Chap 3 : Raja yang Sombong!

"Harta dan kedudukan itu hanya sementara, cantik dan tampan juga hanya sementara, yang tetap kekal dan abadi itu hanyalah kebaikan kita di dunia. Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, Manusia mati meninggalkan nama."

***

"Bubble, sekarang apa yang akan kita lakukan untuk memasuki istana itu?" tanyaku saat memandangi istana kegelapan dari balik kaca kamar motel tempat kami menginap malam ini.

"Aku tidak tahu Ann, besok saja baru kita pikirkan lagi, sekarang tidurlah dulu."

Aku melihat ke arah Bubble yang kini mulai terlelap di atas kursi kayu dekat ranjang kecil beralas kasur tipis. Entah apa aku bisa tidur di tempat seperti ini. "Aku merindukan ranjangku. Tapi aku lebih merindukan suara berisik Sandra dan juga Bibi Nisa," gumamku pelan melihat luar jendela.

Untuk bisa tidur di tempat seperti ini saja aku harus bisa bersyukur, karena aku dan Bubble harus berusaha keras mendapatkan novca -mata uang Dunia Warna-. Dunia warna yang kubayangkan tak seperti ini, begitu suram dan tak ada warna lain selain hitam, putih atau abu-abu.

***

"Ann, setelah kita melewati portal di depan, kita akan memasuki Dunia Warna sesungguhnya, dan aku pinta kau harus berhati-hati! Jangan sampai penyamaran mu di ketahui siapa pun."

"Okey Bubble," jawabku menyakinkannya.

Kamipun berjalan melewati portal tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika berada di sebrang portal. Dunia warna tidak seperti dunia yang aku bayangkan penuh dengan warna-warni cerah. Semua yang kupandangi hanya seperti potret lama dan begitu jadul. Hanya ada warna gelap dan suram. Tanpa sengaja aku memandangi sekitarku. Bahkan danau kecil yang tak jauh dariku tak memiliki warna apapun aku mendongak ke atas menatap langit yang kali ini tak lagi berwarna biru, hanya warna abu-abu yang terlihat.

(Gambar Dari Google)

"Bubble, apa kita benar berada di dunia warna?" tanyaku penasaran sambil memperhatikan sekitar.

"Iya Ann, memangnya kenapa?"

"Tapi di sini tak ada warna sama sekali Bubble, begitu su-ram."

"Inilah yang terjadi dengan dunia warna setelah Raja Attaya mendapat kutukan dari seorang penyihir jahat."

"Kutukan? Kutukan seperti apa?"

"Akan ku ceritakan. Tetapi, jangan berhenti berjalan Ann, kau tak kan tahu betapa mengerikannya di sini pada malam hari."

Aku yang mendengar ucapan Bubble merasakan merinding, saat siang saja dunia ini begitu menakutkan dan gelap apalagi nanti ketika malam hari tiba. Aku yakin tidak akan ada yang mau keluar di malam hari. "Kau benar Bubble, kita tak boleh berhenti bergerak, ceritakanlah." Akupun melangkahkan kakiku dan terus bergerak maju.

"Dahulu, Dunia Warna adalah dunia yang begitu indah, semua warna menyelimuti tempat ini. Mata kita akan dimanjakan dengan semua warna-warna yang menyejukan. Semua orang tampak bahagia dan hidup berdampingan. Tetapi suatu ketika, datanglah seorang penyihir jahat bernama Keilantra yang ingin menguasai dunia ini. Dia datang ke istana dan menggoda sang Raja, sang Raja yang terpesona akan kecantikan Keilantra itu pun mulai jatuh cinta. Mereka akan menikah, namun seorang sahabat Raja bernama Alexi mengetahui niat buruk Keilantra dan segera menyadarkan sang Raja. Ketika Raja mengetahui keburukan yang dilakukannya sang Raja pun murka dan merasa dikhianati."

"Lalu apa yang terjadi Bubble?" tanyaku penasaran menunggu kelanjutan kisahnya.

"Raja mengusir Keilantra dari istana, ia yang marah karena mendapat perlakuan itu, mengeluarkan kemampuannya, mengucap mantra kutukan untuk dunia warna. Hingga menjadi seperti ini."

"Lalu bagaimana cara melepas kutukannya, Bubble?"

"Aku tidak tahu Ann."

"Satu pertanyaan lagi, Keilantra mengutuk semua Dunia Warna, tapi kenapa tempatku terjatuh tadi semuanya tampak normal?"

"Karena saat kutukan itu terjadi, Merlin penyihir kerajaan melakukan pecegahan agar tak menyebar lebih jauh lagi. Tapi itu hanya sementara, kau lihat bendera kerajaan di sebelah sana?" Tunjuknya ke arah bendera yang sedang berkibar di antara pepohonan.

