2. I Guess I Must be Having Fun
Menggunakan beberapa alasan, Taehyung akhirnya berhasil pergi ke Busan. Sudah hampir dua bulan setelah ia mengetahui fakta kehamilan Taera, dan Taehyung tak tahan untuk meminta sedetail mungkin penjelasan dari saudarinya.
Taera bisa berada dalam bahaya besar kalau terus begini. Dan kalau ada anggota keluarga lain yang tahu, habislah Taera. Maka, sebelum semua orang mengetahui hal ini, Taehyung harus segera menyadarkan saudarinya untuk memupus mimpi menjadi orang tua di usia muda.
Tiba di Paradise Resort cabang Busan, Wang Taehyung disambut oleh asisten Taera dengan berita kurang menyenangkan. Katanya, Taera sedang tidak enak badan hari ini dan memutuskan untuk mengambil cuti. Well, itu artinya ia harus pergi ke apartemen Taera.
Ini bukan pertama kalinya Taehyung mengunjungi Taera. Dan Taera bukanlah wanita lain baginya. Namun, sesuatu di dalam sana membuat pintu apartemen di hadapan Taehyung terasa begitu asing. Jika biasanya Taehyung akan langung menekan angka untuk membuka pintu, maka siang ini lebih memilih untuk menekan bel untuk memberitahu kedatangannya sebagai tamu.
Satu kali.
Dua kali.
Tiga kali.
Tak ada jawaban dari dalam.
Apakah Taera sedang pergi? Tapi asistennya tadi mengatakan jika Taera sedang sakit. Taera tak mungkin berbohong begitu 'kan?
Tapi, mengingat apa yang disembunyikan Taera saat ini, ketidakmungkinan itu bisa menjadi posibilitas yang tak terduga. Taera seakan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Memutuskan masuk tanpa mengetuk, Taehyung tak mendapati siapapun di dalam sana. Semuanya terlihat gelap dan senyap. Jendela ditutup dan semua lampu dimatikan. Sepi sekali, batinnya.
"Taera? Wang Taera kau di dalam?"
Tak ada jawaban.
Pun Taehyung berjalan ke dekat jendela, menarik tirai yang menutup, dan membiarkan sinar mentari masuk. Tak ada Taera di sini.
Maka, melangkah ke pintu kamar, Taehyung berbegas masuk. Menyalakan lampu guna melihat kondisi sekitar hingga menemukan Taera yang terbaring lemas di atas ranjang dengan wajah pucat dan keringat bercucuran.
"Taera! Astaga!"
Si pemuda mendekat, mengguncang tubuh saudarinya hingga perlahan sepasang netra hijau itu terbuka. Syukurlah! Tak bisa membayangkan apapun kalau sampai terjadi sesuatu pada Taera.
"Taehyung?" ujarnya lemah. Senyum tipis terukir kala menatap sayu si pemuda yang terlihat begitu mencemaskannya. Taehyung tak pernah berubah.
"Mana yang sakit? Katakan padaku? Ah, tidak! Aku akan membawamu ke rumah sakit. Kau masih sanggup berdiri? Kalau tidak, aku kana menggendongmu. Taera, tolong bicara sesuatu!"
"Kau terlalu banyak bicara, Taehyung-ie," si gadis mencoba bangkit, namun tangan kekar pemuda di hadapannya terlalu gesit menahan pergerakan Taera.
"Jangan bergerak. Nanti kau semakin sakit," ucapnya lembut. Dari sorot matanya, Taera juga bisa menyaksikan bagaimana Taehyung begitu mengkhawatirkannya. Padahal, Taera jelas tahu tujuan utama kedatangan Taehyung kemari.
"Aku tidak apa-ap—"
"Bagaimana bisa mengatakan tidak apa-apa padahal kondisimu jelas begini," kali ini terdengar ketegasan di vokal beratnya. "Aku akan memanggil dokter."
"Taehyung-ah," Taera menahan lengan Taehyung yang hendak beranjak. Menatap hinga Taehyung merasakan pilu sebelum melanjutkan kalimatnya, "bisakah memesankan beberapa makanan? Aku benar-benar lapar..."
***
Bel pintu berdering, dan Wang Taehyung segera beranjak ke luar. Menyambut tamu dan berencana membawanya ke kamar Taera. Namun, Taera yang tak sabar malah sudah menanti di sofa ruang tengah dengan senyum lebar dan posisi siap menyantap apapun yang dibawa Taehyung ke arahnya.
Melihat bagaimana Taera menikmati seluruh sajian di depan matanya membuat kekhawatiran Taehyung banyak berkurang. Gadis ini seperti sudah tak makan selama berhari-hari kalau dilihat dari caranya makan. Dan perlahan rona di wajah Taera kembali muncul. Kulitnya tak sepucat tadi saat Taehyung menemukannya terbengkalai di dalam kamar.
Apakah kelaparan yang membuat Taera sakit?
"Bagaimana kondisimu?"
