyun gila? Ia memang tidak memulas shade nude, tapi untuk ukuran pesta, ini sudah sangat lembut.

"Merah? Kau sakit mata?"

"Coba saja lihat di -Insta- story-mu beberapa waktu lalu. Beda kan dengan yang kau pakai?"

Buru-buru, Rose membuka aplikasi sosial media di ponselnya. Keningnya mengernyit dan ia melemparkan tatapan tajam pada Jaehyun.

"Dasar buta warna," gerutu Rose sangat pelan.

Meskipun bersamaan dengan suara mesin mobil yang mulai menyala, Jaehyun bisa menangkap suara Rose samar-samar. "Bicara apa?"

"Tidak ada."

"Aku tidak tuli dan penglihatanku sangat sehat," ucap Jaehyun tanpa menoleh. Matanya tertuju pada jalan menuju pintu keluar apartemen Rose, tapi indra pendengarannya terfokus pada gadis di sebelahnya.

"Kau salah dengar."

"Memang apa yang -menurutmu- kudengar?"

Sontak Rose menoleh pada Jaehyun dan berkacak pinggang. "Kau pikir aku sebodoh itu? Aku tidak akan terpancing dengan kata-katamu."

"Aku tidak sedang memancing apapun. Hanya mengomentari warna bibirmu yang akan menjadi atensi banyak orang."

Rose mendengus kesal. Menurutnya, Jaehyun sedikit berlebihan. Éternelle adalah shade terbaik dengan penampilannya malam ini. Namun, sekali lagi ia akan menuruti Jaehyun malam ini.

"Jadi, maumu apa? Aku ganti warna lipstick? Aku hanya bawa dua. Kalau kau punya masalah dengan warna bibirku, kau pilih sekarang dari yang kubawa dan akan kuganti."

Jaehyun melirik dua benda yang disodorkan Rose bergantian dengan bibir Rose yang sudah mengerucut.

"Tidak perlu. Sudah cukup."

Astaga! Setelah komentarnya tadi, pria itu justru tidak memberikan solusi? Bibir Rose semakin mencebik dan gadis itu membuang muka. Sosok Rose memang tidak berbeda seratus delapan puluh derajat dari Jiho. Tapi, Rose lebih dingin dan mudah sekali merajuk. Seperti sekarang.

Jaehyun tak lagi berkomentar, ia kembali fokus pada lalu lintas yang mulai ramai. Baru saja ketika mobil yang dikendarai pria itu terhenti oleh lampu merah, pria itu menekan beberapa tombol di kemudi hingga stereo Ford Mustang Convertible miliknya, menggemakan Pleaser karya dari Wallows.

Jaehyun tak lagi berkomentar, ia kembali fokus pada lalu lintas yang mulai ramai. Baru saja ketika mobil yang dikendarai pria itu terhenti oleh lampu merah, pria itu menekan beberapa tombol di kemudi hingga stereo Ford Mustang Convertible miliknya, menggemakan Pleaser karya dari Wallows.

Bibir Rose yang mencebik pun perlahan mulai melantunkan lirik Pleaser dengan suara merdunya hingga senyum tipis milik Jaehyun ikut terkembang.

Tepat ketika musik berakhir, Jaehyun kembali bicara, "Aku tak yakin kau sudah mendapatkan dokumen ini atau belum, tapi ada soft file RAB proyek-proyek dari tahun 2020 sampai 2023. Untuk Laporan Keuangan aku hanya dapat tahun 2021 sampai 2022. Kau bisa ambil flashdisk hitam di dashboard depanmu."

"..."

"Kapan hari, kau bilang perlu mereview financial statements. Meskipun menurutku mereka akan sangat berhati-hati dalam melaporkan proyek-proyek kami. Bisa jadi kau tak menemukan apapun."

Tanpa menunda, Rose membuka dashboard di hadapannya dan menemukan flashdisk yang pria itu maksudkan. "Terima kasih. Setidaknya kami bisa mencari tahu pihak-pihak yang banyak terlibat di proyek itu."