"Ya, aku melihatnya."

"Itu batas terakhir saat pencegahan yang dilakukan Merlin, sekarang warna sudah menghilang jauh ke sana. menandakan jika kutukan itu sudah mulai meluas Ann, tidak butuh waktu lama semua dunia ini kehilangan warnanya. Termasuk tempat kita tadi."

"Menyeramkan, bagaimana dengan penduduk desanya?"

"Kau akan lihat sendiri wujud mereka, sekarang siapkan mentalmu Ann."

***

Kata-kata Bubble semakin membuatku penasaran dan tertarik dengan dunia ini. Entah mengapa ada kerinduan di hati dengan warna-warni yang biasa ada di sekelilingiku. Aku memandang keluar jendela, gelap! Hanya kegelapan yang kusaksikan. Sekarang aku mengerti kenapa aku harus berpenampilan seperti ini. Karena seperti inilah penampilan semua penduduk di sekitar istana. Seperti sebuah potret hitam putih, lusuh dan suram.

Aku putuskan untuk segera tidur malam ini. Menyiapkan extra tenaga untuk hari esok. Memikirkan cara untuk segera pulang ke tempat asalku. Semoga saja besok ada cara untuk memasuki istana kegelapan.

***

"Ann, bangun!"

Aku yang mendengar namaku dipanggil segera mencoba membuka mata dan melihat siapa yang membangunkanku. Ternyata Bubble yang sudah terbang berada di sekitarku. "Pagi Bubble."

"Kau tidur seperti beruang Ann, susah dibangunkan," ocehnya kearahku.

Aku yang mendengar keluhannya hanya terkekeh pelan, jika diperhatikan cerewetnya Bubble sama seperti Sandra tiap paginya. Ahh ... Aku merindukannya.

"Segera bangun, mandi dan sarapan Ann, aku menemukan cara agar bisa masuk istana hari ini."

Aku yang mendengar itu langsung bergegas ke kamar mandi, melakukan ritual pagi dan bersiap menyusun strategi dengan Bubble.

***

"Gadis itu! Kenapa aku harus mendapatkan Atma seperti dia. Pasti sangat merepotkan!" Pikirku dalam hati melihat kecerobohan Ann yang terjatuh saat berlari ke kamar mandi.

Saat Ann tidur aku sudah memeriksa istana, mencoba mencari celah agar kami bisa memasuki istana. Hingga aku menemukan fakta jika bagian istana dalam memerlukan pelayan baru yang bertugas sebagai pelayan istana. Aku tak yakin manusiaku yang ceroboh ini bisa melakukan tugasnya dengan baik. Tapi ini adalah satu-satunya jalan memasuki istana dengan pejagaan yang begitu ketat.

"Bubble, apa yang sedang kau rencanakan?" Sapa seseorang yang aku yakini itu Ann.

"Aku menemukan cara agar kau bisa leluasa berada di istana Ann. Tapi aku ragu kau bisa melakukannya."

"Caranya? Serahkan saja padaku Bubble, aku pasti bisa melakukannya, percayalah." Dia mengatakan itu dengan bersemangat, tapi aku tetap meragukannya.

"Apa kau bisa menggunakan sapu, kemoceng dan semua yang ada di sana Ann?" Sambil menunjuk alat-alat kebersihan yang berada tak jauh dari kami.

"Bi-Bisa Bubble. Lalu apa yang harus aku lakukan dengan alat-alat itu," tanyanya penasaran ke arahku.

Aku membuang nafas perlahan, Ann pasti tak mampu menggunakannya. Meski dia berkata bisa, tapi ekspresi dan nada suaranya sudah menjawab pertanyaanku. "Aku ingin kau masuk istana dengan itu semua Ann."

Ann terlihat mengerutkan dahinya, "maksudmu aku menjadi pembantu di istana itu?"

"Seperti itulah, saat ini istana membutuhkan pelayan baru, aku rasa itu satu-satunya cara memasuki istana saat ini."

"Ah, baiklah jika ini cara kembali ke duniaku, aku akan mencobanya," ucapnya kembali bersemangat meski ada keraguan di balik suaranya.

"Kita bergerak sekarang Ann, jangan sampai kita membuang-buang waktu." Aku pun terbang di atas kepalanya yang ku akui sungguh wangi dan aku suka berada di sini.

"Ayo Bubble, Move ...," ucapnya setengah teriak mengangkat kedua tangannya bersemangat.