"Sudah lebih baik," pun si gadis menyunggingkan senyum setelah meletakkan alat makannya. "Terimakasih, Taehyung-ah."
"Taera-ya. Bisa kita—"
"Aku akan mandi dulu. Setelah itu kita bisa bicara," ujar si gadis sebelum beranjak ke kamarnya. Tahu betul apa yang hendak dibicarakan Taehyung. Namun, saat ini ia harus mandi, sudah dua hari sejak malam itu, ia mendekam di dalam kamar. Menyiksa diri dengan membiarkan tubuhnya kelaparan.
Dan untunglah Taehyung datang, kalau saja ia tak datang, mungkin Taera tetap bersikukuh melakukan tindakan bodoh yang tak hanya membahayakan dirinya sendiri.
Ditinggal sendiri sambil menantikan Taera mandi, Taehyung diam-diam mencari. Sesuatu tentang pria itu pasti ada di sini. Taera benar-benar bungkam saat ditanya siapa ayah dari anaknya. Menyembunyikan dengan rapat siapa pria yang berkontribusi besar dalam kehamilannya.
Well, tak ada apapun di tempat ini. Bahkan tak ada sesuatu yang terlihat mencurigakan di dalam ponsel saudarinya. Beberapa pesan berisi ajakan makan siang dan makan malam dari anak pejabat, pengusaha, sampai artis pun tak jarang diterima. Namun, Taera terlihat acuh tak acuh dalam menanggapi mereka. Dan di sini, Taehyung bisa mengambil kesimpulan bahwa bukan salah satu di antara mereka orangnya.
Buru-buru Taehyung meletakkan kembali ponsel Taera saat gemericik air berhenti terdengar. Ia sudah selesai, dan Taehyung harus cepat-cepat mengembalikan semua ke posisi semula.
Taera memiliki harum tubuh yang khas meski tanpa menggunakan wewangian. Aromanya lembut dan manis. Akan jelas tercium saat berada sedekat ini dengannya.
"Taera, kau—"
"Aku bertemu dengannya dua hari lalu," ucap Taera tanpa menatap, kegelisahan jelas masih tergambar lekat di sorot matanya. Kedua tangan memeluk perut seolah melindungi sesuatu di dalam sana. Tentu saja. "Saat kubilang aku ingin mempertahankan bayiku, dia bilang, dia tak bisa melakukannya. Dia masih terlalu sibuk dengan pekerjaan yang tak bisa ditingalkan. Dia belum siap melepaskan hidupnya. Aku sempat kebingungan dan bertanya-tanya. Apa yang harus kulakukan?"
Melihat bagaimana kegundahan di setiap ucapan Taera, pun Taehyung menyadari betapa Taera sangat menginginkan bayi dalam kandungannya. Belum terlihat jelas bagaimana kehamilan Taera di usia sekarang. Perutnya belum membuncit. Takkan ada yang tahu mengenai kehamilannya selain Taehyung dan Taera sendiri. Dan jika ayah si bayi tak menginginkannya, Taera tak mungkin mengasuhnya sendirian.
"Taera, belum terlambat. Kau bisa—"
"Menggugurkan kandunganku?" kali ini Wang Taera berucap remeh. Tersenyum sinis sebelum menatap Taehyung di sampingnya yang mulai menyadari sesuatu.
"Jangan memintaku melakukan hal keji seperti itu, Taehyung-ah. Aku tak bisa membunuh anakku sendiri."
"Tapi Taera, risiko yang kau ambil sangatlah besar. Kau bisa menghancurkan dirimu sendiri dan semua yang sudah kau bangun!"
"Semua yang sudah kubangun?" sebelah alisnya terangkat, tertawa remeh mendengar apa yang diucapkan Taehyung barusan. "Semua yang sudah mereka bangun untuk membentukku di hadapan orang, begitu maksudmu?"
Ini bukanlah Taera yang dikenal Taehyung. Saudarinya benar-benar berubah, dan Taehyung sama sekali tidak mengenali siapa sosok di hadapannya. Tubuh, wajah, fisik, semua memang Wang Taera, tapi di dalam sana, Taehyung sama sekali tak mengenali siapa gadis ini.
"Taera... Sejak kapan kau berubah begini?"
"Aku tidak berubah, Taehyung-ah," ujarnya datar dengan suara sedingin es, "Aku memang seperti ini. Aku hanya bersikap seperti apa yang mereka inginkan."
Satu lagi sisi lain Taera yang tak pernah Taehyung kenal. Sesuatu di dalam sana terlihat membara, penuh tekad dan tak ingin mengalah. Sangat jauh berbeda dengan Taera yang ia kenal. Atau, memang sebenarnya ia tak pernah mengenal saudarinya ini?
"Dan lagi, aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama dalam keluarga ini."
***
"Aku akan tinggal untuk sementara sampai semuanya membaik," ucap Taehyung saat keduanya menikmati santap malam di sebuah kedai. Dan malam ini pun, Taera masih sama rakusnya seperti belakangan.
Ah, mungkin bawaan kehamilan, pikir Taehyung.