"You won't find something suspicious directly. You do have to think widely and connect the dots."

Ucapan Jaehyun bukan bermaksud mematahkan harapan Rose. Ia hanya bicara kenyataan.

"Really?"

"Without any concern, people will think of it as normal financial statements."

"I'll prove it's fraud or not."

"They can't have cleaned up all the evidence, but just a meticulous investigator could find it."

"Then, I'm that meticulous investigator," ujar Rose penuh keyakinan.

Kini, tak hanya senyum Jaehyun yang tersungging, perasaan Rose jauh lebih baik untuk tak melewatkan senyum di bibirnya.

"Semoga berhasil."

"Kau harus lebih sering membagi informasi penting agar aku betah menjadi kekasihmu," tutur Rose sedikit bercanda.

Jaehyun mendesah pelan. Gadis di sampingnya ini memang hanya bisa tersenyum kalau keinginannya tercapai.

***

Setibanya di depan lobby hotel, Jaehyun menghentikan mobil dan menyerahkan kunci pada pihak hotel untuk memarkirkan mobilnya. Pria itu tak sempat membukakan pintu Rose karena sang Gadis sudah bergerak cepat. Agar gerakan tangannya tak terlihat seperti tindakan yang terlambat, Jaehyun menarik sedikit ujung bawah dan merapikan bagian depan jas hitamnya. Kemudian, tangannya terulur menyambut Rose.

"Eh ..."

Rose tak merespon, gadis itu masih terpaku di tempatnya berdiri dan menatap Jaehyun bingung.

Senyum asimetris terukir di bibir Jaehyun, tangan pria itu maju menarik tangan Rose dalam genggamannya, "Aku tidak tahu kau seabai itu. Mana ada orang berkencan tanpa bergandengan tangan?"

Seperti rencana Jaehyun, banyak mata yang terarah pada keduanya. Rose tahu ketenaran Jaehyun seperti apa, tapi ia tidak pernah menyangka kalau dengan ketenaran pria itu, ia tak perlu membuat pengumuman khusus akan hubungan keduanya. Hanya dengan menghadiri salah satu undangan kolega pria itu, ponselnya pun tak berhenti bergetar sejak tadi. Pantas saja ia tak ingin pernyataan langsung.

"Sepertinya teman-temanmu sangat berisik," sindir Jaehyun yang ternyata juga menyadari getaran ponselnya.

"Biasa, weekend. Banyak gosip yang tidak sempat dibicarakan selama hari kerja."

Jaehyun mengangguk sekilas dan kemudian tampak sibuk melemparkan senyumnya pada tamu-tamu yang menyapa pria itu. Rose pun melakukan hal serupa. Tak jarang ia mendapatkan sorot mata iri dari gadis-gadis yang datang, sekalipun mereka membawa pasangan.

"Wah, siapa yang kulihat di sini. Jaehyun bersama seorang wanita cantik," ucap pria baya yang tampak sangat familier, "perkenalkan, aku Lee Jongwook."

"Anda bisa saja, Tuan Lee."

"Senang melihatmu menggandeng wanita di pesta seperti ini. Aku selalu takut kau akan membawa seorang pria bersamamu."

"Saya tidak seceroboh itu," ucap Jaehyun diselingi tawa renyahnya.

Tak hanya hadir seorang diri, Lee Jongwook juga mengajak istrinya yang terlihat ramah dan sama kharismatiknya.

"Kami masih dalam tahap mengenal, saya Lee Jiho," ucap Rose memperkenalkan diri dengan sopan. Perangai anggun Rose tak kalah mempesona dari Nyonya Lee. Bukan karena pria yang membersamainya, melainkan aura gadis itu berhasil menjadi magnet beberapa pasang mata.

"Gaunmu sangat cantik. Rancangan Kim Minju?" tanya Nyonya Lee tanpa basa-basi.

Rose sedikit terkejut dengan pertanyaan tersebut, tapi ia memilih untuk tersenyum simpul. Lagi pula, fashion memang selalu menjadi daya tarik para wanita. "Benar, Nyonya. Tapi, ini edisi lama."