Aku tidak mengerti kenapa aku mendapatkan Atma sepertinya. Tapi jauh sebelum pertemuan pertama kami, aku sudah mendapatkan mimpi agar segera ke tempat pertemuan itu. Aku hanya tak menyangka Atma yang ditakdirkan padaku adalah seorang manusia terpilih.

Ann masih tak mengerti jika ia adalah manusia terpilih untuk menyelamatkan dunia ini. Gadis ceroboh itu memiliki tanggung jawab besar di pundaknya, tapi ia tidak menyadari semuanya. Itu artinya tak akan mudah jalan yang ia tempuh untuk kembali pulang ke tempat asalnya. Tapi aku akan melindunginya meski nyawaku taruhannya, karena itu lah janjiku, janji bangsa Okrugli.

***

(Gambar Dari Google)

"Bubble, istana suram ini sungguh menakutkan." Mataku menyelusuri tiap jengkal istana yang kini ada di hadapanku. Semua tampak tua dan berlumut. Meski begitu yang ada hanya warna gelap. Kini aku dan Bubble menunggu seorang Kepala Pelayan yang akan memberikan tugas apa saja yang akan aku kerjakan.

"Nona Ann." Seseorang menyapaku tegas. Kini aku melihat seorang pria berbadan kurus, berdagu lancip dengan warna kulit yang abstrak berdiri di hadapanku.

"Iya, sa-ya," jawabku gugup saat melihatnya.

"Saya Alferdo, Kepala Pelayan istana ini. Anda sudah bisa mulai bekerja hari ini, mari masuk. Saya akan memberitahukan apa saja yang harus Anda kerjakan."

Aku mengikuti langkah kaki Alferdo memasuki istana. Saat ini Bubble bersembunyi di dalam tas yang kubawa. Sesekali kepalanya menyembul keluar tas, aku yakin ia tak nyaman di dalam sana tapi ini untuk kebaikan kami. Karena seorang pelayan tidak di perbolehkan membawa Atma saat sedang bekerja.

"Nona Ann, silahkan Anda bereskan semua kamar di lantai ini. Kecuali kamar yang terletak paling ujung," sambil menunjuk sebuah kamar yang terletak paling ujung lorong. Kamar dengan sebuah tirai dan pintu besar. Aku memandangi kamar itu dan menebak-nebak apa isi dalamnya. "Itu kamar Raja Attaya, tidak semua orang bisa memasuki kamar itu," jelas Alferdo kemudian menjawab rasa penasaranku.

"Silahkan memulai pekerjaan anda," ucapnya sopan dan segera berlalu meninggalkan aku. "Ah iya, kau tidak bekerja sendiri. Nanti akan ada pelayan lain yang menemanimu."

Aku hanya menjawab dengan menundukan sedikit kepalaku. Setelah kulihat Alferdo pergi, aku melihat ke sekeliling, sepi dan tak ada satu pun penjaga. "Hei Bubble, darimana kita memulai?"

Bubble yang mendengar pertanyaanku keluar dari dalam tas, dia terbang mengitari ruangan dan berhenti di salah satu pintu, "Kita bisa mulai dari sini."

Perlahan aku berjalan dan membuka pintu yang ditunjuk Bubble. Setelah pintu terbuka, aku bisa melihat apa yang berada di dalamnya. Ruangan luas itu hanya berisi ribuan buku yang tersusun rapi di lemari-lemari besar. "Pilihan mu tepat Bubble."

Anganku kembali ke bentuk fisik buku yang membawaku terjebak di dunia ini. "Buku itu tebal dan memiliki sampul pelangi, tapi apa mungkin buku itu tetap berwarna di dunia yang terkutuk ini, Bubble?"

"Aku tidak yakin Ann, sebaiknya kita mulai mencari buku itu sebelum ada yang menyadari keberadaan kita," ucapnya yang kini terbang ke rak buku di bagian atas.

Aku mulai mencari, menelaah setiap jejeren buku yang berada di bagian bawah. Sudah hampir dua puluh menit kami berkeliling dalam ruangan ini tapi tak menemukan apa pun. Hingga tiba-tiba terdengar suara benda yang jatuh cukup keras dari luar diiringi suara jeritan dari seorang wanita, aku yang penasaran bergegas ke luar mencari tahu apa yang terjadi.

Mataku menangkap dua orang pria yang membelakangiku berdiri dihadapan seorang wanita yang kini bertekuk lutut seraya meminta maaf. Aku hendak berjalan mendekat mencari tahu apa yang terjadi, tetapi Teriakan Bubble yang menyuruhku jangan ikut campur menghentikan langkahku. Akhirnya aku hanya berdiri tidak begitu jauh dari sana.