"Pulanglah, Taehyung. Kau hanya akan membuat mereka curiga," ucap Taera yang terdengar tak acuh.
Kehadiran Taehyung di sekitarnya mungkin akan sangat membantu untuk beberapa hal seperti kebutuhan sehari-hari dan menghilangkan kesepian. Namun di lain sisi, Taehyung jelas akan membuat banyak orang curiga karena tinggal terlalu lama sementara banyak hal di Jeju yang harus ia selesaikan.
"Cepat atau lambat mereka akan tahu, Taera. Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" si pemuda bertanya penuh harap. Ingin sekali mendengar rencana saudarinya yang tiba-tiba menjadi makhluk paling keras kepala sedunia ini. "Setidaknya beritahu aku agar aku bisa membantumu."
"Tidak perlu," ujar Taera penuh ketegasan. Menatap tepat di kedua netra Taehyung yang penuh tekad itu, "Jangan terlibat dengan masalah, Taehyung-ah."
"Lalu kau sendiri bagaimana? Tidakkah kau sedang menenggelamkan dirimu dalam masalah?"
Menenggelamkan diri dalam masalah, ya?
Mungkin itu memang kalimat yang tepat untuk Taera. Saat ini rasanya seperti menghitung mundur kehancurannya sendiri. Tapi, bukankah kadang hidup menarikmu mundur sebelum melesatkanmu jauh ke tempat tujuan. Seperti busur dan panah, kau ditarik mundur sekuat mungkin untuk dilesatkan ke tujuan yang tepat.
Dan Taera jelas sudah memiliki tujuan itu. Ia mungkin akan melibatkan Taehyung. Tapi nanti, jika ia yakin sudah memiliki pondasi yang kuat. Jika Taera yakin sang pemanah mampu membidik dengan tepat.
Namun, dengan kondisi sekarang—dan Taehyung yang malah membuatnya makin tak yakin, Taera jelas tidak bisa mengajaknya pergi bersama.
Sikap Taehyung juga meleset dari apa yang diharapkan, "Taehyung-ah, kau mulai terasa mirip seperti mereka."
***
Lebih memilih jalur aman, pun Taehyung kembali setelah dua hari menginap di Busan. Masih belum memahami betul apa yang diinginkan Taera, hanya berbekal keyakinan jika apa yang akan dilakukan Taera merupakan perbuatan benar.
Iya, harus yakin begitu. Saudarimu itu selalu penuh perhitungan, Taehyung-ah. Jangan terlalu khawatir.
"Taera!"
Panggilan dari ujung lorong itu menyita perhatian Wang bersaudara. Seorang pria berkulit seputih tofu berjalan sedikit tergesa dengan koper yang diseret paksa. Tak dipungkiri kekhawatiran terpancar jelas di wajahnya. Dan entah bagaimana, Taehyung jadi defensif terhadap saudarinya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya si pria dengan kedua tangan merengkuh Taera. Taehyung makin tak suka, ingin menghalangi, namun dengan sikap Taera yang terlihat tak keberatan, Taehyung pun mengurungkan niat.
"Aku dengar kemarin kau—" si pemuda menjeda kalimatnya dan memfokuskan pandangan pada salah satu bagian tubuh saudarinya. Pun Taehyung yang mengikuti ke mana pria itu menatap dan menarik satu kesimpulan setelah apa yang diucapkan pria itu, "Bagaimana kondisi kalian?"
Kalian?
Pria ini jelas mengetahui kondisi Taera.
Dia kah orangnya?
"Aku baik-baik saja, Jim," ucap si gadis dengan senyum tersemat. Seolah tak mau kalau sampai pria ini khawatir padanya.
Menyadari jika Taehyung sedikit terabaikan, pun Taera segera mengenalkan keduanya.
"Oh, Jim. Dia Taehyung," Taera bergerak mundur, memberi ruag pada Jimin untuk melihat Taehyung yang kini berdiri di sampingnya, "Taehyung-ah, dia Jimin, temanku sewaktu di Amerika dulu."
"Ah, kalau dilihat langsung, kalian benar-benar mirip ya?" Jimin tersenyum, mengulurkan tangan sembari meperkenalkan diri, "Park Jimin."
Taehyung tak langsung menyambut uluran tangan itu. Di dalam benaknya masih menyimpan puluhan pertanyaan yang rasanya harus dijawab sebelum memperkenalkan diri pada pria di hadapannya.
Hingga senggolan lembut dari siku Taera membuatnya segera meraih tangan itu dan ikut memperkenalkan diri, "Wang Taehyung."
Panggilan keberangkatan membuat Taehyung tak bisa lama-lama tinggal. Pun pria itu segera masuk ke lorong antrean dengan sepasang obsidian yang masih mengamati saudarinya dan Park Jimin di seberang kaca.
Keduanya terlihat sedang bercekcok kecil sebelum Taera membiarkan pria itu mendekapnya. Dan Taehyung semakin yakin dengan asumsinya. Park Jimin adalah pria itu.
(*)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top