"Bukankah Kim Minju hanya menjual desainnya tak lebih dari 5 potong untuk setiap karyanya. Bagaimana kau bisa mendapatkannya?"

Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum kalau karya Kim Minju memang susah didapat. Hanya orang-orang berkelas dengan kantong tebal yang berpotensi memperolehnya.

"Beberapa tahun lalu bibi saya menghadiahi gaun ini. Saya kurang paham bagaimana prosesnya."

"Sampai saat ini?"

"Betul, Nyonya."

"Kau sangat beruntung karena berkali-kali, aku hanya masuk waiting list tanpa berhasil memenangkan gaun ini."

"Saya dengar, Nyonya perlu datang beberapa kali di event fashion show-nya untuk menjadi prioritas utama dalam memperoleh karyanya."

"Aku beberapa kali datang di acara fashion week yang juga mengundangnya. Tapi sudah lebih dari 5 baju yang hanya menjadi impianku."

Rose sebenarnya juga belum pernah mendatangi pagelaran busananya. Ia hanya bicara berdasarkan cerita ibunya soal kehidupan sosialita. "Tapi, Anda sudah pernah mengunjungi fashion show-nya sendiri? Tanpa berafiliasi dengan apapun. Ia sangat menghargai dukungan eksklusif."

"Benarkah? Asistenku belum pernah mengatakannya. Ia hanya bilang kalau semua syarat sudah dipenuhi," tutur Nyonya Lee, "ternyata masih ada yang terlewat."

"Anda bisa meminta asisten Anda untuk mengkonfirmasi. Saya hanya mendengar berita ini dari social media."

"Aku suka dengan gadis ini. Pintar," puji Nyonya Lee.

Sejauh ini, Rose menilai Nyonya pejabat yang satu ini cukup terbuka dalam berinteraksi. Mungkin, kalau ia memberikan sedikit informasi soal Kim Minju, Nyonya Lee bisa lebih dekat dengannya.

"Tuan Jung, aku pinjam pasanganmu hari ini boleh? Akan lebih baik kalau ia mulai mengenal yang lainnya."

Belum sempat Rose merespon ucapan wanita itu, Nyonya Lee justru selangkah lebih cepat.

"Saya rasa terlalu dini, Nyonya," tolak Jaehyun sopan, "kami masih masa penjajakan. Berjalan bersama Anda akan memunculkan anggapan-"

"Anggapan apa, Jae? Kau bawa Jiho ke sini artinya kau siap mengenalkannya pada publik. Lebih baik kau ikut aku bicara dengan Tuan Noh. Biarkan para wanita berbincang soal fashion dan hal yang mereka sukai," sela Tuan Lee yang menangkap ekspresi istrinya yang kecewa dengan tolakan halus Jaehyun.

Jaehyun tampak akan membantah, tapi Rose tak akan membiarkan kesempatan emas ini melayang di depan mata. Kapan lagi kalau bukan sekarang?

"Benar kata Tuan Lee. Kau bisa berbincang dengan Tuan Noh dan yang lain. Biar aku menemani Nyonya Lee."

***

Rose memang berasal dari keluarga terpandang, tapi ia baru tahu kalau masyarakat kelas atas Seoul bisa mendapatkan ruang jamuan tersendiri di sebuah acara pernikahan seperti sekarang. Menu makanan dan minuman yang berbeda dan eksklusif telah tersaji dengan apik di atas meja. Sungguh, ia masih mencerna, apakah kalangan atas ini tidak butuh berinteraksi dengan yang lain?

"Are you sweet tooth?" tanya Nyonya Lee ketika menangkap basah Rose yang pandangan kosongnya tertuju cake cantik di atas cake tray berkilauan.

"Terkadang, Nyonya."

"Kalau begitu, kau harus ambil beberapa. Menurutku, lemon cake yang terbaik."