"Apa yang kau lakukan!" Teriakan seorang diantara ke dua pria itu cukup menggelegar, ada amarah terkandung dari kalimatnya. Sedangkan seorang lagi hanya diam mencoba menenangkan.

"Ma-Maaf yang Mulia, hamba tidak sengaja." Rintihan wanita itu tak meluluhkan hati pria tersebut.

Dengan amarahnya dia kembali berteriak lantang. "Pergi kau dari hadapanku!" Setelah mengatakan itu dia bergerak meninggalkan wanita itu.

Suaranya benar-benar membuat tubuhku bergemetar hebat, apalagi wanita yang kini sedang memohon di hadapannya. Airmata wanita itu berjatuhan, sungguh aku tak suka melihat kejadian di depan mataku ini. Apapun kesalahannya, Dia tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu.

Tanpa sadar aku berjalan melewati pria itu dan mencoba membantu wanita itu untuk berdiri. "Kau tidak apa-apa?" tanyaku khawatir melihatnya. Ia pun hanya mengangguk pelan di hadapanku. Wajahnya masih menunjukan ekspresi ketakutan. Kulihat darah kental keluar dari balik baju lengan panjang yang menutupi tangannya. "Kau terluka," teriakku panik melihat tangannya.

Aku mencoba megambil sesuatu dari tasku, tapi baru kusadari tas itu tertinggal di dalam ruangan perpustakaan tadi bersama Bubble. "Siapa kau?" Tiba-tiba suara berat khas pria telah berdiri di belakangku.

Aku hanya mendongakkan kepalaku memandang pria itu tanpa sedikitpun rasa takut. Belum sempat aku menjawab, seseorang lainnya telah menjawab pertanyaan itu. "Maafkan mereka yang Mulia, mereka hanya pelayan baru di sini."

Aku menoleh dari asal suara itu, ternyata Kepala Pelayan Alferdo yang sedang berbicara. "Yang Mulia? Apa pria ini Raja Attaya," batinku kemudian.

"Paman, usir mereka dari istanaku. Aku tak ingin melihat wajah mereka lagi," ucapnya kasar ke arah kami. Tanganku mengepal menahan amarah.

"Kasar! Kasar sekali orang ini. Sabar Ann, jika tidak kacaulah semuanya," ucapku dalam hati menenangkan diri.

"Tenanglah Attaya, tenangkan dirimu. Maafkan saja mereka," ucap Pria yang berdiri di dekatnya dari tadi.

"Maafkan mereka yang Mulia, beri mereka kesempatan lagi." Kali ini Pak Alferdo yang membela kami sambil menundukan kepalanya.

Aku melihat Raja Attaya hanya berlalu kesal dan berujar "terserah kalian saja."

"Paman, tolong kau bantu obati wanita ini. Tangannya terluka karena pecahan gelas tadi," ucap teman Raja Attaya sambil menunjuk wanita di sampingku dan sekilas dia melihatku, aku tahu itu! Setelah itu dia kembali menyusul Raja Attaya.

"Baik Tuan Alexi," jawab Alferdo sambil menundukan kepalanya lagi.

"Apa kalian tidak apa-apa?" tanya Pak Alferdo saat dua pria itu benar-benar hilang masuk ke dalam satu ruangan. "Nona Uti tanganmu terluka. Biarkan kau diobati terlebih dahulu, dan kau nona Ann silahkan lanjutkan pekerjaanmu."

Aku hanya mengangguk pelan. Kulihat Uti -wanita yang terluka tadi- kini sudah diobati oleh pelayan lainnya. Aku pun bergegas mengambil tas yang kutinggalkan. "Syukurlah kau masih di sini Bubble," kataku saat melihat pandangan kesal Bubble dari dalam tas.

"Manusia bodoh!" Hanya itu yang ia ucapkan saat melihatku. Aku mengerti kekesalannya melihatku ikut campur. Untung tidak membahayakan misi kami.

"Ann." Terdengar seseorang memanggilku. Seorang wanita muda kini menghampiriku. "Ann, Pak Alferdo meminta kau dan aku membersihkan taman belakang."

Aku hanya mengangguk pelan, tapi di hati aku mengutuk tugas itu. Karena aku tak bisa melanjutkan mencari buku itu di dalam istana. "Ah iya, panggil aku Mantha," lanjutnya seraya mengulurkan tangannya.

"Ann," jawabku singkat dan membalas senyumannya.

Setelah itu kami berlalu segera pergi ke taman belakang melanjutkan pekerjaan kembali.

***

Terdiri dari 2200 kata.

Hai... terimakasih sudah mau mampir dan baca ya... vote dan komentar jangan lupa ya ^_^ kritik dan saran yang membangun pun sangat diharapkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top