Mendengar penuturan Nyonya Lee, Rose menuruti dan mengambil dua piring untuknya dan Nyonya Lee. Gadis itu mengekori setiap gerak gerik Nyonya Lee hingga beberapa orang mengiranya sebagai asisten ibu pejabat itu.

"Asisten baru?" tanya seorang wanita dengan suit berwarna fuschia, menginterupsi interaksi Nyonya Lee dan Rose.

Nyonya Lee menggeleng pelan. "Kenalkan, dia Lee Jiho, kekasih Moon Jaehyun."

"Jiho, kau mengenal Tuang Song Sihyuk? Ibu ini adalah istrinya."

Rose membungkukkan tubuhnya hormat dan menjabat tangan wanita yang mungkin sudah berusia lebih dari separuh abad.

"Oh, astaga! Jaehyun punya kekasih? Putraku saja masih single sampai sekarang."

Kikikan terdengar dari bibir Nyonya Lee. "Ah, kau ini, jangan mengada-ada. Mungkin, belum ada wanita yang dibawa putramu ke rumah, tapi siapa yang tidak tahu kalau putramu adalah casanova."

"Ah, jangan menjatuhkanku di hadapan gadis cantik ini. Kalau kau masih single, aku bisa mengenalkanmu dengan putraku."

Rose hanya menanggapinya dengan senyuman. Jika tak ada kata yang pantas diucapkan, senyuman adalah jurus terbaik, bukan?

Setelah dikenalkan dengan Nyonya Song, bak seorang ibu mertua, Nyonya Lee mengajak Rose untuk berkenalan dengan satu per satu Nyonya pejabat yang ada di sana. Tentunya dengan menyebutkan Jaehyun sebagai pasangannya. Bahkan, Nyonya Lee sempat menyebutnya sebagai calon istri Jaehyun untuk mengangkat atensi beberapa orang. Ternyata, image seorang Jaehyun memang patut diandalkan.

"Minggu depan, kau harus datang ke arisan kami di Gangnam."

"Tapi, saya bukan anggota club Anda."

"Hmm, kita sudah banyak mengobrol. Itu lebih cukup dari sekedar mendaftar masuk ke club. Kau tidak hanya kekasih Moon Jaehyun, kau punya taste -fashion- yang bagus."

"Nyonya...."

Nyonya Lee mengangkat telunjuknya. "Jangan sungkan, kau perlu memperluas network-mu untuk mendukung karir Jaehyun ke depannya. Akan banyak pengusaha dan istri pengusaha yang hadir. Sebagian besar adalah rekanan kantormu."

Pada akhirnya, Rose pun menyambut tawaran Nyonya Lee. Lagi pula, ini yang inginkan sejak awal.

***

"Kita sudah terlalu lama membuang waktu di sini, saatnya pulang."

Bisikan Jaehyun tepat di daun telinga Rose membuat bulu kuduk Rose berdiri. Gadis itu segera berpamitan dengan teman-teman barunya. Tak lupa, kembali mengapit lengan kiri Jaehyun untuk berjalan bersama ke lobby hotel.

"Jam tangan itu ... sejak kapan kau memilikinya?" tanya Rose ketika Jaehyun melepaskan tangannya untuk mempersilakan sang Gadis duduk.

Jaehyun tak segera menggubris. Pria itu beralih ke sisi mobil yang lain. Baru setelah Jaehyun mendaratkan pantatnya, ia menjawab, "Sudah lama. Aku tidak ingat."

Rose mengerutkan kening. Jam tangan tersebut mengingatkannya pada insiden hampir sebulan lalu. Sosok yang nekat didekatinya di club, mengenakan jam tangan Rolex berwarna silver dengan model yang sangat mirip dengan milik Jaehyun.

"Hmmm...."

"Kenapa? Kau ingin? Ini jam tangan pria, terlalu besar di tanganmu. Kau tidak ingin kita menggunakan jam tangan couple 'kan?"

Sontak Rose melirik Jaehyun tidak percaya. Ia akui kalau ia memang cukup agresif, tapi memiliki barang berpasangan bukan preferensinya.

"Sorry, aku belum sebegitunya mencintaimu," ujar Rose seraya membenturkan wajahnya ke dashboard mobil.

Pria itu terkikik geli. Apalagi setelah mendengarkan sumpah serapah yang tak lama kemudian lolos dari bibir Rose. Di matanya, Rose saat ini tampak sangat hiperaktif.

Sementara itu, Rose merasa berat mengangkat wajahnya kembali. Ia seolah mengalami deja vu. Melihat jam tangan mahal di pergelangan tangan Jaehyun, suasana interior mobil ini, aroma bergamot pengharum mobil yang bercampur dengan wangi pria itu.

"Parfum yang kau kenakan? Ini bukan yang biasa kau pakai di kantor 'kan?" tanya Rose penuh selidik.

"Kenapa? Kau suka?"

"Bu-bukan begitu."

"Ini Tom Ford. Parfum wanita. Jadi, kalau kau ingin memilikinya, bukan ide yang buruk," jelas Jaehyun tanpa ditanya, "White Suede."

Rose memekik semakin kencang. Bagaimana bisa ia tak menyadari wangi woody musk dari tubuh Jaehyun selama mereka berjalan bersama sepanjang acara, atau bahkan ketika ia baru saja naik ke mobil pria itu? Gadis itu merutuki ketidakpeduliannya sejak tadi.

"Oh, God. Aku tak bisa semobil lagi denganmu. Sebaiknya kau turunkan aku di sini," pinta Rose dengan wajah memelas.

Jaehyun melirik Rose sekilas, tapi bisa menilai bagaimana penampilan gadis itu untuk ukuran penumpang kendaraan umum. Ia cukup bertanggung jawab untuk tak membiarkan Rose menjadi tontonan pria di luar sana.

"Apa kata ibumu kalau anaknya ditinggalkan di tepi jalan? Kau sangat aneh hari ini."

***

1 bulan lalu

Jaehyun tak banyak bicara ketika Johnny memanggil beberapa wanita untuk menemani mereka minum. Hanya saja, tangannya tak berhenti menjauhkan tangan gadis-gadis yang ikut menggerayangi tubuhnya. Apa perlu ia berteriak lantang kalau ia tak menyukai wanita untuk menghentikan aksi mereka yang haus belaian.

"Mereka tampak tertarik padamu," komentar Song Kang, membuat Jaehyun semakin tak berselera. Tak mau peduli, pria itu hanya menggoyangkan gelas piala berisi champagne yang sejak tadi tak kunjung habis. Bukannya bahagia, kepalanya justru pening akibat keberadaan gadis panggilan Johnny dan buruknya lagi adalah kolega di bawah standarnya, Song Kang.

"Ini karena mereka yang bukan tipemu atau kau memang tidak tertarik pada wanita?" ucap Song Kang berusaha mengajak Jaehyun bicara.

"Harus kujawab?"

Jaehyun mendengus. Pandangannya tak mengarah pada lawan bicara, matanya mengedar ke sekeliling hingga ia berhenti pada satu titik. Lantai dansa. Sontak matanya mengerjap, memastikan penglihatannya tidak salah. Ya, ia mengenal gadis bersurai cokelat yang sedang menggila di tengah-tengah. Fokusnya masih tertuju ke sana, bahkan ketika gadis itu melihat ke arahnya. Ia sempat-sempatnya memicingkan mata. Ada rasa tak suka melihat ulah si Gadis.

"Kenapa melihat ke bawah? Ada yang menarik? Huh?"

"Mind your own business."

Johnny terkikik geli. "Bro, so sorry. Aku tidak tahu kalian ada masalah apa, tapi sebenarnya Jaehyun sangat hangat."

"Mmm... Jae, kau tidak sedang jual mahal pada Song Kang karena tertarik padanya 'kan?" seloroh Johnny tanpa peduli ekspresi tercengang setiap orang yang duduk mengitari meja. Terlepas hobi minumnya, batas toleransi alkohol pria itu sangat rendah.

Well, emosi Jaehyun semakin tersulut. Ia merasa hina dianggap tertarik pada pria sekelas Song Kang yang menurutnya tidak berintegritas. Refleks tangannya melemparkan sebuah permen ke muka Johnny, tapi pria itu berhasil menghindar dan menjulurkan lidah.

"Tidak kena!"

Tangan Jaehyun siap meraup lebih dari 5 permen untuk dilemparkannya lagi ke arah Johnny. Sekali lagi pria itu menghindar dengan berlindung dibalik tubuh gadis di sebelahnya.

"Kalau kau tidak mau aku berpikir ke situ, cobalah bermain sebentar dengan Jieun," tukas Johnny tanpa keluar dari persembunyiannya. Gadis bergaun merah yang disebut merapatkan tubuhnya ke sisi kiri Jaehyun.

"Dasar ka-"

"Lancang sekali tanganmu, bitches!"

Belum selesai Jaehyun mengucapkan sumpah serapahnya, terdengar teriakan seorang gadis dengan wajah yang sangat familier. Ia pikir tadi hanya halusinasi. Namun, melihat wajah gadis itu yang memerah dalam jarak yang lebih dekat, ia bisa memastikan siapa gadis bersurai panjang yang sudah lama tak ditemuinya.

"Kau bicara padaku?

Sekilas Jaehyun memejam ketika wanita yang sedang mengapitnya mulai merespon. Astaga, ia sudah cukup jengah berada di posisi ini. Kalau ia bisa pergi sekarang, tentu akan pria itu lakukan.

"Tentu. Jangan pegang-pegang! Dia milikku."

Teriakan gadis itu cukup mencengangkan hingga Jieun bergeser sedikit menjauh. Ya, sedikit karena sudah terbentur dengan arm panel sofa. Bahkan, Johnny sampai mengintip dari balik punggung, tempatnya bersembunyi.

"Wow, hebat sekali kau jadi bahan rebutan,"

Rasanya Jaehyun ingin tertawa, tak hanya menggertak si Jieun Jieun itu, tapi Johnny saja sampai bergidik ketika gadis itu melirik tajam ke arah pria itu. Mungkin, ucapan Johnny juga membuatnya tak nyaman.

"Siapa dia? Kau mengenalnya?"

Kali ini, Mark yang ikut penasaran. Pria itu beberapa kali membenahi letak kacamata bulatnya. Gerak-gerik Mark menunjukkan ketidak percayaannya melihat scene ini.

Sebelum Jaehyun merespon, Johnny berhenti bersembunyi. Sepertinya, ia tak benar-benar takut pada gadis itu. "Sejak kapan kau punya kekasih yang cantik?"

Skakmat! Jaehyun sadar, kehadiran gadis itu akan memunculkan banyak tanda tanya. Berani sekali dia mengatakan kalau Jaehyun miliknya setelah ... entah 6 atau 7 tahun mereka tidak berjumpa.

Tak hanya dua temannya, musuhnya pun ikut menanggapi, "Gadis itu ... "

Ucapan Songkang terhenti ketika dengan cepat gadis itu duduk di pangkuan Jaehyun. Kedua tangannya melingkari leher sang Pria dengan santainya. Sejenak gadis itu terdiam, sebelum akhirnya menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jaehyun yang mulai menegang.

"Finally ... I found you."

"..."

"Oh, God! Jaehyun tidak bisa berkutik?" goda Johnny mendapati Jaehyun yang membeku di tempatnya. Sementara itu, tawa lolos dari bibir Mark dan Song Kang.

Belum puas menggemparkan mejanya, gadis itu menarik wajahnya mundur dan menangkup wajah Jaehyun, "Kenapa wajahmu jadi mirip si Berengsek itu?"

Matanya menatap Jaehyun lamat-lamat dan bibirnya mengerucut.

"Kupikir kantor kita akan semakin heboh," ujar Song Kang yang tidak ditanggapi oleh Jaehyun.

Bukan apa-apa. Kalau ada gadis yang berusaha mendekati Jaehyun, itu sudah biasa. Namun, seorang gadis diizinkan menyentuh tubuh pria itu ... bukan, lebih dari menyentuh. Ini bisa masuk kategori pelecehan.

"Apa dia mantan kekasihmu? Atau, kekasihmu?"

"Pulang ... aku lelah," lenguh gadis itu tepat di telinga Jaehyun yang mulai berubah warna.

"Sepertinya aku tak bisa berlama-lama. Aku harus mengantarkannya pulang."

Jaehyun mengangkat tubuh gadis yang terduduk di pangkuannya. Maksud hati ingin menaruh tangannya di bawah tengkuk dan lutut gadis itu, tapi gadis itu tak mau melepaskan pelukannya dari leher Jaehyun. Pelukan yang semakin mengerat hingga Jaehyun hampir tercekik.

"Bisa kau longgarkan tanganmu, Chaeyoung-ah?" pinta Jaehyun lembut, seraya mengurai jemari sang Gadis di belakang lehernya.

"Tidak mau. Nanti mereka mengambilmu," tolak Chaeyoung dengan suara merajuk. Chaeyoung yang sama sekali tak berbisik, membuat Mark dan Johnny ikut tertawa mendengarnya. Mereka seperti mendapat tontonan gratis yang tidak mungkin dilihat beberapa tahun terakhir. Saking tidak mau kehilangan momen, Johnny sampai menyalakan kamera ponselnya.

"Ihy, Jaehyun masih punya wanita, ternyata!"

Jaehyun tak menggubris. Mau mengambil jas Johnny untuk menutup lengan Chaeyoung saja tidak bisa, apa lagi menutup mulut kedua temannya.

"John, pinjam jasmu. Dia pasti kedinginan dengan pakaian seperti ini."

Pria yang dipanggil justru tampak menarik jasnya untuk disembunyikan, "Jadi siapa gadis ini? Tidak mungkin kau tak mengenalnya. Tadi, siapa namanya? Chae- Chae- Chaeyeon? Chaeyoung?"

"..."

"She is my friend. Cepat sampirkan jasmu atau kutendang," ujar Jaehyun yang sudah mengangkat tubuh Chaeyoung seperti anak koala.

"Friend? Or, girlfriend? You don't care about women, right?" celetuk Mark, melihat bagaimana reaksi Jaehyun semenjak gadis itu datang ke tengah-tengah mereka. Lalu, mencuri atensi Jaehyun dengan cepat.

"Aku pikir telingamu masih sehat. Jadi, aku tidak perlu mengulang," tegas Jaehyun seraya mengangkat sedikit tubuh Chaeyoung agar tak terlepas dari gendongannya, "satu lagi, hapus rekamanmu atau kamera yang kupinjam darimu akan kubanting."

Johnny berdecak, "Wow, I'm sure, she is so special to you."

Pria itu lantas berlalu tanpa peduli teriakan yang dilontarkan oleh Mark ataupun Johnny yang saling bersahutan.

Meskipun ia bukan pelanggan VIP di club tersebut, Jaehyun mendapatkan pelayanan yang baik ketika ia harus membawa Chaeyoung yang tidak bisa diam sampai ke mobilnya. Gadis itu menggerak-gerakkan tangan seolah akan terbang. Sesekali, Chaeyoung menempelkan kedua tangannya pada pipi Jaehyun hingga bibir pria itu mengerucut. Bahkan, Jaehyun membutuhkan bantuan seorang pelayan untuk mengambil coat miliknya.

Chaeyoung baru berkenan melepas pelukan-nya ketika Jaehyun mendudukkan gadis itu di kursi penumpang dan memasangkan sabuk pengaman.

"Huuu. Ke mana pria tampan yang tadi? Kenapa kau yang muncul, Moon Jaehyun?"

Jaehyun terkesiap saat mendengar ucapan Chaeyoung. Apakah gadis itu sudah salah melihat orang? Ada rasa kesal yang sulit Jaehyun deskripsikan hingga pria itu menatap Chaeyoung sinis.

"Kalau bukan aku, memang kau mau menempel pada siapa?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top